Orasi Presiden PKS di Gorontalo: Tantangan Besar yang Membuat Kita Besar - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

6 November 2013

Orasi Presiden PKS di Gorontalo: Tantangan Besar yang Membuat Kita Besar

Bismillahirrohmaanirrohiim


Alhamdulillahirabbil`alamin wa bihi nasta`inu `ala umuriddunya wad din hayyikum maasyirul ikhwan wa akhwati jami`an bitahiyyatil islam

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Ikhwan dan akhwat sekalian, para calon anggota dewan yang saya hormati, khususnya para pimpinan DPW di Gorontalo dan juga Ketua WILDA dan rombongan Pak Sekjen yang datang bersama saya pada kesempatan  ini Saya bersyukur sekali akhirnya bisa bertemu dengan antum semuanya,dan dengan mengikuti acara dari awal tadi sampai sekarang, saya semakin yakin Insya Allah bukan hanya badai pasti berlalu, tapi Insya Allah kita juga akan menang.


Saudara-saudara sekalian,


Kita mungkin dan saya kira masyarakat kita secara umum, pasti terpengaruh dengan kasus yang sedang menimpa kita saat ini. Dan saya kira antum di Gorontalo ini merasa, bahwa disamping ada kasus ini kelihatannya kompetitor antum juga kuat disini. Saya kira perasaan ini ada pada antum semuanya. Tadi kalau saya simak dari sambutan Ketua DPW, tapi saya selalu mengulang-ulangi satu ungkapan yang selalu saya sampaikan pada seluruh kader sejak saya awal dulu saya menjadi Sekjen.


Tantangan yang besar itulah yang membuat kita menjadi besar. Kita tidak menjadi besar seketika, tapi kita menjadi besar secara perlahan-lahan. Dan yang mempercepat kita tumbuh menjadi besar itu karena tantangan kita lebih besar dari kemampuan kita. Jadi kalau pada suatu waktu ikhwah sekalian, antum menemukan diri antum semuanya, atau saudara-saudara menemukan bahwa tantangan yang saudara hadapi di lapangan jauh lebih besar dari pada kapasitas dan kemampuan kita untuk menghadapinya, percayalah itu adalah alat dari Allah SWT untuk membesarkan kita. Sebab, sejarah itu bergerak karena dialektika antara tantangan dan respon, challenge and respon, wal istijabah.


Manusia pada tabiatnya bergerak karena dia ditantang, jadi kalau tidak ada tantangan bagi manusia, tidak ada stimulan yang akan membuat dia bergerak. Sejarah manusia menjadi dinamis, karena tantangannyalah yang membuat dia merespon terus-menerus tantangan itu sehingga ada dinamika. Dinamika gerak sejarah itu ditentukan oleh dialektika tantangan dan respon itu tadi. Coba kita lihat perjalanan kita sendiri, saudara-saudara sekalian. Saya ingat, pada waktu kita pertama kali mendirikan partai ini, jumlah kader kita itu hanya sekitar 33.000 orang. Sekarang jumlah kader kita yang tercatat, maksudnya yang tertarbiyah by name by address itu sekitar 500-an ribu.


Dan kalau kita memasukan semua yang tidak tercatat, tapi ada dilingkaran kerja PKS semuanya, kira-kira angkanya dikisaran 800 sampai 1 juta orang. Itu semuanya kita capai dalam waktu kira-kira 15 tahun sejak kita terlibat dalam partai politik. Siapa yang pernah membayangkan bahwa kita bisa tumbuh begitu cepat. Salah satu alasan mengapa kita melakukan rekrutmen besar-besaran, saya ingat itu keputusannya pada tahun 2000-2001, waktu kita menyusun rencana kerja. Kenapa kita melakukan rekrutmen besar-besaran, alasannya sederhana, setelah kita merasa bahwa capaian pada tahun 1999 hanya 1,4 juta orang, dan kita tidak lolos electoral threshold, sehingga harus ganti nama untuk bisa ikut pemilu 2004. Saya membuat hitung-hitungan kampung, ini tidak akademik sama sekali, tapi ini orang kampung ini hitungannya. 


Kalau kader kita ada 33.000, suara kita ada 1,4 juta, kira-kira rasio kader dengan suara itu 1 per 40. Saya hitung-hitung, tahun 2004 nanti kita tidak akan punya uang untuk bisa pasang iklan, karena terlalu mahal. Jadi kalau kita mau lolos ET, hanya ada satu cara, tambah jumlah kader supaya suaranya bertambah. Jadi misalnya kita punya target berapa, tinggal kita buat rasionya. Sebab kita tidak bisa memiliki semua elemen pemenangan itu, faktor-faktor kemenangan itu setelah kita hitung-hitung kira-kira ada 8, salah satunya adalah media/iklan. Kita akui itu pengaruhnya besar, tapi bagaimana cara mensiasatinya kalau kita tidak punya uang, iya kan. Kira-kira kasus PKS ini kan sama dengan lagu Rhoma Irama, apa artinya malam minggu bagi orang yang tidak mampu, mau ke pesta tidak punya uang, akhirnya nongkrong dipinggir jalan. Jadi kalau orang lain bikin pesta besar dalam gedung, kita tidak bisa sewa gedungnya, tidak bisa sewa artis untuk nyanyi yang bagus disitu, yang kita lakukan apa, kita bikin pesta dipinggir jalan dengan cara kita sendiri, kita sendiri yang nyanyi, kita bikin lagunya sendiri, kita joged sendiri suka-suka hati. Dan ternyata, Alhamdulillah pesta kampung dipinggir jalan ini, sedikit banyak lebih menarik dari pesta yang ada dalam gedung. Sehingga orang-orang yang tadinya ikut acara didalam gedung lama-lama satu per satu keluar dari gedung, ikut nongkrong pesta bersama kita dipinggir jalan. Itu cara mensiasati kemiskinan.


Dan Alhamdulillah, kita mengalami lompatan, bukan hanya pada lompatan suara, tapi pertama-tama lompatannya adalah pada jumlah kader. Nah, saudara sekalian, dari mana kita bisa menemukan ide kreatif begitu, kalau bukan karena tantangannya yang sangat berat. Kita semuanya dipicu, adrenalin kita terpicu karena kita tidak lolos ET, sehingga kita semuanya mencari, putar otak, cari akal bagaimana caranya bisa menang dengan uang yang sangat terbatas.Saya kira, ini persoalan antum juga di Gorontalo.


Ada semangat, tapi tidak punya uang. Nah, kita mesti memicu adrenalin kita dengan tantangan yang besar seperti itu, supaya kita bisa putar otak, bagaimana caranya kita menang. Dan ini persoalan PKS dari dulu sampai sekarang. Apalagi setelah kita menghadapi kasus ini. Saya dengar dari salah seorang menteri kita dalam suatu rapat, itu pernah mengatakan sekarang orang takut semua ketemu dengan kita. Takut keseret-seret katanya. Saya bilang, wajarlah. Karena uang dalam politik itu mengalir kepada prospek, siapa yang punya prospek kesitulah uang mengalir. Yang tidak punya prospek, biasanya uang tidak mengalir kesana. Nah, sekarang saya kira dalam situasi seperti ini, antum semuanya membaca survey-survey. Saya tadi sudah membaca hasil survey Gorontalo, dan surveynya menyedihkan, sangat menyedihkan. Cuma dapat 2,6 %. Sangat menyedihkan survey ini.Tapi itu juga angka nasional. Jadi bukan cuma Gorontalo yang menyedihkan, kita secara nasional juga sangat menyedihkan. Dan apa yang kita lakukan kalau kita membaca survey seperti itu ikhwah sekalian. Sekarang antum mulai menghitung tantangannya, sudah disurvey jelek, kita tidak punya uang pula. 


Apa yang kita lakukan? Saya bilang sama semua daerah yang sudah melakukan survey,survey itu jangan disembunyikan, dibuka kepada seluruh kader tanpa kecuali. Supaya semua orang tahu angka kita dalam survey jelek. Memang kenapa kalau jelek.Itu angka kita sendiri, dan jangan membela diri dengan mengatakan “wah, beriman kepada survey ini kan salah. Sebab survey itu bukan rukun iman” …Survey itu adalah produk ilmu pengetahuan. Dan islam menganjurkan kita semuanya berpengetahuan. Karena itu kata ilmu dalam AlQur`an terulang lebih dari 750 kali. Bahkan iman ini hanya menjadi kuat menjadi sah, kalau dia dilandaskan pada ilmu ..fa’lam annahu laa ilaaha illallah ..”ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah “ .. fa bada`a bil ilmi qoblal iman.. jadi “al Qur`an memulai dengan ilmu sebelum iman”. 


Walaupun tidak masuk didaftar rukun iman survey itu, tapi kita harus percaya dia sebagai produk pengetahuan. Tapi cara bacanyalah yang perlu kita pelajari. Cara membaca survey yang benar adalah ;


Pertama Memposisikan diri kepada survey. Yang tidak boleh kita lakukan adalah memposisikan diri kepada survey sebagai penonton, itu tidak boleh. Yang kedua, memposisikan kepada survey sebagai pengamat, itu juga tidak boleh. Kita harus memposisikan diri kepada survey sebagai pemain. Saya ulangi, sebagai pemain, bukan penonton dan juga bukan pengamat. Kalau antum biasanya melihat penonton orang main bola, ekspresi wajahnya itu mengikuti siapa grup yang dijagokan. Begitu grupnya kebobolan bola, wajahnya sedih, itu penonton. Begitu menang, dia tepuk tangan, itu penonton. Kalau pengamat, dia lihat arah bola, bisa ke kanan bisa ke kiri. Karena dia tidak punya interest. Tapi kalau kita pemain, pikiran kita itu cuma satu. Bagaimana caranya mencetak gol. 


Jadi kita membaca survey ini semuanya, dengan satu cara pandang, bagaimana caranya kita menemukan celah, untuk bisa menggiring bola ke gawang. Itu mindset pemain. Gawangnya adalah TPS, bolanya adalah pemilih. Ada untungnya, kita tahu survey ini sekarang. Karena survey ini adalah produk persepsi hari ini. Sehingga bentuk pertanyaannya, jika anda ada pemilihan hari ini…untungnya Pemilu 5 bulan lagi, masih ada waktu. Itu mindset pertama. Sekarang kita juga mungkin berpikir, di TV, di media kita sekarang tidak punya banyak frekuensi kemunculan. Apalagi sekarang ini, khususnya TV secara umum, sudah dimiliki oleh petinggi-petinggi parpol. Sehingga semua media digunakan untuk partainya sendiri-sendiri. Jadi kalau antum berpikir dalam kerangka itu, media sudah punya partai lain. Di survey kita jelek, kita pun tidak punya uang untuk itu. Pusing kita kan?..tapi sekarang, coba sekarang kita putar otak sebagai pemain. Dan kita masih punya satu keuntungan, karena pencoblosan tidak dilakukan di TV, pencoblosan adanya di TPS. Dan di TPS itu dalam jangkauan antum semuanya. Jadi jangan khawatir. Saya sudah menyaksikan berkali-kali, banyak orang yang punya TV, tapi partainya tidak dapat suara. Dan banyak partai yang tidak punya TV tapi partainya dapat suara. Kenapa, yang perlu kita tahu adalah realitas media dan realitas lapangan itu dua hal yang berbeda. Jadi sepanjang TPS ada dalam jangkauan antum semuanya, Insya Allah kita punya celah yang sama untuk menang. Jadi jangan bersedih. Yang penting mindsetnya yang kita perbaiki. Mindset kita adalah pelaku, mindset kita adalah pemain. Sehingga kita membaca survey ini dalam perspektif sebagai pelaku itu.


Kedua Kita harus punya mental juara. Jadi kalau kita main bola dua babak, dan babak pertama kita kebobolan tiga gol, jangan berpikir kita kalah, masih ada babak kedua. Dan kalau babak kedua kita belum cetak gol juga  pada menit-menit pertama,jangan khawatir, masih ada menit-menit sesudahnya. Kita baru benar-benar dinyatakan kalah, kalau pertandingan sudah selesai, dan kita kalah. Sepanjang belum ada pluit dari wasit bahwa pertandingan selesai, sepanjang itu kita punya harapan untuk mencetak gol. Jadi sekarang, mumpung pemilunya masih lama, masih ada waktu untuk mencetak gol. Kita mesti punya mental juara ini, yang tidak merasa kalah dimenit-menit pertama, walaupun tampak sudah kebobolan. Saya ingat dulu Rudi Hartono dalam salah satu pertandingan bulu tangkis, itu sudah 13 – 0, kalau tidak salah lawannya dari India, dia 0 lawannya sudah 13, tinggal 2 angka lagi lawannya menang. Tapi mental juara, perasaannya tidak terpengaruh. 2 itu angka yang mahal, dia terus main. Dan pelan-pelan mulai mencetak angka, 1, 2 dst naik sedikit-sedikit. Akhirnya dia memenangkan pertandingan itu diakhir. 


Saya punya keyakinan yang kuat, kalau kita punya mental juara seperti ini ikhwah sekalian, Insya Allah, kita akan  membuat hasil pertandingan itu menjadi sesuatu yang tidak bisa diduga-duga orang. Dan jauh lebih bagus ketika kita bertanding dalam keadaan orang-orang itu under estimate kepada kita, dibanding ketika orang over estimate kepada kita. Jadi kalau orang sekarang misalnya persepsinya tentang PKS ini jleb .. misalnya underdog.wah ini PKS pasti hancur. Angkanya sedikitlah, tidak akan banyak angkanya yang akan dia dapat nanti, tidak akan banyak kursinya. Malah ada satu partai bisik-bisik ke kita, dia bilang begini, ini PKS nanti maksimum 25 kursi untuk DPR RI, kita sudah buat simulasi. Ada lagi yang bilang, kita sudah bikin simulasi maksimum kursi PKS itu 28. Ini ikhwah, karena dikasih tahu begini, dia tanya saya ini bagaimana pendapat antum. Saya bilang..Bagus, sudah benar itu dia ngomong begitu kepada kita. Sudah bagus orang-orang itu bicara begitu kepada kita. Tapi, kita punya rencana sendiri,dan kitalah yang lebih tahu bagaimana caranya mencapai rencana itu. Kita yang lebih tahu.


Ikhwah sekalian, saya ingat pada tahun 2004, ketika saya jadi caleg di Jakarta, waktu itu Jakarta nomor 1-nya itu merah. Kita sudah membuat rencana pokoknya Jakarta kita harus nomor satu, tapi rencananya diam-diam. Saya membuat cara hitung kampung bagaimana cara dapat kursi maksimal di Jakarta dan tidak pakai survey waktu itu. Saya bikin sendiri hitungannya. Karena pikiran saya sederhana, gawangnya TPS bolanya pemilih. Jadi kader yang kita punya ini kita suruh bikin direct selling setiap hari dan setiap malam saya mendapatkan laporannya dari DPC dengan angka-angka. Tapi saya tidak memberi tahu Ketua-ketua DPC bagaimana cara saya menghitung, pokoknya saya cuma meminta laporan daftar closing setiap hari dari semua kader yang melakukan direct selling. Setiap malam saya kumpulkan angka-angka itu,secara diam-diam semua angka itu saya buat angka akumulasinya, setelah itu saya diskon 50 %, saya anggap laporan mereka ini 50 %-nya tidak benar. Saya diskon sendiri. Jadi 50 % ini angka nett, saya genjot mereka terus bikin program itu, walhasil, setelah saya diskon 50 %, angka nett ini ternyata hasilnya sudah dua kursi. Saya bilang, saya genjot lagi sedikit. Dan Alhamdulillah, begitu pencoblosan, di dapil saya dapat tiga kursi. Waktu itu pak Presiden Hidayat Nur Wahid di dapilnya beliau dapat dua kursi. Dan Alhamdulillah kita nomor satu di DKI. Tahun 2009 yang lalu, saya jadi caleg lagi di Makassar, dapil I. Saya Bugis,tapi dapil ini dapil Makassar. Saya tidak punya keluarga disitu, dan struktur pun juga lemah disitu. Bahkan ada satu kabupaten diwilayah itu yang KI-nya nol. Ada lagi satu kabupaten KI-nya Cuma satu, Ketua DPD. Ada lagi satu kabupaten KI-nya cuma 7. Kemudian banyak lembaga survey di SulSel bikin survey, sampai bulan Februari tahun 2009 atau 1 bulan setengah kurang dari hari pencoblosan, nama saya pun belum muncul di dalam survey. Sehingga ketua lembaga survey ini mempresentasikan di depan Wilda, sambil bicara begini, Pak Anis pasti tidak masuk, dan potong telinga saya kalau sampai benar-benar dia masuk. Saya dengar juga. Saya bilang, sudah benar dia ngomong begitu. Walhasil, angka saya yang paling tinggi di dapil itu, tapi kita tidak sampai meminta telinganya di potong.


Ikhwah sekalian, ini cara kerja diam-diam. Jadi saya waktu itu Ketua TPPN, dan memang tidak punya banyak waktu mengurus dapil itu, karena saya harus mengurus semua dapil. Apa yang saya lakukan ? Saya pertama kali turun sapu bersih wilayah itu, lihat saja, tidak ketemu siapa-siapa, cuma datang keliling, saya cuma lihat wilayah. Kalau istilah orang get the feeling. Cuma kita merasa-rasa saja wilayah itu. Feelingnya kayak apa kita diwilayah itu. Saya lihat baliho orang-orang, bikin baliho besar-besar. Langkah kedua, saya mulai ketemu dengan struktur dan ketemu dengan orang tapi tidak dalam acara, cuma ketemu-ketemu saja, lihat orang, suasana orang. Sambil melihat atribut calon-calon yang lain. Langkah ketiga, saya mulai testcase, bikin acara. Saya kumpulkan massa, saya ceramah politik. Waktu ceramah politik itu, saya melihat orang tidak punya respon apa-apa. Saya menyiapkan bahan visi misi yang luar biasa, tapi orang kok responnya tidak ada. Saya bilang coba kita testcase sekali lagi. Bikin acara isra` mi`raj atau maulid, saya lupa. Ternyata orang responnya luar biasa. Setelah itu, saya mulai bikin foto, sebelum bikin atribut. 


Coba cek ke lapangan, survey dulu ke lapangan. Saya bikin 4 foto, 1 foto pakai jas pakai dasi, 1 foto pakai jas tanpa dasi, 1 foto pakai baju koko pakai peci putih, 1 foto pakai batik. Tanya mereka, yang paling mereka suka yang mana. Jadi kalau turun, orang tidak suka ceramah politik. Yang mereka suka, ceramah agama. Karena jarang-jarang ada politisi yang bisa bicara agama. Tapi begitu kita kasih foto, ternyata yang mereka suka, yang pakai jas pakai dasi. Karena orang-orang disana pendidikannya rendah, jadi dia berharap pemimpinnya itu tampak lebih cerdas dari mereka. Anda perhatikan, mereka pendidikannya rendah, padahal mereka religius, kelompok yang dikenal daerah orangnya agamis. Kita kasih foto yang pakai baju koko pakai peci, mereka tidak suka. Tapi kalau turun ke lapangan, dia tidak suka kita pakai jas pakai dasi. Dia maunya kita pakai koko saja. Tapi kalau dikasih foto, dia maunya yang pakai jas pakai dasi. Oke, kalau begitu saya mulai mengerti. Pada kelompok masyarakat yang tidak terdidik, mereka mengharap pemimpinnya itu tampak cerdas, lebih cerdas dari mereka. Itu sebabnya, kenapa Habibie jadi Dewa di Sulawesi. Karena makhluk langka seperti ini, jarang-jarang kita punya. Jadi mereka senangnya yang begitu. Tapi waktu kita turun, dia tidak suka ceramah politik, kenapa? Dia tidak paham. Dia tidak suka kita bicara program. Begitu kita bicara agama dikaitkan sedikit dengan politik, baru dia suka. Dia tepuk tangan. Dia semangat. Akhirnya Alhamdulillah,karena cara seperti itu, semua permintaan datang dari masyarakat setelah itu hanya untuk ceramah agama. Saya ingat, disalah satu kabupaten, karena waktu sudah tidak ada, saya menyampaikan ceramah agama itu jam 2 pagi. Karena sudah tidak ada waktu, dan ini waktu yang tersedia tinggal begini, oke tidak apa-apa yang penting datang kesini. Dan orang kampung kumpul semuanya ditempat itu,mereka menyediakan makan, bikin pesta besar, orang kampung semua kumpul sambil merokok, tunggu saya jam 2 malam baru datang. 


Alhamdulillah, saya menang besar didaerah itu. Dan mereka bayar sendiri. Saya mau menyampaikan, ini persoalan masalah kreatifitas, cara kita bekerja, mindset sebagai pemain dan mental juara. Setelah itu saya mulai berpikir begini, saya tidak pasang baliho besar. Setelah saya lihat dijalanan baliho besar ini pertama penyakitnya gampang rusak, kedua butuh space yang besar, ketiga ongkosnya mahal. Bagaimana cara kerja kalau uang kita sedikit. Saya coba cari akal, bagaimana caranya..saya lihat-lihat..bentuk-bentuk potret zaman dulu, saya bikin banner kecil-kecil 1×60 lebarnya. Kecil-kecil. Ini ongkosnya murah, ongkosnya satu Rp 5000. Tapi saya cetak banyak. Dan dipasang, karena tidak bisa dipasang dipohon-pohon. Jadi setiap 100 meter dipasang satu, ongkosnya murah. Jadi kalau satu km cuma perlu 10, harganya cuma Rp 500.000. Kalau 100 km hitung berapa ongkosnya. Saya cetak banyak banner, dan seluruh kabupaten/kota di dapil itu setiap 100 meter ada banner saya. Tapi, ada saran dari ikhwah waktu itu kordapilnya, jangan pasang di bulan  November, Desember, Januari. Saya bilang kenapa? Itu musim hujan. Jadi nanti sampai musim pencoblosan, itu gambar sudah jelek. Benar juga. Jadi banner itu disimpan. Pada bulan Februari itu dipasang serentak disemua kabupaten/kota. Besok pagi orang bangun tidur, orang kaget, dan pertanyaan orang cuma satu; berapa banyak uangnya yang dia pakai. Karena itu cara kita mensiasati kemiskinan. Jadi ide ini dulu saya ambil dari kisah salah satu perang yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, yaitu perang mutah. Jadi ini pasukan jumlahnya cuma 3000 orang lawannya 200 ribu orang. 4 komandan pasukannya sudah syahid semuanya, Khalid bin Walid disuruh jadi pengganti. Waktu Khalid menjadi pengganti, dia berpikir kemenangan maksimum yang kita bisa dapat dalam pertempuran yang tidak seimbang ini adalah menyelamatkan nyawa yang tersisa. Cuma bagaimana caranya mundur tanpa disadari oleh lawan kalau kita mundur. Jadi dia bikin satu pola, namanya nizhamul qaradisy. Jadi pasukan ini, yang difront diganti-ganti, habis difront ini disuruh mundur, muncul lagi yang lainnya. Terus diganti seperti itu. Sehingga lawan itu  punya bayangan ini ada supply pasukan terus. Tidak berhenti, terus ada supply pasukan, wajah terus berganti-ganti, besok baru lagi, besok baru lagi. Mentalnya mulai turun,akhirnya yang tadinya agresif menyerang, jadi defensive, berhenti dulu. Ini ada supply pasukan, kita tidak bisa baca ini. Padahal pelan-pelan yang ini mulai mundur satu-satu, cuma yang didepan selalu ganti. Itu cara membuat jumlah yang kecil kelihatan banyak. Sekarang bagaimana cara kita membuat orang miskin tampak seperti sangat kaya. Jadi orang dulu berpikir, Pak Anis ini uangnya unlimited, top. Memang itu yang kita harapkan, pikiran itu yang kita inginkan dari orang. Dia tidak tahu berapa harga banner saya, kalau kita pasang baliho, kalau ukuran 2×3 kan mahal ongkosnya, ini harganya Rp 5000, kita cetak banyak, akhirnya kesan orang ini ada dimana-mana sampai di kampung-kampung, di gunung-gunung juga ada, padahal barangnya murah.


Ikhwah sekalian, itu adalah masalah mental juara. Satu lagi dari persoalan dengan mental juara ini adalah dalam cara kita membaca survey; yaitu perhatikan jangan lihat angka akhirnya dalam membaca survey….. Golkar dapat berapa, Hanura dapat berapa, PPP dapat berapa, PKS dapat berapa. Tidak, bukan begitu cara melihatnya. Bagaimana cara kita menemukan celah. Saya sudah mentrash semua survey yang ada, membacanya, dan kesimpulan saya kira-kira begini; pemilih di Indonesia ini 70 % sudah menetapkan pilihan, 30 % belum. Dari 70 % yang sudah menetapkan pilihan, kira-kira 50 %-nya itu masih bisa berubah. Jadi kalau kita gabung antara 30 % yang belum memilih dan 50 % dari 70 % yang masih mungkin berubah atau sekitar 35 % lagi, ada kira-kira 65 % pemilih yang belum menetapkan pilihan sampai sekarang atau masih mungkin berubah.  Sehingga, angka-angka survey ini,itu adalah angka flotaid, angka yang rapuh, gampang berubah-rubah. Sebab belum terjadi satu konsolidasi yang menggiring suara, seperti yang kita lihat di channel national geoghraphy, ikan-ikan itu rombongan, satu arah. Suara-suara pemilih ini masih acak, masih random, belum terkonsolidasi kepada satu titik. Artinya apa, tidak ada satu partai sekarang ini yang bisa dikatakan lebih menonjol dari pada yang lainnya dalam hal konsolidasi tadi. Yang terjadi ini adalah angka-angka biasa disebabkan oleh pengenalan masyarakat biasa seperti itu, tapi tidak terjadi penggiringan secara massif terhadap salah satu partai tertentu. Ini yang saya maksudkan dengan celah. Sehingga hasil survey yang ada di Gorontalo ini setelah saya baca tadi malam, dalam kesimpulan saya hanya mungkin Golkar yang relatif lebih kuat, agak permanen suaranya, karena factor masa lalu. Akumulatif seperti itu, tapi lainnya masih flotail semuanya walaupun ada diatas kita. Jadi benar kata Pemred Gorontalo Post tadi malam, asalkan PKS bekerja PKS pasti dapat kursi. Itu celahnya yang ada.

Jadi dengan demikian ikhwah sekalian, Survey yang tampak menakutkan ini sebenarnya justru membuka celah kepada kita semuanya. Celah kita menang disini. Dan biarkan orang berpendapat sesuai dengan survey ini, supaya orang underestimate dengan kita. Dan kalau orang underestimate dengan kita Insya Allah kita bisa jauh bekerja lebih bebas tanpa beban. Itu juga sebabnya mengapa kira-kira sejak bulan Juni yang lalu, kita melakukan perubahan strategi. Waktu kasus ini terjadi ikhwah sekalian pada akhir Januari, saya berpikir, saya menyelamatkan dulu hal-hal yang tidak boleh tidak diselamatkan. Karena itu kita langsung high profile diawal, dibulan Februari itu. Dan Alhamdulillah 3 minggu setelah kejadian itu, kita menang di Jawa Barat, 5 minggu kemudian kita menang lagi di Sumatera Utara. Dan setelah itu kita bikin acara Mukernas di Semarang, setelah itu konsolidasi di Istanbul untuk seluruh kader dari seluruh dunia. Dan saya pikir waktu itu, karena kita ingin mempertahankan moralitas kader, jadi kita semangat 45. Kita lawan semuanya, dan Alhamdulillah kita menang. Dan saya memberikan komentar atas kemenangan itu sebagai kemenangan di tengah badai. Ini kelihatannya kompetitor kita melihat, ini partai sudah di bom begini masih saja hidup. Akhirnya datanglah badai kedua, sejak bulan Mei keluarlah semua perempuan-perempuan cantik itu di media. Yang tadinya hanya muncul di TV berita seperti TV One dan Metro TV, akhirnya muncul di entertainment semuanya. Dan begitu muncul di entertainment, kita tahu yang disasar adalah kelompok ..kalau biasanya diTV itu marketnya adalah BCDE, kelompok masyarakat menengah bawah, khususnya ibu-ibu. Sehingga orang kita survey lagi, yang tadinya hanya ada 30 – 40 % yang mengenal kasus ini, setelah kita survey ulang, ternyata yang mengetahuinya sudah sampai 85 %, dan yang percaya PKS salah itu 70 %. Saya bilang, ini pintar benar yang melakukan serangan ini, dahsyat. Dahsyat yang melakukan serangan ini. Jadi kita mulai melakukan perubahan sedikit strategi. Bagaimana cara kita melakukan perubahan dalam strategi ini? Kita biarkan dulu ini berlalu sambil kita tarik napas.

Masih ada waktu, Insya Allah. Dan saya kira ikhwah sekalian, salah satu seni yang rumit dalam pengelolaan kampanye itu adalah karena kita harus mengkombinasikan kapan lari marathon, kapan lari sprint. Saya kira pada bulan Februari-Maret dan April kita lari sprint. Sehingga kita dislediting oleh orang lain, kita jatuh menjaga gawang. Sekarang kita sudah mengerti. Kita belajar lagi..belajar lagi…belajar lagi ….dan kita mulai bisa mengatur ritme. Saya bilang, biarkan ini sedikit berlalu dan kita mulai mengatur ritme ini pelan-pelan. Dan saya masih tetap yakin Insya Allah bahwa target-target yang kita buat Insya Allah bisa kita capai. Saya mengaudit semua dapil sekarang ini satu per satu, mengunjunginya, tanpa membawa rombongan media yang besar. Karena memang saya sengaja, supaya tidak terlalu menjadi berita besar, muncul dalam berita tapi tidak perlu jadi gelombang yang terlalu besar, seadanya saja. Itu dengan sengaja, supaya kita punya waktu mengaudit lapangan secara lebih detail. Dan setelah kita audit ikhwah sekalian, dari barat sampai ke timur semuanya kita audit, sekarang ini dapil-dapil kita bagi dua, dapil barat sama dapil timur. Dapil barat itu wilayah dakwah sumatera dan seluruh pulau jawa, wilayah dakwah jawa tengah, jawa timur, dan banjabar. Kemudian 4 wilda yang lainnya, termasuk wilda Sulawesi ada diwilayah timur. Dan sekarang kita buat zona dapil itu menjadi 3 dalam 2 zona besar tadi. Zona Barat dan Zona Timur. Didalam setiap zona ini kita bagi 3 dapil. Yang pertama; dapil existy artinya dapil yang sudah dapat suara dan tidak ada rencana pertambahan suara karena kondisinya,sudah dapat kursi DPR RI, tidak ada rencana pertambahan suara,kita cuma mempertahankan. Yang kedua; dapil new sheet, kursi-kursi baru. Gorontalo masuk disini. Yang ketiga; dapil expansi, dapil yang sudah dapat kursi dan punya potensi untuk mendapatkan tambahan kursi baru. Setelah kita hitung-hitung, kira-kira ada 54 dapil incumbent yang bisa bertahan, dan ada 20 dari sisa 23 dapil yang kita targetkan Insya Allah dapat kursi DPR RI, termasuk Gorontalo. Dan ada 10 dapil yang kita harapkan Insya Allah mendapatkan kursi tambahan, sudah dapat dan Insya Allah masih bisa dapat satu lagi kalau kita push. Jadi kira-kira setelah kita membuat hitungan-hitungan lapangan ini, kita tetap optimis Insya Allah, paling sedikit kita mempertahankan 57 kursi yang ada dan mudah-mudahan bisa menambah beberapa kursi lebih dari yang sudah kita dapat. Tapi kita diam-diam. Bekerja dalam diam, dalam sunyi yang panjang. Diam saja bekerja, tokh closingnya ada dilapangan bukan di media. Ini yang saya maksud kita lakukan anjudment Insya Allah, setelah saya keliling dan melihat kondisi elemen-elemen pemenangan pada kader itu semuanya, saya semakin percaya Insya Allah ini bisa kita menangkan.

Ikhwah sekalian, saya kira kita perlu mendapatkan inspirasi. Setelah melihat audit dapil-dapil ini, kita perlu mendapatkan satu inspirasi, bagaimana cara kita mengelola sisa waktu yang ada sekarang ini untuk bisa memenangkan target-target kita ini. Salah satu sumber inspirasi yang saya ulang-ulangi sekarang khususnya pada antum semuanya para caleg yang menjadi ujung tombak dari pemenangan ini, satu peristiwa dalam sejarah rasulullah SAW. Antum masih mengingat, kapan waktunya Rasulullah memberikan janji akan membebaskan Persia dan Romawi. Masih ingat? Dalam peristiwa apa Rasulullah menjanjikan pembebasan Persia dan Romawi ? Perang Khandaq !! Coba kita zoom ini perang khndaq lebih detail sedikit. Perang Khandaq ini adalah perang ke-3 terbesar setelah perang Badar dan Perang Uhud. Jumlah pasukan islam pada perang Badar itu 300 lawan 1000, waktu perang Uhud 1000 lawan 3000, waktu perang Khandaq 3000 lawan 10.000. Jadi perbandingannya selalu 1 lawan 3. Perhatikan. Tapi ada masalah dalam perang Khandaq ini, yaitu informasi rencana serangannya baru diperoleh oleh Rasulullah 6 hari sebelum hari H serangan. Sehingga relative tidak ada waktu untuk menggiring perang ini keluar kota. Perang Badar itu terjadi diluar Madinah. Kira-kira jauhnya dari Madinah 150-an meter. Perang Uhud itu masih dipinggir kota, daerah pegunungan dipinggiran Madinah. Dekat ke Madinah, tapi itu masih agak kepinggir. Tapi perang ini, karena waktunya terlalu singkat itu tidak bisa digiring ke luar Madinah. Persoalannya adalah pasukan sebesar 10.000 orang itu tidak bisa dibendung. Kalau mereka menyerbu seperti itu, terlalu besar untuk dibendung didalam kota. Dan bagaimana caranya menyelamatkan anak-anak, wanita dan orangtua. Kan itu persoalan. Maka Rasulullah musyawarah, muncullah usulan strategi, taktik itu tadi, menggali parit. Saya kira sampai disini antum semua tahu paritnya. Ada pertanyaan teknis. Kita ini orang-orang lapangan semuanya. Pertanyaan teknisnya adalah berapa luas paritnya, berapa dalamnya, dan berapa panjangnya parit digali. Parit ini dalamnya 3 meter, lebarnya sekitar 6 meter, supaya tidak bisa dilompati kuda, dan kalau kudanya jatuh tidak bisa naik lagi. Panjangnya itu setengah Kota Madinah. Masalahnya, secara teknis, waktu itu musim dingin. Musim paceklik juga, musim lapar. Antum pernah mendengarkan Rasulullah mengikat pinggangnya dengan 2 batu. Kejadiannya pada perang Khandaq itu tadi. Tapi, ikhwah sekalian, sisa waktu kerjanya masalahnya tinggal 6 hari. Antum Pemilu masih berapa lama? Masih 5 bulan. Ini sisa kerjanya cuma 6 hari. Jadi ditengah tantangan berat seperti itulah …dan siapapun yang pernah umrah..pernah ke Madinah tahu bagaimana kerasnya tanah di Madinah itu. Jadi tidak gampang menggali seluas itu. Itu sebabnya ada satu batu karang disitu yang tidak bisa dipecahkan oleh para sahabat, akhirnya Rasulullah yang turun tangan memecahkan karang itu. Pada setiap kali pukulan karang itu, Rasulullah mengatakan ..la tuftahanna ruum..la tuftahanna pursy..satu persatu negara itu yang akan dibebaskan itu disebutkan Rasulullah, padahal perang ini belum dimenangkan. Jadi kita belum memenangkan Pemilu 2014, tapi kita sudah mempunyai rencana kemenangan yang lebih besar dari pada sekedar kemenangan pemilu 2014.

Perhatikan ikhwah sekalian, itu sebabnya ikhwah sekalian, Allah SWT menyebutkan selalu bersamaan innama`al usri yusra….innama`al usri yusra…  tidak pernah kesulitan itu datang sendiri. Selalu ada pasangannya, pasangannya adalah kemudahan. Dan ada kaidah ushul fiqh yang mengatakan, al amru idza doqot tasho`, wa idza tasho` adho` -urusan itu kalau lapang menyempit, kalau menyempit lapang – ..orang-orang Gorontalo yang tinggal dikota disini, tidak boleh shalat jamak dan qashar, tapi kami yang datang dari Jakarta itu boleh shalat jamak dan qashar. Karena orang-orang yang diam di Gorontalo ini itu urusannya lapang, peraturannya jadi ketat. Kita, urusan kita sempit, peraturannya dilonggarkan. Jadi ikhwah sekalian, artinya apa..setiap kali ada tantangan besar seperti ini, Allah menyediakan dibaliknya itu ada rencana kemenangan. Jadi ini ada taqdir yang ingin diberlakukan Allah SWT kepada kita. Tapi taqdir kemenangan ini didahului oleh tantangan-tantangan berat dulu. Seperti sebelum fajar datang, antum harus melampaui gelapnya malam. Fajar itu tidak datang duluan. Kita mesti melewati malam dulu baru ketemu dengan fajar. Kita mesti melewati tantangan-tantangan ini dulu, baru Insya Allah, Allah memberikan kita kemenangan-kemenangan besar. Sehingga dari kisah khandaq ini, kita jadi percaya, bahwa Insya Allah semua kesulitan yang kita hadapi sekarang ini, adalah cara Allah SWT untuk mengangkat derajat kita lebih tinggi daripada yang kita duga.

Salah satu buktinya ikhwah sekalian; adalah ..kan begini…kalau daftar calegnya PKS untuk 2014 kan sudah jelas, antum semua sudah tahu kan? Tapi kalau daftar anggota dewan DPR RI, DPRD Provinsi 2014 antum sudah tahu belum ? Kira-kira ada partai gak yang tahu ? Tidak ada yang tahu kan. Tapi nama itu ada gak di lauhul mahfuzh? Sudah ada. Ada untungnya kita ini tidak sampai dapat bocoran dari lauhul mahfuzh. Sepanjang semua partai tidak dapat bocoran dari lauhul mahfuzh, tentang nama-nama yang ada dalam daftar itu tadi, semua boleh berharap siapa tahu nama kita yang ada disitu. Saya kira di Gorontalo ini kan ada cerita Bupati sudah menang, terus meninggal. Ada cerita itu disini? Nah sepupunya Pak Agus itu kan, sudah menang tidak jadi dilantik, karena namanya tidak ada dilauhul mahfuzh. Seperti pilkada walikota Gorontalo, nama walikota aslinya tidak ada dilauhul mahfuzh tahun-tahun ini. Itulah takdir. Sepanjang kita belum tahu takdir kita, kita harus mengejar takdir kita itu. Dan Allah SWT mengatakan ..Ana `inda husni dzonni abdi bii.. – saya selalu berada pada titik sangkaan baik hambaku – . 

Misalnya begini, kita bersangka baik kepada Allah bahwa nama kita ada dalam daftar itu. Tapi kalau sebenarnya di lauhul mahfuzh tidak ada, boleh gak kita berdoa ..Ya Allah kalau nama saya tidak ada tolong diadakan … Boleh dong. Kenapa? Rasulullah SAW mengatakan ..innad du`a wal qadr yatasaro`ani fiis sama`i… -sesungguhnya doa dan takdir itu berkelahi dilangit- .. Tokh taqdir pertama kita tidak tahu, perubahan taqdir kedua kita juga tidak tahu. Kita tidak tahu umur kita berapa, kita berdoa ..panjangkanlah umurnya ya Allah.. tapi umur kita yang sudah ditetapkan berapa?dan kalau ditambah berapa? Kita tidak tahu. Jadi kita semuanya punya hak untuk berdoa. Dan cara kita berdoa,supaya doa kita diterima, kata Allah SWT ..Wal `amalu shalihu yarfa`u .. – amal shalih yang mengangkat doa ke langit – . Jadi kalau antum terus menerus bekerja, bekerja keras, itu seperti jet, yang mendorong pesawat naik. Pesawatnya itu doa. Kalau jetnya ini mesinnya mesin besar, ada 4 mesinnya, ini terbangnya lebih tinggi. Jadi kalau amalnya banyak, yang mengangkat doa itu akan lebih banyak. Jadi misalnya, durasi kerja antum dari 24 jam satu hari, antum bekerja 15 jam sampai 18 jam satu hari, kemudian berdoa, masak tidak ada perubahan di lauhul mahfuzh. Jadi ikhwah sekalian, alasan untuk optimis ini terlalu banyak, terlalu banyak. Dan alasan-alasan inilah yang membuat saya secara pribadi dan saya kira kita semuanya akhirnya menjadi semakin yakin bahwa Insya Allah  kita akan menang mungkin lebih besar dari yang kita duga. Saya sampai sekarang punya keyakinan itu, karena itu saya keliling-keliling terus bertemu dengan ikhwah. Dan saya melihat, antara survey dengan kenyataan dilapangan, ada beberapa daerah yang disurvey kita ini merah, kursinya hilang. Setelah saya turun ke lapangan, tidak. Saya yakin ini Insya Allah dapat. Salah satunya misalnya di Sulawesi Tengah, disurvey itu hilang. Setelah saya turun ke lapangan, saya yakin Insya Allah dapat. Sama juga dengan Gorontalo ini, kalau melihat survey, kelihatannya tidak dapat kursi, karena nomor 7. Tapi feeling saya sebagai pelaku dilapangan, dan saya melihat wajah-wajah antum semuanya, melihat situasi dilapangan secara umum, by insting saja saya mengatakan, Insya Allah kita akan dapat. Saya yakin, Insya Allah.

Dan dengan demikian ikhwah sekalian, alasan untuk optimis inilah yang banyak, dan kita semuanya sekali lagi..bergerak dalam dua itu tadi. Kalau surveynya menakutkan, gunakan ketakutan itu sebagai energy, dan kalau surveynya menggembirakan… hati-hati. Yang justru tidak boleh itu, merasa aman. Sebab itu sangat berbahaya. Merasa aman itu membuat kita lengah. Ini misalnya di pilkada Kota Bogor. 3 hari sebelum pencoblosan, kita sudah menang dalam survey. Malam pencoblosannya, saya datang ke Bogor bersama pak Sekjend, ketemu dengan kandidatnya, ketemu dengan DPD-nya, ketemu dengan Gubernurnya. Kita bikin check list satu persatu persiapan untuk pencoblosan besok. Saya tanya ikhwah semuanya,aman..Insya Allah..satu persatu. Semuanya sudah aman. Besoknya, hasil pencoblosannya, kita kalah. Saya tanya lagi ikhwah disana, kenapa bisa beda dengan survey yang kemarin. Dia bilang, justru inilah yang kita tidak antisipasi. Karena mereka merasa aman di KPUD, sehingga kecurangan yang tidak terantisipasi itu lolos masuk kesitu. Mereka menang di 4 kecamatan dari 6. Dan hanya kalah di 2 kecamatan, tetapi dari 2 kecamatan itu menciptakan selisih, karena mereka meremehkan 2 kecamatan itu. Jadi pelajaran pentingnya adalah merasa aman itu yang tidak boleh, justru khawatir itu bagus. Jadi survey yang sekarang ini ada, ini menciptakan kecemasan, dan kecemasan itu adalah sumber energy yang akan membuat kita bekerja lebih keras dari pada sebelumnya. Sama seperti ikhwah di Ternate, mudah-mudahan ini menang Insya Allah. Mereka underestimate dengan lawan dari awal. Dari semua survey, mereka sudah 38 %, tahu-tahunya begitu pencoblosan mereka cuma dapat 20 koma, ada orang lain harus naik untuk putaran kedua. Di putaran kedua ini, dipicu oleh kecemasan dan ketakutan , mereka bekerja keras. Sampai saat ini dari 85 % masuk, mereka sudah unggul 3 %. 51 % lawan 48 %, belum final. Tetapi saya hanya ingin menjelaskan bagaimana ketakutan dan kecemasan itu membuat kita orang bekerja lebih keras. Jadi ikhwah sekalian, kita manfaatkan ini. Semua kecemasan kita untuk bekerja lebih keras, dan karena kita punya seabreg alas an untuk tetap optimis. Kita simpan optimisme kita diam-diam dalam hati, tidak usah umbar keluar. Kita diam-diam kita kerja. Insya Allah, mudah-mudahan diakhirnya nanti kita menciptakan hasil yang tidak diduga-duga. Itu juga sebabnya antum akan sering mendengar pernyataan saya di TV dan di media bahwa mencapai target 3 besar ini adalah mission imposible. Saya akan terus menerus mengulang-ulangi ini pada media untuk membuat orang senang saja. Tapi diam-diam kita merencanakan kemenangan diluar dari pada yang kita duga dan kemenangan diluar yang diduga-duga oleh orang lain.

Tapi saya ingin Tanya antum semuanya; antum yakin kita bisa menang di Gorontalo ? YAKIN?!! YAKIN?!!YAKIN !!?? ALLAHU AKBAR !!!

Wassalam`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.

 

 

 

Sumber : Facebook Artati Sansumardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here