Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku sudah capek dengan semua masalah yang dihadapinya belakangan ini. Dia mengaku sangat siap untuk meninggalkan jabatan sebagai Wali Kota Surabaya. »Aku wes siap kok, gak ono sing tak gandoli (Aku sudah siap, tidak ada yang saya pertahankan),” kata Risma kepada Tempo di ruang kerjanya, Rabu sore, 12 Februari 2014.
Risma tak asal bicara. Tiba-tiba dia mengajak Tempo melihat lemari di kamar peristirahatan di ruang kerja Wali Kota Surabaya. Lemari yang biasanya menyimpan berbagai baju dinas dan baju gantinya itu kosong. Yang tersisa hanya sehelai baju dinas berwarna hitam dan tas kecil berisi mukena. »Sudah aku ringkesi semua. Enggak ada lagi barang-barangku di sini.”
Click here...
Ditanya apakah dia tidak memikirkan masyarakat Kota Surabaya, Risma terlihat gundah. »Warga miskin yang aku pikirin. Tapi aku kan juga manusia. Aku sudah berikan semuanya,” katanya sembari menahan air matanya yang nyaris jatuh.
Risma juga tak bersedia berjanji tidak akan mundur dari jabatannya. »Apa yang aku cari? Capek ngurusi orang-orang kayak gitu. Mikirnya cuma fitnah, menang-menangan, sikut-sikutan.”
Menjadi seorang Wali Kota Surabaya sebenarnya bukan pilihan perempuan 52 tahun itu. Risma mengaku dipaksa untuk tetap maju menjadi orang nomor satu di Surabaya. Namun ia kini tertekan oleh sejumlah kekuatan politik. Seperti dilansir majalah Tempo edisi #Save Risma, salah satu tekanan justru datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusungnya sebagai calon Wali Kota Surabaya tiga tahun silam.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Risma tak asal bicara. Tiba-tiba dia mengajak Tempo melihat lemari di kamar peristirahatan di ruang kerja Wali Kota Surabaya. Lemari yang biasanya menyimpan berbagai baju dinas dan baju gantinya itu kosong. Yang tersisa hanya sehelai baju dinas berwarna hitam dan tas kecil berisi mukena. »Sudah aku ringkesi semua. Enggak ada lagi barang-barangku di sini.”
Click here...
Ditanya apakah dia tidak memikirkan masyarakat Kota Surabaya, Risma terlihat gundah. »Warga miskin yang aku pikirin. Tapi aku kan juga manusia. Aku sudah berikan semuanya,” katanya sembari menahan air matanya yang nyaris jatuh.
Risma juga tak bersedia berjanji tidak akan mundur dari jabatannya. »Apa yang aku cari? Capek ngurusi orang-orang kayak gitu. Mikirnya cuma fitnah, menang-menangan, sikut-sikutan.”
Menjadi seorang Wali Kota Surabaya sebenarnya bukan pilihan perempuan 52 tahun itu. Risma mengaku dipaksa untuk tetap maju menjadi orang nomor satu di Surabaya. Namun ia kini tertekan oleh sejumlah kekuatan politik. Seperti dilansir majalah Tempo edisi #Save Risma, salah satu tekanan justru datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusungnya sebagai calon Wali Kota Surabaya tiga tahun silam.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar