Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengatakan, konflik KPK vs Polri, dengan melakukan penghancuran terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti pemberian status tersangka dan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) berkaitan dengan pengusutan kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Adhie menyebut penghancuran bahkan opininya bisa dikembangkan kepada pembubaran terhadap KPK dilakukan untuk mencegah lembaga antikorupsi tersebut semakin dalam menyelidiki kasus SKL BLBI yang akan mengarah ke Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
"Ada dugaan kalau dibiarkan masuk, KPK akan ke Bu Mega. Ada anggapan supaya Mega tidak dipanggil KPK dan ditersangkakan. Rumornya sekarang PDI-P untuk melawan KPK menggunakan polisi," ujar Adhie dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (25/1).
Bila dulu, cicak vs buaya terkait dengan Century, sekarang dengan BLBI. "Kalau dulu cicak versus buaya, ada hubungannya dengan kasus skandal Bank Century. Ini (kasus BW) ada hubungannya dengan semakin intensifnya KPK mendalami kasus SKL BLBI," ungkap Adhie.
Menurut analisisnya, kasus yang menjerat Komjen Pol Budi Gunawan adalah pintu masuk mengusut kasus SKL BLBI. Sehingga, KPK harus dihancurkan. KPK memang tengah mendalami dugaan korupsi dalam proses pemberian SKL BLBI.
Adhie mengungkapkan SKL BLBI dikeluarkan ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengungkapkan, KPK ingin membuktikan jika ada proses yang salah dalam pemberian SKL ini. Sekaligus menampik, jika KPK sedang mencoba mengkriminalisasi kebijakan seperti yang dituduhkan banyak orang saat KPK menyidik kasus Century.
SKL seperti diketahui, dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.
SKL tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, dikenal dengan inpres tentang release and discharge.
Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Sumber : fastnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar