Kesantunan Politisi PKS, Antara Anis Matta dan Fahri Hamzah - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

27 Agustus 2014

Kesantunan Politisi PKS, Antara Anis Matta dan Fahri Hamzah


Banyak pihak yang ingin Partai Keadilan Sejahtera ‘musnah’ dari percaturan politik di Indonesia. Pihak tersebut adalah pihak yang di duga memang anti kepada Islam, selain kepada PKS. Bahkan sebelum Pemilihan Umum 2014, banyak pengamat politik, media, lembaga survei, tokoh yang mengklaim bahwa PKS tidak lolos ‘Parliamentary Threshold. Tapi sangat disayangkan untuk kesekian kalinya prediksi semua itu salah total.

Lalu apa yang menarik untuk di ulas tentang PKS menurut Silontong*? Sebenarnya ada banyak sekali, namun untuk kesempatan ini, Silontong akan menulis tentang kesantunan politisi PKS yaitu: Anis Matta dan Fahri Hamzah.

Saya yakin tulisan ini bisa saja bersifat subjektif, walau Silontong berupaya seobjektif mungkin. Bisa saja tulisan ini akan membuat ‘panas’ para manusia (haters) yang benci PKS, walau Silontong menulis atas dasar data dan fakta.

#1. Kesantunan Anis Matta
Media menjadi saksi sejarah ketika salah satu politisi Partai Amanat Nasional (PAN), yang dalam persidangan, Wa Ode mengatakan bahwa Marzuki Alie menerima Rp 300 miliar, sedangkan masing-masing wakil ketua DPR dan pimpinan Banggar Rp 250 miliar, termasuk Wakil Ketua DPR RI Anis Matta (PKS) dan Pramono Anung (PDIP).

Tudingan Wa Ode kepada Anis Matta ternyata hanya fitnah saja, tanpa dasar bukti, data dan fakta. Dan Anis pun sempat dipanggil Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK), tapi lagi-lagi KPK gagal menemukan bukti yang kuat untuk menciduk mantan Sekjen PKS tersebut.

Walau namanya sempat tercoreng, walau Wa Ode melakukan fitnah kepada Anis, namun Anis Matta tetap memaafkan Wa Ode.

“Atas pencemaran ini saya tetap akan memaafkan Wa Ode atas ketidakpahamannya. Dalam Kabar dan Gambar Anis Matta terbaru yang mengatakan Cintalah yang bisa membuat Indonesia menjadi sepenggal firdausmenegakkan hukum, yang dikedepankan adalah pendekatan rasional, bukan emosional. Lebih baik fokus bersama KPK memberantas korupsi,” kata Anis dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Kamis(3/5/2012).

Selain itu, kesantunan politik Anis Matta yang lain adalah, ketika ia terpilih atau di amanahkan menjadi Presiden PKS, ia pun langsung mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua DPR RI.

Rangkap jabatan memang secara pandangan politik tidak masalah, namun secara etika akan bisa menimbulkan potensi masalah. Juga dari sisi fokus, tentu akan berbeda proses dan hasil jika orang bekerja pada dua posisi dan satu posisi.

Terlepas dari semua itu, sikap Anis Matta yang mengundurkan diri dari Wakil Ketua DPR RI ketika itu patut mendapat apresiasi sebagai bentuk ‘kefatsunan’ atau kesantunan politik.

#2. Kesantunan Politik Fahri Hamzah

Banyak yang ‘benci’ sama politisi asal Makasar ini. Namun banyak juga yang kagum dengan sosoknya Kabar dan Gambar Fahri Hamzah terbaru yang sedang pegang buku karyanya sendiriyang selalu kritis kepada siapa pun, bukan hanya kepada SBY, kepada KPK, kepada Media, kepada Jokowi, kepada siapa saja, ia juga pernah kritis kepada Tifatul Sembiring.

Jadi, sikap kritisnya memang bersifat menyeluruh, artinya segala yang menurut pengamatan Fahri ada yang salah, maka mulutnya tidak bisa bungkam, tangan tidak bisa berhenti menulis kicauan di akun twitternya.

Jokowi adalah orang yang ‘empuk’ menjadi bulan-bulanan kritik Fahri selain akun @TM2000back. Wajar jika para pendukung Jokowi pun anti sama PKS dan Fahri Hamzah. Walau para pendukung Jokowi sebenarnya banyak yang tidak ‘tahu’ masalah sesungguhnya.

Di bulan Agustus 2014, Fahri Hamzah mendapat tudingan (baca:fitnah) dari saksi dalam persidangan Anas Urbaninggrum (AU) yang bernama Yulianis. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/8/2014), Yulianis mengatakan bahwa ia memberikan uang $25.000 kepada Fahri.

Atas kesaksian palsu Yulianis, media anti PKS pun mendadak geger. Ini kesempatan untuk menghancurkan PKS (mungkin) yang ada di benak media kala itu (tidak kalah hebohnya dengan kicauan kata ‘sinting’ Fahri). Ditengah hebohnya media mempublikasikan berita tersebut, sosial media pun latah dan ikut geger juga. Berbagai cacian, makian, hujatan, umpatan mengarah ke Fahri Hamzah dan PKS.

Lalu, apa komentar Fahri? Melalui akun Twiter yang dirilis laman pkspiyungan (18/8/2014), Fahri memberikan jawaban dan klarifikasi dari fitnah tersebut seperti berikut ini:

 “Teman2 Pers, Saya mohon maaf karena masih rapat dari tadi. Berikut klarifikasi soal Yulianis.

Saya belum tahu Persis nya seperti apa beritanya. Dan sy tidak merasa punya hubungan apapun dgn Yulianis dan Nazar. Apalagi soal uang.

Saya persilahkan nazar dan yulianis klarifikasi soal kehadiran saya di wisma permai.

Saya tidak pernah ke sana. Tidak tahu di mana Dan tidak pernah terdengar selama ini sy berurusan dengan mereka.

Sudah hampir 5 tahun umur kasus hambalang. Tiba2 saya disebut terima uang. Tiada ba bi bu…

Sy gak akan melaporkan mereka ke manapun sebab sy merasa mereka juga sedang susah.

Terlebih sahabat saya @anasurbaningrum saya terus mendoakan agar beliau diberikan kekuatan dalam memperjuangkan hak-haknya.”

Demikian klarifikasi sementara.

Tidak lama setelah klarifikasi Fahri, pembelaan pun datang dari Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Demokrat) yang mengatakan:

“FAM itu adalah Fahmi,” ujar Nazaruddin seusai memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2014, seperti dilansir Tempo.

Menurut Nazar, Fahmi adalah rekan bisnisnya. Nazar berkali-kali mengatakan kepada wartawan bahwa yang menerima uang US$ 25 ribu yang dimaksudkan Yulianis adalah Fahmi, bukan Fahri Hamzah.

Sementara itu, KPK pun ‘merasa’ ada kesempatan untuk menelusuri dan mendalami kesaksian Yulianis tersebut, namun amat disayangkan kesempatan itu kandas.

Dari kejadian diatas, walau Fahri Hamzah dikenal sebagai orang yang vokal dan emosional, namun ia tidak mau menuntut Yulianis atas fitnah yang dilontarkannya. Fenomena ini adalah bentuk kesantutan politik Fahri, dimana ia punya nurani, dimana ia bisa memahami kesulitan Yulianis. Mungkin saja, Yulianis salah ucap, atau mungkin juga Yulianis mendapat tekanan dari pihak tertentu, atau mungkin juga Yulianis memang sengaja. Entahlah!

Namun dibalik semua itu, tidak ada dendam dari mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu kepada Yulianis. Budaya memaafkan kader PKS adalah hal yang biasa sebenarnya, karena ‘tagline’ Partai Bulan Sabit Kembar itu adalah: “Cinta, Kerja dan Harmoni”. Jadi hal yang wajar jika kesantunan politik begitu mengakar dalam diri setiap kader PKS walau terlalu sering mendapat fitnah.

Memang sudah saatnya para politisi Indonesia bisa mengamalkan prilaku santun dalam berpolitik dan menghilangkan prilaku anarkis seperti gaya-gaya yang di contohkan paham komunis. Semoga!

*sumber: http://silontong.com/2014/08/24/kesantunan-politisi-pks-anis-matta-dan-fahri-hamzah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here