Wacana perubahan Pilkada tengah bergulir. RUU Perubahan Undang-undang No. 32/2004 tentang Pilkada masih dibahas DPR. Ekses negatif Pilkada terus bermunculan. Untuk itu tim Suara Islam diantaranya Aru Syeif Assad, Sudadi, Agusdin melakukan wawancara dengan pakar hukum tata negara yang juga Ketua Majelis Syuro PBB Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra di rumahnya yang asri di kawasan elit Kuningan, Jakarta. Berikut petikannya:
Semula MK hanya menyelesaikan sengketa Pemilu, mengapa kemudian termasuk sengketa Pilkada ?
Saya sendiri kurang tahu apa yang terjadi di lapangan pada tahun 2008. Saya tidak diajak bicara. Pada waktu itu saya kan dicekal, saya dijadikan tersangka, bahkan dicekal. Saya juga kurang tahu kenapa Pilkada kemudian istilahnya berubah menjadi Pemilukada. Barangkali ini cantolan konstitusi, kalau menyangkut Pemilu kan berarti wewenang MK. Tapi sebenarnya kalau kita lihat amandemen UUD 1945 tahun 1999, yang dimaksud dengan Pemilihan Umum itu kan Pemilihan Umum 5 tahun sekali. Bukan Pemilihan Presiden, apalagi Pemilihan Kepala Daerah.
Di era reformasi dan Otonomi Daerah ini masalah Tumpang Tindih Kewenangan antara Kabupaten/Kota-Provinsi dan Pusat menjadi persoalan ruwet. Bagaimana ?
Memang masalah tumpang tindih kewenangan Kabupaten/Kota-Provinsi dan Pusat ini menjadi masalah yang paling parah selama pemerintahan 5 tahun belakangan ini. Tumpang tindih itu bukan saja antara Daerah dan Pusat, tapi di Pemerintah Pusat sendiri, antara Kementerian itu terjadi tumpang tindih kewenangan yang amat parah sekali. Kalau Presiden tidak betul-betul jeli melihat permasalahan tumpah tindih kewenangan dan otorisasi ini, dan tidak mendapat advis dari para pembantunya, maka tumpang tindih kewenangan ini mengacaukan birokrasi dan menyulitkan semua orang. Karena semua Kementerian itu selalu menganggap dia yang paling utama.
Kalau Anda baca semua Undang-undang Kelautan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, maka sepertinya semua yang terkait urusan laut itu menjadi kewenangan kementerian Kelautan. Kalau begini kan kacau balau. Juga kalau membuat Undang-undang, kita sering menabrak Undang-undang Khusus Aceh dan Papua. Maka sebaiknya kalau mau membuat Undang-undang baru, membaca teliti dulu Undang-undang Khusus tentang Aceh dan Papua, karena kedua daerah ini diberikan kewenangan spesifik atau khusus tentang beberapa hal.
Negara kalau birokrasinya kacau balau, maka seluruh pelayanan publik dipastikan akan kacau juga. Maka efeknya, upaya membangun negeri itu juga akan menjadi kacau. Ini luar biasa kekacauannya tumpang tindih kewenangan ini.
Sekarang ini Gubernur seperti tidak punya wilayah ?
Wilayah provinsi tentu masih ada meski terbatas. Maka Provinsi perlu diperkuat. Kalau pikiran saya sebenarnya otonomi itu basisnya provinsi. Sebenarnya ini jalan tengah antara pemikiran Negara Kesatuan dengan Negara Federal. Jadi konsep saya jumlah propinsinya diperbanyak. Memecah propinsi lebih mudah dari pada menggabungkan dua kabupaten menjadi satu.
Sekarang pemekaran wilayah kan tidak tertahan lagi. Dimulai dari pemekaran desa, kemudian pemekaran kecamatan, terus pemekaran Kabupaten. Kini pemekaran ini sudah tidak rasional lagi. Penduduk cuma 3 ribu orang sudah satu kecamatan. Apa kerjanya Camat sekarang ini. Ini tentu terkait dengan anggaran.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Semula MK hanya menyelesaikan sengketa Pemilu, mengapa kemudian termasuk sengketa Pilkada ?
Saya sendiri kurang tahu apa yang terjadi di lapangan pada tahun 2008. Saya tidak diajak bicara. Pada waktu itu saya kan dicekal, saya dijadikan tersangka, bahkan dicekal. Saya juga kurang tahu kenapa Pilkada kemudian istilahnya berubah menjadi Pemilukada. Barangkali ini cantolan konstitusi, kalau menyangkut Pemilu kan berarti wewenang MK. Tapi sebenarnya kalau kita lihat amandemen UUD 1945 tahun 1999, yang dimaksud dengan Pemilihan Umum itu kan Pemilihan Umum 5 tahun sekali. Bukan Pemilihan Presiden, apalagi Pemilihan Kepala Daerah.
Di era reformasi dan Otonomi Daerah ini masalah Tumpang Tindih Kewenangan antara Kabupaten/Kota-Provinsi dan Pusat menjadi persoalan ruwet. Bagaimana ?
Memang masalah tumpang tindih kewenangan Kabupaten/Kota-Provinsi dan Pusat ini menjadi masalah yang paling parah selama pemerintahan 5 tahun belakangan ini. Tumpang tindih itu bukan saja antara Daerah dan Pusat, tapi di Pemerintah Pusat sendiri, antara Kementerian itu terjadi tumpang tindih kewenangan yang amat parah sekali. Kalau Presiden tidak betul-betul jeli melihat permasalahan tumpah tindih kewenangan dan otorisasi ini, dan tidak mendapat advis dari para pembantunya, maka tumpang tindih kewenangan ini mengacaukan birokrasi dan menyulitkan semua orang. Karena semua Kementerian itu selalu menganggap dia yang paling utama.
Kalau Anda baca semua Undang-undang Kelautan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, maka sepertinya semua yang terkait urusan laut itu menjadi kewenangan kementerian Kelautan. Kalau begini kan kacau balau. Juga kalau membuat Undang-undang, kita sering menabrak Undang-undang Khusus Aceh dan Papua. Maka sebaiknya kalau mau membuat Undang-undang baru, membaca teliti dulu Undang-undang Khusus tentang Aceh dan Papua, karena kedua daerah ini diberikan kewenangan spesifik atau khusus tentang beberapa hal.
Negara kalau birokrasinya kacau balau, maka seluruh pelayanan publik dipastikan akan kacau juga. Maka efeknya, upaya membangun negeri itu juga akan menjadi kacau. Ini luar biasa kekacauannya tumpang tindih kewenangan ini.
Sekarang ini Gubernur seperti tidak punya wilayah ?
Wilayah provinsi tentu masih ada meski terbatas. Maka Provinsi perlu diperkuat. Kalau pikiran saya sebenarnya otonomi itu basisnya provinsi. Sebenarnya ini jalan tengah antara pemikiran Negara Kesatuan dengan Negara Federal. Jadi konsep saya jumlah propinsinya diperbanyak. Memecah propinsi lebih mudah dari pada menggabungkan dua kabupaten menjadi satu.
Sekarang pemekaran wilayah kan tidak tertahan lagi. Dimulai dari pemekaran desa, kemudian pemekaran kecamatan, terus pemekaran Kabupaten. Kini pemekaran ini sudah tidak rasional lagi. Penduduk cuma 3 ribu orang sudah satu kecamatan. Apa kerjanya Camat sekarang ini. Ini tentu terkait dengan anggaran.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar