Usaha-usaha menghancurkan PKS oleh fihak tertentu memang sedang digalang. Sebenarnya, target mereka pemilu 2014 ini, PKS sudah tamat, dan tidak mencapai threshold.
Persis seperti hasil survei Kompas dan CSIS, di mana partai-partai Islam tidak ada yang mencapai trheshold, kecuali PKB, dan dirilis awal Januari 2014. Ini opini yang dibuat media Kompas, menghancurkan partai-partai Islam secara sistematis.
Tapi, menghancurkan PKS melalui pemilu 2014 itu, gagal. Tidak tercapai target seperti yang mereka harapkan.
Mengapa PKS harus mereka hancurkan? Menurut sebuah 'dokumen' bulan Maret 2014, PKS dinilai sebagai ancaman berbahaya, yang disebut sebagai ancaman 'Inside system'. Menurut fihak-fihak tertentu, PKS lebih berbahaya dibanding dengan ancaman 'teroris.
Apalagi, di pilpres 2014 ini, PKS dinilai sebagai tulang punggung bagi Prabowo-Hatta, sampai berani Prabowo-Hatta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Karena PKS memiliki data-data hasil pilpres secara nasional. Sekarang, semua data dan laporan yang disertai fakta itu, diabaikan oleh MK. MK menyatakan semua tuntutan dan keberatan Prabowo-Hatta ditolak.
Sudah lama, PKS ingin dimusnahkan, karena menjadi ancaman terhadap sistem dan ideologi negara. Sekalipun, PKS sudah berada dalam sistem pemerintahan, dan mitra koalisi pemerintahan SBY selama 10 tahun, tapi PKS tetap dipandang sebagai ancaman laten. Mungkin PKS dikaitkan dengan Gerakan Ikhwan di Timur Tengah.
Sebuah sumber, konon sudah dibuat film terkait dengan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak dan Ahmad Fatonah, yang akan beredar di bioskop-bioskop, dan tentu tujuannya hanya ingin menghancurkan PKS.
Dengan mengangkat kasus Luthfie dan Ahmad Fatonah itu, PKS akan terpuruk dan hancur. Memang, segala cara akan dilakukan menghancurkan PKS. Menghadapi kondisi PKS harus mawas diri (muhasabah).
Barangkali usaha mengkaitkan Fahri Hamzah dengan uang senilai USD 25.000, mungkin bagian penghancuran terhadap PKS. Termasuk bukan hanya Fahri Hamzah, yang akan dikaitkan dengan masalah korupsi, mungkin ada tokoh lainnya di PKS. Langkah menghancurkan PKS ini akan terus dijalankan.
Tapi, bekas Bendahara Partai Demokrat, M.Nazaruddin menegaskan bahwa Fahri Hamzah tidak terlibat dalam kasus proyek Hambalang.
Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan bekas Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 18 Agustus lalu. Jadi Yulianis itu mewakili kepentingan siapa? Apa tujuan pernyataan Yulianis itu?
"FAM itu adalah Fahmi," ujar Nazaruddin seusai memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2014. Nazar datang sebagai saksi tentang keterlibatannya terhadap kasus Hambalang. Nazar pula yang menjadikan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai terdakwa.
Menurut Nazar, Fahmi adalah rekan bisnisnya. Nazar berkali-kali mengatakan kepada wartawan bahwa yang menerima uang US$ 25 ribu yang dimaksudkan Yulianis adalah Fahmi, bukan Fahri Hamzah.
Sebelumnya, Yulianis mengaku menyiapkan dan menyerahkan uang US$ 25 ribu kepada Fahri Hamzah. Yulianis mengatakan pernah melihat Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera tersebut sedang berdiskusi di salah satu ruangan di lantai tujuh gedung Tower Permai, Jakarta Selatan, bersama dengan M. Nazaruddin.
Fahri Hamzah membantah keras tudingan yang dilontarkan Yulianis itu. "Saya tidak merasa punya hubungan apa pun dengan Yulianis dan Nazaruddin, apalagi soal uang," katanya.
Nazar akan kembali bersaksi pada Senin, 25 Agustus mendatang. Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Haswandi mengimbau agar bekas politikus Partai Demokrat itu tidak mangkir dari sidang. "Kalau saya tidak ada yang jemput, kalau perlu saya naik taksi," ujar Nazar kepada Haswandi.
Memang, Fahri Hamzah, tokoh muda PKS yang vokal, dan banyak tidak disukai oleh berbagai kalangan. Fahri Hamzah 'menggunduli' bos PDIP Megawati dengan 'Tujuh Dosa Mega', dan di tengah hiruk-pikuk kampanye terakhir pilpres, mengomentari janji Jokowi akan menetapkan 1 Muharram sebagai hari 'Santri' dikatakan oleh Fahri sebagai pernyataan 'sinting'. Sekarang Jokowi menjadi presiden. Bersiaplah.
Sumber : voaislam
Persis seperti hasil survei Kompas dan CSIS, di mana partai-partai Islam tidak ada yang mencapai trheshold, kecuali PKB, dan dirilis awal Januari 2014. Ini opini yang dibuat media Kompas, menghancurkan partai-partai Islam secara sistematis.
Tapi, menghancurkan PKS melalui pemilu 2014 itu, gagal. Tidak tercapai target seperti yang mereka harapkan.
Mengapa PKS harus mereka hancurkan? Menurut sebuah 'dokumen' bulan Maret 2014, PKS dinilai sebagai ancaman berbahaya, yang disebut sebagai ancaman 'Inside system'. Menurut fihak-fihak tertentu, PKS lebih berbahaya dibanding dengan ancaman 'teroris.
Apalagi, di pilpres 2014 ini, PKS dinilai sebagai tulang punggung bagi Prabowo-Hatta, sampai berani Prabowo-Hatta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Karena PKS memiliki data-data hasil pilpres secara nasional. Sekarang, semua data dan laporan yang disertai fakta itu, diabaikan oleh MK. MK menyatakan semua tuntutan dan keberatan Prabowo-Hatta ditolak.
Sudah lama, PKS ingin dimusnahkan, karena menjadi ancaman terhadap sistem dan ideologi negara. Sekalipun, PKS sudah berada dalam sistem pemerintahan, dan mitra koalisi pemerintahan SBY selama 10 tahun, tapi PKS tetap dipandang sebagai ancaman laten. Mungkin PKS dikaitkan dengan Gerakan Ikhwan di Timur Tengah.
Sebuah sumber, konon sudah dibuat film terkait dengan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak dan Ahmad Fatonah, yang akan beredar di bioskop-bioskop, dan tentu tujuannya hanya ingin menghancurkan PKS.
Dengan mengangkat kasus Luthfie dan Ahmad Fatonah itu, PKS akan terpuruk dan hancur. Memang, segala cara akan dilakukan menghancurkan PKS. Menghadapi kondisi PKS harus mawas diri (muhasabah).
Barangkali usaha mengkaitkan Fahri Hamzah dengan uang senilai USD 25.000, mungkin bagian penghancuran terhadap PKS. Termasuk bukan hanya Fahri Hamzah, yang akan dikaitkan dengan masalah korupsi, mungkin ada tokoh lainnya di PKS. Langkah menghancurkan PKS ini akan terus dijalankan.
Tapi, bekas Bendahara Partai Demokrat, M.Nazaruddin menegaskan bahwa Fahri Hamzah tidak terlibat dalam kasus proyek Hambalang.
Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan bekas Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 18 Agustus lalu. Jadi Yulianis itu mewakili kepentingan siapa? Apa tujuan pernyataan Yulianis itu?
"FAM itu adalah Fahmi," ujar Nazaruddin seusai memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2014. Nazar datang sebagai saksi tentang keterlibatannya terhadap kasus Hambalang. Nazar pula yang menjadikan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai terdakwa.
Menurut Nazar, Fahmi adalah rekan bisnisnya. Nazar berkali-kali mengatakan kepada wartawan bahwa yang menerima uang US$ 25 ribu yang dimaksudkan Yulianis adalah Fahmi, bukan Fahri Hamzah.
Sebelumnya, Yulianis mengaku menyiapkan dan menyerahkan uang US$ 25 ribu kepada Fahri Hamzah. Yulianis mengatakan pernah melihat Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera tersebut sedang berdiskusi di salah satu ruangan di lantai tujuh gedung Tower Permai, Jakarta Selatan, bersama dengan M. Nazaruddin.
Fahri Hamzah membantah keras tudingan yang dilontarkan Yulianis itu. "Saya tidak merasa punya hubungan apa pun dengan Yulianis dan Nazaruddin, apalagi soal uang," katanya.
Nazar akan kembali bersaksi pada Senin, 25 Agustus mendatang. Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Haswandi mengimbau agar bekas politikus Partai Demokrat itu tidak mangkir dari sidang. "Kalau saya tidak ada yang jemput, kalau perlu saya naik taksi," ujar Nazar kepada Haswandi.
Memang, Fahri Hamzah, tokoh muda PKS yang vokal, dan banyak tidak disukai oleh berbagai kalangan. Fahri Hamzah 'menggunduli' bos PDIP Megawati dengan 'Tujuh Dosa Mega', dan di tengah hiruk-pikuk kampanye terakhir pilpres, mengomentari janji Jokowi akan menetapkan 1 Muharram sebagai hari 'Santri' dikatakan oleh Fahri sebagai pernyataan 'sinting'. Sekarang Jokowi menjadi presiden. Bersiaplah.
Sumber : voaislam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar