Saat akan merantau dari Pati, Jawa Tengah ke Yogyakarta sekitar tahun 1985, Ma Xing Ping yang sekarang bernama Muhammad dipesan ayahnya boleh pindah agama apa saja, kecuali Islam. Sebab selama ini Islam dalam konotasi ayahnya adalah agamanya yang identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Kemiskinan ditandai dengan banyaknya pengemis yang ada di perempatan-perempatan jalan, sandal banyak yang hilang ketika shalat di masjid-masjid. Sehingga ayahnya khawatir, jika Ma Xing Ping atau Muhammad masuk Islam akan menjadi orang miskin.
Namun pesan ayahnya tersebut justru memicu keingintahuan Muhammad terhadap Islam. Ketika kuliah di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta -- yang saat ini telah berubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) -- memberanikan diri untuk belajar Agama Islam.
Keinginannya dipicu oleh ceramah yang disampaikan dai sejuta umat almarhum Zainuddin MZ yang didengarnya melalui radio setiap pagi. Ia kagum pada gaya bahasa dan retorika almarhum sangat pas dalam menyampaikan dakwahnya.
Kemudian ada rasa tertarik untuk membaca Alquran. Pertama membaca Alquran terjemahan Departemen (kini Kementerian) Agama. Ia membaca Surat Al Ikhlas. Dari surat yang memurnikan Ke-Esa-an Allah SWT, keimanan Muhammad semakin bertambah.
Untuk lebih menyakinkan diri, ia melakukan kontemplasi atau menyendiri sambil merenung di sebuah tempat pada malam Jumat sebanyak tiga kali. Tepatnya, bulan September 1986. Sebelum melakukan kontemplasi, hari Kamis-nya berpuasa.
****
Pada malam Jumat pertama, dalam ia melihat ada sinar yang jatuh dari langit dan mengenai dadanya. Muhammad terpental sejauh satu meter dari tempat duduknya akibat terterjang sinar. Dalam peristiwa ini Muhammad dalam keadaan sadar sehingga membuatnya penasaran.
Kemudian malam Jumat pekan kedua, ia melakukan lagi kontemplasi dan diawali dengan berpuasa. Kali ini ia mendapat pengalaman dirinya seperti melayang dari tempat duduk setinggi satu meter. Ia merasakan melayang dan turun lagi kurang lebih 3-5 menit. Peristiwa ini membuat Muhammad semakin penasaran.
Pada pekan ketiga bulan September 1986, Muhammad kembali melakukan kontemplasi yang juga diawali dengan puasa. Posisi tidak duduk, tetapi berbaring. Di depannya ada api yang membara dan di dalam api itu ada orang yang terbakar dan ada yang tinggal tulang belulang. Ia berfikir apakah ini yang disebut neraka.
Setelah mengalami tiga peristiwa tersebut, Muhammad semakin mantap untuk masuk Islam. Kemudian ia datang ke gurunya, Widodo yang juga suami salah satu dosennya.
“Guru saya itu bukan ustad, tetapi ilmu agamanya luar biasa. Sebab ketika datang ke rumahnya dan saya belum cerita, beliau langsung berkata, ya, sudah kamu saya Islam-kan dan sekaligus memberi nama saya Muhammad,” kata Muhammad, Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Yogyakarta kepada //Republika// di ruang kerjanya Rabu (24/7).
Sebelumnya berganti nama Muhammad nama pemberian orang tua adalah Ma Xing Ping beragama Katolik. Ma menunjukkan keluarga Cheng Hoo, sedang Xing Ping adalah sahabat Cheng Hoo yang ahli Kungfu. Ma adalah juga nama marga Islam di Cina. “Proses saya masuk Islam cepat sekali,” kata Muhammad yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DMI DIY).
Kemudian kepada Widodo, ia belajar untuk memperdalam agama Islam termasuk belajar membaca huruf hijaiyah. Ia juga ingin membuktikan apakah pernyataan bapaknya benar atau tidak.
“Ternyata selama belajar tentang agama Islam, tidak ada ajaran yang mendorong umatnya untuk miskin. Sebab rukun Islam yang lima itu semuanya bersinggungan dengan harta,” kata Muhammad yang beasal dari Desa Widorokandang, Pati, Jawa Tengah.
****
Saat ayahnya mendengar kabar jika Ma Xing Ping memeluk agama Islam sangat marah. Ketika pulang ke Pati, Ma Xing Ping dipanggil ayahnya.
“Sini mana tanganmu, letakan di meja. Langsung jari tengah tangan kiri saya dipukul palu besi, dan cacat seperti ini,” kata Muhammad sambil menunjukkan jari tengahnya.
Bukan hanya mendapat pukulan palu besi, tetapi uang kuliah dan makan tidak diberikan lagi. Ia sempat shock. “Tetapi itu risiko yang harus saya hadapi. Dan dari situlah kreativitas muncul agar tetap bisa makan dan kuliah selesai,” katanya.
Karena tidak memiliki uang, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, terpaksa ia mengutang kepada warung langganannya. Tetapi lama kelamaan hutangnya semakin banyak.
Kemudian Muhammad mencoba mencari uang dengan menulis artikel. Tahun 1986, ia mencoba menulis artikel dan memasukkan ke majalah kampus. Tulisannya dimuat dan mendapatkan honor Rp 100 ribu dan dipotong pajak 15 persen sehingga dapatnya Rp 85 ribu.
“Waktu itu uang sebesar itu cukup banyak dan bisa digunakan untuk membayar utang dan masih ada sisa,” kata bapak dua anak ini.
Kemudian untuk mendapatkan uang berikutnya, ia meminta pekerjaan kepada dosennya untuk mengetikkan makalah-makalah dengan mesin ketik manual. Ternyata ada banyak makalah yang harus diketikan. Ia berusaha mengerjakannya secepat mungkin, dengan harapan bisa segera mendapat uang.
“Banyaknya naskah yang harus diketik ini, saya kadang tidur sehari hanya dua jam,” katanya.
****
Ternyata kebiasaan mengetik makalah ini membuat Muhammad memiliki kemampuan menulis. Sejak tahun 1997 sudah ada 65 buku yang dihasilkan tentang Ekonomi Islam, Perbankan Syariah, dan Keuangan Syariah.
Muhammad yang kuliah di jurusan pengembangan kurikulum lulus pada tahun 1990. Namun lima tahun kemudian tidak segera mendapat pekerjaan. Tahun 1995, kemudian mengikuti shortcourse perbankan syariah dan diterima sebagai dosen di tempat kursus.
Kemudian tahun 1996 baru mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Yogyakarta dan diberi amanah sebagai ketuanya. Dalam perkembangannya, STIS menjadi STEI Yogyakarta.
Tampaknya, Muhammad sangat enjoy dengan pekerjaannya karena berhubungan dengan ekonomi Islam. Bahkan ia berobsesi bahwa orang Islam tidak boleh miskin agar bisa memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Pekerjaan ini mendorong Muhammad untuk terus belajar ekonomi syariah dan mempraktikannya dengan ikut mendirikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). “Ini untuk kiprah antara teoritik dan empirik. Tetapi intinya orang Islam harus bekerja keras agar tidak miskin,” katanya.
****
Saat ini ekonomi Muhammad tergolong sudah mapan. Bahkan di antara enam sarudaranya ia merupakan yang paling berhasil di bidang ekonomi. Meski demikian, Muhammad tetap menghormati orang tuanya.
Empat tahun setelah masuk Islam, Muhammad menengok orang tuanya yang sedang sakit di Pati. “Ketika datang, saya sempat diusir. Kemudian saya katakan, meskipun bapak ibu bukan satu agama dengan saya, bapak adalah tetap bapak saya. Persoalan agama masalah lain. Tugas saya sebagai anak adalah merawat bapak dengan baik. Bapak saya menjawab begitu to ajarannya. Kemudian bapak minta di-Islam-kan. Dan setahun kemudian ibu saya masuk Islam. Sebelumnya, bapak Katolik dan ibu Kong Hu Cu, dan kini mereka sudah almarhum,” katanya.
Sumber: Republika
Kemiskinan ditandai dengan banyaknya pengemis yang ada di perempatan-perempatan jalan, sandal banyak yang hilang ketika shalat di masjid-masjid. Sehingga ayahnya khawatir, jika Ma Xing Ping atau Muhammad masuk Islam akan menjadi orang miskin.
Namun pesan ayahnya tersebut justru memicu keingintahuan Muhammad terhadap Islam. Ketika kuliah di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta -- yang saat ini telah berubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) -- memberanikan diri untuk belajar Agama Islam.
Keinginannya dipicu oleh ceramah yang disampaikan dai sejuta umat almarhum Zainuddin MZ yang didengarnya melalui radio setiap pagi. Ia kagum pada gaya bahasa dan retorika almarhum sangat pas dalam menyampaikan dakwahnya.
Kemudian ada rasa tertarik untuk membaca Alquran. Pertama membaca Alquran terjemahan Departemen (kini Kementerian) Agama. Ia membaca Surat Al Ikhlas. Dari surat yang memurnikan Ke-Esa-an Allah SWT, keimanan Muhammad semakin bertambah.
Untuk lebih menyakinkan diri, ia melakukan kontemplasi atau menyendiri sambil merenung di sebuah tempat pada malam Jumat sebanyak tiga kali. Tepatnya, bulan September 1986. Sebelum melakukan kontemplasi, hari Kamis-nya berpuasa.
****
Pada malam Jumat pertama, dalam ia melihat ada sinar yang jatuh dari langit dan mengenai dadanya. Muhammad terpental sejauh satu meter dari tempat duduknya akibat terterjang sinar. Dalam peristiwa ini Muhammad dalam keadaan sadar sehingga membuatnya penasaran.
Kemudian malam Jumat pekan kedua, ia melakukan lagi kontemplasi dan diawali dengan berpuasa. Kali ini ia mendapat pengalaman dirinya seperti melayang dari tempat duduk setinggi satu meter. Ia merasakan melayang dan turun lagi kurang lebih 3-5 menit. Peristiwa ini membuat Muhammad semakin penasaran.
Pada pekan ketiga bulan September 1986, Muhammad kembali melakukan kontemplasi yang juga diawali dengan puasa. Posisi tidak duduk, tetapi berbaring. Di depannya ada api yang membara dan di dalam api itu ada orang yang terbakar dan ada yang tinggal tulang belulang. Ia berfikir apakah ini yang disebut neraka.
Setelah mengalami tiga peristiwa tersebut, Muhammad semakin mantap untuk masuk Islam. Kemudian ia datang ke gurunya, Widodo yang juga suami salah satu dosennya.
“Guru saya itu bukan ustad, tetapi ilmu agamanya luar biasa. Sebab ketika datang ke rumahnya dan saya belum cerita, beliau langsung berkata, ya, sudah kamu saya Islam-kan dan sekaligus memberi nama saya Muhammad,” kata Muhammad, Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Yogyakarta kepada //Republika// di ruang kerjanya Rabu (24/7).
Sebelumnya berganti nama Muhammad nama pemberian orang tua adalah Ma Xing Ping beragama Katolik. Ma menunjukkan keluarga Cheng Hoo, sedang Xing Ping adalah sahabat Cheng Hoo yang ahli Kungfu. Ma adalah juga nama marga Islam di Cina. “Proses saya masuk Islam cepat sekali,” kata Muhammad yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DMI DIY).
Kemudian kepada Widodo, ia belajar untuk memperdalam agama Islam termasuk belajar membaca huruf hijaiyah. Ia juga ingin membuktikan apakah pernyataan bapaknya benar atau tidak.
“Ternyata selama belajar tentang agama Islam, tidak ada ajaran yang mendorong umatnya untuk miskin. Sebab rukun Islam yang lima itu semuanya bersinggungan dengan harta,” kata Muhammad yang beasal dari Desa Widorokandang, Pati, Jawa Tengah.
****
Saat ayahnya mendengar kabar jika Ma Xing Ping memeluk agama Islam sangat marah. Ketika pulang ke Pati, Ma Xing Ping dipanggil ayahnya.
“Sini mana tanganmu, letakan di meja. Langsung jari tengah tangan kiri saya dipukul palu besi, dan cacat seperti ini,” kata Muhammad sambil menunjukkan jari tengahnya.
Bukan hanya mendapat pukulan palu besi, tetapi uang kuliah dan makan tidak diberikan lagi. Ia sempat shock. “Tetapi itu risiko yang harus saya hadapi. Dan dari situlah kreativitas muncul agar tetap bisa makan dan kuliah selesai,” katanya.
Karena tidak memiliki uang, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, terpaksa ia mengutang kepada warung langganannya. Tetapi lama kelamaan hutangnya semakin banyak.
Kemudian Muhammad mencoba mencari uang dengan menulis artikel. Tahun 1986, ia mencoba menulis artikel dan memasukkan ke majalah kampus. Tulisannya dimuat dan mendapatkan honor Rp 100 ribu dan dipotong pajak 15 persen sehingga dapatnya Rp 85 ribu.
“Waktu itu uang sebesar itu cukup banyak dan bisa digunakan untuk membayar utang dan masih ada sisa,” kata bapak dua anak ini.
Kemudian untuk mendapatkan uang berikutnya, ia meminta pekerjaan kepada dosennya untuk mengetikkan makalah-makalah dengan mesin ketik manual. Ternyata ada banyak makalah yang harus diketikan. Ia berusaha mengerjakannya secepat mungkin, dengan harapan bisa segera mendapat uang.
“Banyaknya naskah yang harus diketik ini, saya kadang tidur sehari hanya dua jam,” katanya.
****
Ternyata kebiasaan mengetik makalah ini membuat Muhammad memiliki kemampuan menulis. Sejak tahun 1997 sudah ada 65 buku yang dihasilkan tentang Ekonomi Islam, Perbankan Syariah, dan Keuangan Syariah.
Muhammad yang kuliah di jurusan pengembangan kurikulum lulus pada tahun 1990. Namun lima tahun kemudian tidak segera mendapat pekerjaan. Tahun 1995, kemudian mengikuti shortcourse perbankan syariah dan diterima sebagai dosen di tempat kursus.
Kemudian tahun 1996 baru mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Yogyakarta dan diberi amanah sebagai ketuanya. Dalam perkembangannya, STIS menjadi STEI Yogyakarta.
Tampaknya, Muhammad sangat enjoy dengan pekerjaannya karena berhubungan dengan ekonomi Islam. Bahkan ia berobsesi bahwa orang Islam tidak boleh miskin agar bisa memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Pekerjaan ini mendorong Muhammad untuk terus belajar ekonomi syariah dan mempraktikannya dengan ikut mendirikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). “Ini untuk kiprah antara teoritik dan empirik. Tetapi intinya orang Islam harus bekerja keras agar tidak miskin,” katanya.
****
Saat ini ekonomi Muhammad tergolong sudah mapan. Bahkan di antara enam sarudaranya ia merupakan yang paling berhasil di bidang ekonomi. Meski demikian, Muhammad tetap menghormati orang tuanya.
Empat tahun setelah masuk Islam, Muhammad menengok orang tuanya yang sedang sakit di Pati. “Ketika datang, saya sempat diusir. Kemudian saya katakan, meskipun bapak ibu bukan satu agama dengan saya, bapak adalah tetap bapak saya. Persoalan agama masalah lain. Tugas saya sebagai anak adalah merawat bapak dengan baik. Bapak saya menjawab begitu to ajarannya. Kemudian bapak minta di-Islam-kan. Dan setahun kemudian ibu saya masuk Islam. Sebelumnya, bapak Katolik dan ibu Kong Hu Cu, dan kini mereka sudah almarhum,” katanya.
Sumber: Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar