" Sudah bersyukurkah kita hari ini? Rasulullah kerap menanyakan perkara ini kepada para sahabat. “Bagaimana kabarmu wahai Fulan? Kemudian dijawab, “Aku memuji Allah subhanahu wata’ala.” Rasulullah lalu bersabda, “Inilah yang aku inginkan darimu…”
(HR. Thabrani dishahihkan oleh Al-Albani).
Suasana selalu bersyukur. Inilah yang selalu diinginkan Rasulullah. Tak ada seharipun yang luput dari mensyukuri karunia Allah ta’ala. Kebiasaan ini dilakukan pula oleh para sahabat. Setiap kali mereka bertemu, selalu saja mereka bertanya tentang kabar keimanan mereka. Padahal, sungguh intensitas mereka berjumpa sangatlah tinggi. Namun, tetap saja mereka bertanya soal kabar keimanan. Adalah Ibnu Umar yang bertutur, “Kami bisa saja berulangkali bertemu dalam satu hari, tapi satu sama lain di antara kami tetap saling bertanya kabar. Kami tidak ingin kecuali agar saudara kami memuji Allah ta’ala.”
Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan, “Syukur itu mengakui nikmat dan melakukan pengabdian pada yang memberi nikmat.” Di sinilah muara kesyukuran itu bermula: kesadaran akan karunia Allah ta’ala. Sayang, diri ini teramat angkuh di hadapan Allah. Ada banyak nikmat yang Allah berikan, tapi selalu kita anggap kecil dan sederhana. Ada banyak kemudahan yang Allah berikan, tapi rupanya iman kita teramat rapuh untuk mengenalinya. Ada banyak kesehatan yang Allah karuniakan pada kita, tapi jarang sekali kita sadari sebagai kenikmatan hidup.
Allah sehatkan lisan kita, tapi kita jauhkan ia dari banyak berdzikir kepada-Nya. Allah jaga mata kita, tapi teramat sering ia kita gunakan untuk melihat yang tidak perlu. Jarang pula kita gunakan mata itu untuk membaca ayat-ayat Allah. Allah kuatkan kaki kita, tapi kita lemahkan ia untuk memenuhi panggilan-Nya ke masjid. Teramat banyak nikmat yang kita abaikan, teramat sedikit ketaatan yang kita lakukan. “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.” (Qs.14:34). Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Inilah pertanyaan Allah dalam surah Ar-Rahman yang selalu diulang-ulang. Berkali-kali.
Rasa-rasanya kita teramat layak untuk selalu berdoa. “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan untuk mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai…” (Qs. An-Naml [27:19).
Hari ini, marilah kita sadari, dengan kesadaran keimanan, limpahan nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Kita perbanyak mengucap ‘alhamdulillah” dengan hati yang ikhlas, lalu kita berusaha meningkatkan ketaatan pada Allah ta’ala. Ya, kita ucapkan 'alhamdulillah' dengan ikhlas dan penuh kesadaran, tidak untuk kita jadikan bahan selorohan ala artis. Sama sekali tidak.
Saya bayangkan, Rasulullah yang berkata lirih, “Inilah yang aku inginkan darimu…”
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
(HR. Thabrani dishahihkan oleh Al-Albani).
Suasana selalu bersyukur. Inilah yang selalu diinginkan Rasulullah. Tak ada seharipun yang luput dari mensyukuri karunia Allah ta’ala. Kebiasaan ini dilakukan pula oleh para sahabat. Setiap kali mereka bertemu, selalu saja mereka bertanya tentang kabar keimanan mereka. Padahal, sungguh intensitas mereka berjumpa sangatlah tinggi. Namun, tetap saja mereka bertanya soal kabar keimanan. Adalah Ibnu Umar yang bertutur, “Kami bisa saja berulangkali bertemu dalam satu hari, tapi satu sama lain di antara kami tetap saling bertanya kabar. Kami tidak ingin kecuali agar saudara kami memuji Allah ta’ala.”
Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan, “Syukur itu mengakui nikmat dan melakukan pengabdian pada yang memberi nikmat.” Di sinilah muara kesyukuran itu bermula: kesadaran akan karunia Allah ta’ala. Sayang, diri ini teramat angkuh di hadapan Allah. Ada banyak nikmat yang Allah berikan, tapi selalu kita anggap kecil dan sederhana. Ada banyak kemudahan yang Allah berikan, tapi rupanya iman kita teramat rapuh untuk mengenalinya. Ada banyak kesehatan yang Allah karuniakan pada kita, tapi jarang sekali kita sadari sebagai kenikmatan hidup.
Allah sehatkan lisan kita, tapi kita jauhkan ia dari banyak berdzikir kepada-Nya. Allah jaga mata kita, tapi teramat sering ia kita gunakan untuk melihat yang tidak perlu. Jarang pula kita gunakan mata itu untuk membaca ayat-ayat Allah. Allah kuatkan kaki kita, tapi kita lemahkan ia untuk memenuhi panggilan-Nya ke masjid. Teramat banyak nikmat yang kita abaikan, teramat sedikit ketaatan yang kita lakukan. “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.” (Qs.14:34). Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Inilah pertanyaan Allah dalam surah Ar-Rahman yang selalu diulang-ulang. Berkali-kali.
Rasa-rasanya kita teramat layak untuk selalu berdoa. “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan untuk mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai…” (Qs. An-Naml [27:19).
Hari ini, marilah kita sadari, dengan kesadaran keimanan, limpahan nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Kita perbanyak mengucap ‘alhamdulillah” dengan hati yang ikhlas, lalu kita berusaha meningkatkan ketaatan pada Allah ta’ala. Ya, kita ucapkan 'alhamdulillah' dengan ikhlas dan penuh kesadaran, tidak untuk kita jadikan bahan selorohan ala artis. Sama sekali tidak.
Saya bayangkan, Rasulullah yang berkata lirih, “Inilah yang aku inginkan darimu…”
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar