Saat sedang mengerjakan Sholat sebetulnya secara formal seseorang sedang berada dihadapan Allah ta'ala, oleh karenanya menghadirkan hati (baca: khusyu') pada saat prosesi sholat adalah sebuah keharusan. Berbagai persoalan dan aktifitas hidup seseorang biasanya terbawa saat dirinya sedang mengerjakan Sholat, hal itu dikarenakan dirinya tidak dapat memisahkan moode antara Sholat dengan aktifitas hidupnya. Padahal kedua hal tersebut mestinya harus dipisahkan, sehingga saat dirinya Sholat yang difikirkan adalah penyembahan terhadap Allah ta'ala. Oleh karenanya Rasulullah dan para Shahabat saat mengerjakan Sholat berurai air mata hingga air matanya membasahi janggut mereka karena begitu takutnya terhadap Allah ta'ala, bahkan tidak jarang diantara mereka menjadi pucat pasi saat hendak mengerjakan Sholat karena mereka merasa akan menghadap Allah Subhanahu wata'ala.
Mengerjakan Sholat dengan khusyu' merupakan inti dan ruhnya shalat, sholat bukanlah sekedar berdiri menghadap kiblat dengan pakaian menutup aurat dan gerakan-gerakan Sholat lainnya, dibutuhkan hadirnya hati saat mengerjakannya atau dengan kata lain khusyu'. Ia menentukan kesempurnaan pahalanya. Maka jika tidak ada kekhusyu'an atau berkurang sebagiannya, maka berkurang pula pahala shalat. Oleh karenanya, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperingatkan persoalan ini dalam sebuah hadits shahih:
"Sesungguhnya seorang hamba selesai dari shalatnya dan dia tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, atau setengahnya." (Muyskil al-Atsar milik Al-Thahawi. Abu Dawud meriwayatkan yang serupa dalam Sunannya yang dihassankan Syaikh Al-Albani)
Para ulama menjelaskan maknanya, seseorang selesai dari mengerjakan shalat dan tidak mendapatkan pahala dari shalatnya tersebut kecuali sepersepuluh pahalanya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya dan seterusnya. Ini memberikan makna, sulit sekali untuk mendapatkan kekhusyu-an. Maka wajarlah jika Allah menyifati orang-orang beriman yang mendapatkan keberuntungan adalah mereka yang khusyu' dalam shalatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya." (QS. Al-Mukminun: 1-2)
Para ulama telah menjelaskan kiat-kiat agar khusyu' dalam shalat; apa saja yang bisa membantu hadirnya kekhusyu-an dan apa saja yang bisa menghilangkan dan melemahkannya.
Di antara sebab utama seseorang kehilangan kekhusyu-an dalam shalatnya, yaitu hati sibuk dengan memikirkan urusan selain shalat saat mengerjakan shalat. Padahal saat memulai shalat ia diingatkan dengan zikir yang paling agung, yaitu Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Ini seolah-olah –wallahu a'lam- ia diingatkan bahwa di sana tidak ada urusan yang lebih penting dan lebih besar dari Allah Ta'ala. Selain-Nya adalah kecil dan harus dikalahkan dengan urusan yang sedang ditekuninya ini, yakni munajat kepada Allah.
Allahu Akbar dibaca pada takbir pembuka shalat (takbiratul ihram) dan diulang-ulang pada setiap perpindahan dari satu rukun kepada rukun berikutnya -kecuali bangkit dari ruku'- untuk mengingatkan orang yang shalat tadi, bahwa urusan dengan Allah adalah urusan paling besar dan paling penting dari setiap sesuatu dilihatnya, didengarnya, disukainya dari urusan dunia. Maka jika seorang yang sedang shalat hatinya berpaling kepada urusan-urusan tadi maka ia telah dilalaikan dari shalatnya dan khusyu' di dalamnya. Maka saat seseorang lalai atau hatinya berpaling kepada selain shalat ia diingatkan dengan kalimat ini, Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Sehingga merenungi zikir ini sangatlah penting.
Dari sini juga menuntut agar seseorang memahami betul apa ucapan dan gerakannya saat shalat. Ia harus memahami dan merenungi setiap bacaan, zikir, dan doanya. Hatinya harus hadir bermunajat langsung dengan Allah Ta'ala seolah-olah ia melihat-Nya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat ia bermunajat kepada Rabb-nya. Wallahu Ta'ala A'lam.(Abu Nida)
Mengerjakan Sholat dengan khusyu' merupakan inti dan ruhnya shalat, sholat bukanlah sekedar berdiri menghadap kiblat dengan pakaian menutup aurat dan gerakan-gerakan Sholat lainnya, dibutuhkan hadirnya hati saat mengerjakannya atau dengan kata lain khusyu'. Ia menentukan kesempurnaan pahalanya. Maka jika tidak ada kekhusyu'an atau berkurang sebagiannya, maka berkurang pula pahala shalat. Oleh karenanya, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperingatkan persoalan ini dalam sebuah hadits shahih:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلاتِهِ , وَمَا كُتِبَ لَهُ مِنْهَا إِلا عُشْرُهَا ، أَوْ تُسْعُهَا ، أَوْ ثُمْنُهَا ، أَوْ سُبْعُهَا ، أَوْ سُدْسُهَا ، أَوْ خُمْسُهَا ، أَوْ رُبْعُهَا ، أَوْ ثُلُثُهَا ، أَوْ نِصْفُهَا
"Sesungguhnya seorang hamba selesai dari shalatnya dan dia tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, atau setengahnya." (Muyskil al-Atsar milik Al-Thahawi. Abu Dawud meriwayatkan yang serupa dalam Sunannya yang dihassankan Syaikh Al-Albani)
Para ulama menjelaskan maknanya, seseorang selesai dari mengerjakan shalat dan tidak mendapatkan pahala dari shalatnya tersebut kecuali sepersepuluh pahalanya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya dan seterusnya. Ini memberikan makna, sulit sekali untuk mendapatkan kekhusyu-an. Maka wajarlah jika Allah menyifati orang-orang beriman yang mendapatkan keberuntungan adalah mereka yang khusyu' dalam shalatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Para ulama telah menjelaskan kiat-kiat agar khusyu' dalam shalat; apa saja yang bisa membantu hadirnya kekhusyu-an dan apa saja yang bisa menghilangkan dan melemahkannya.
Di antara sebab utama seseorang kehilangan kekhusyu-an dalam shalatnya, yaitu hati sibuk dengan memikirkan urusan selain shalat saat mengerjakan shalat. Padahal saat memulai shalat ia diingatkan dengan zikir yang paling agung, yaitu Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Ini seolah-olah –wallahu a'lam- ia diingatkan bahwa di sana tidak ada urusan yang lebih penting dan lebih besar dari Allah Ta'ala. Selain-Nya adalah kecil dan harus dikalahkan dengan urusan yang sedang ditekuninya ini, yakni munajat kepada Allah.
Allahu Akbar dibaca pada takbir pembuka shalat (takbiratul ihram) dan diulang-ulang pada setiap perpindahan dari satu rukun kepada rukun berikutnya -kecuali bangkit dari ruku'- untuk mengingatkan orang yang shalat tadi, bahwa urusan dengan Allah adalah urusan paling besar dan paling penting dari setiap sesuatu dilihatnya, didengarnya, disukainya dari urusan dunia. Maka jika seorang yang sedang shalat hatinya berpaling kepada urusan-urusan tadi maka ia telah dilalaikan dari shalatnya dan khusyu' di dalamnya. Maka saat seseorang lalai atau hatinya berpaling kepada selain shalat ia diingatkan dengan kalimat ini, Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Sehingga merenungi zikir ini sangatlah penting.
Dari sini juga menuntut agar seseorang memahami betul apa ucapan dan gerakannya saat shalat. Ia harus memahami dan merenungi setiap bacaan, zikir, dan doanya. Hatinya harus hadir bermunajat langsung dengan Allah Ta'ala seolah-olah ia melihat-Nya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat ia bermunajat kepada Rabb-nya. Wallahu Ta'ala A'lam.(Abu Nida)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar