Aktor, Waktu dan Tempat Adalah Penting Dalam ‘Pembunuhan Politik’
Mantan Presiden Zia Ul Haq galau. Ia tahu kalau dinas-dinas intelijen Barat senantiasa menguntitnya karena tidak suka dengannya. Penerapan hukum Islam yang dilakukan Zia membawa ‘sikap paranoid’ Barat. Maka ancaman pembunuhan terhadapnya sewaktu-waktu disadarinya. Karena itu ZIa kadang membawa pejabat Barat dalam perjalanannya. Dan benar apa yang menjadi firasatnya. Ia meninggal dunia syahid karena dalam perjalanan, pesawatnya meledak ketika sedang mengangkasa.
Abdullah Azzam inspirator jihad Afghanistan lain lagi. Guru para mujahid sedunia ini meninggal ketika berada dalam mobil bersama anaknya. Hal yang mirip sama terjadi pada Hasan al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin diberondong peluru oleh pasukan ‘Raja Faruq’ ketika bersama sahabatnya di mobil. Hasan Al Banna (43th) saat itu sedang populer-populernya di Mesir dan Timur Tengah. Ingat senator Filipina Benigno Aquino musuh presiden Marcos? Ia meninggal karena ditembak ketika menuruni tangga pesawat pada 21 Agustus 1983.
Begitulah politik. Pembunuhan tokoh-tokoh politik melihat aktor (korban), tempat, dan waktu. Siapa yang mesti dibunuh, kapan waktu yang tepat dan dimana tempat yang pas untuk dibunuh.
Di tanah air, kini sedang terjadi ‘pembunuhan politik’ dalam bentuk lain. Capres Prabowo-Hatta yang kini kian hari kian mendapat hati di masyarakat, mesti dijegal agar hati masyarakat berubah. Tempat pembunuhan politik adalah Departemen Agama dan waktunya adalah sekitar 55 hari sebelum pemilihan presiden (23/5). Aktornya (korbannya) adalah Suryadharma Ali pelopor dan pendukung kuat calon presiden Prabowo Subianto.
Dengan memakai KPK yang kini sedang menjadi ‘lembaga sangat dipercaya’ , lawan-lawan politik berhasil memperdayai pendukung kuat Prabowo. Media-media pendukung Jokowi tentu riang gembira menyaksikan peristiwa ini. Metro TV menampilkan berita ini terus menerus dengan berbagai wawancara. Kompas pun menjadikan berita headline dengan judul ‘Suryadharma Ali Terkejut’ (23 Mei 2014) lima kolom. Bandingkan dengan Republika, meskipun menjadikan berita itu di halaman pertama, tapi hanya satu kolom dengan judul : “Suryadharma Tersangka Korupsi Haji.”
Di tanah air, kini sedang terjadi ‘pembunuhan politik’ dalam bentuk lain. Capres Prabowo-Hatta yang kini kian hari kian mendapat hati di masyarakat, mesti dijegal agar hati masyarakat berubah. Tempat pembunuhan politik adalah Departemen Agama dan waktunya adalah sekitar 55 hari sebelum pemilihan presiden (23/5). Aktornya (korbannya) adalah Suryadharma Ali pelopor dan pendukung kuat calon presiden Prabowo Subianto.
Dengan memakai KPK yang kini sedang menjadi ‘lembaga sangat dipercaya’ , lawan-lawan politik berhasil memperdayai pendukung kuat Prabowo. Media-media pendukung Jokowi tentu riang gembira menyaksikan peristiwa ini. Metro TV menampilkan berita ini terus menerus dengan berbagai wawancara. Kompas pun menjadikan berita headline dengan judul ‘Suryadharma Ali Terkejut’ (23 Mei 2014) lima kolom. Bandingkan dengan Republika, meskipun menjadikan berita itu di halaman pertama, tapi hanya satu kolom dengan judul : “Suryadharma Tersangka Korupsi Haji.”
Di kasus ini Suryadharma dituduh korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013. Tuduhan Komisi Pemberantasan Korupsi itu antara lain: audit BPK menemukan indikasi penggelembungan harga katering untuk jemaah haji, alokasi dana setoran calon jemaah haji yang mencapai Rp 50 trilyun tidak jelas dan permainan dana pengadaan haji di Arab Saudi bernilai lebih dari Rp 100 milyar. Negara diduga rugi 200-an milyar. Modusnya adalah permainan selisih kurs dalam pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan harga pengadaan catering dan wisma pondokan jemaah. Menteri Agama Suryadharma Ali mengharapkan hal itu cuma kesalahfahaman belaka. Meski kini ia menjadi tersangka, ia tidak mau mengundurkan diri.
Terlepas dari benar tidaknya tuduhan KPK itu, yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa KPK menetapkan tersangka pendukung kuat Prabowo menjelang pemilihan presiden? Mengapa tidak ditetapkan setelah pemilihan presiden? Padahal banyak kasus yang sebenarnya harus cepat ditangani KPK, seperti kasus Bank Century yang sudah bertahun-tahun sampai kini ‘tidak nambah’ tersangkanya. Budiono dan Sri Mulyani yang diduga kuat terlibat dalam penggelontoran uang trilyunan itu kini lenggang kangkung hanya menjadi saksi.
Terlepas dari benar tidaknya tuduhan KPK itu, yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa KPK menetapkan tersangka pendukung kuat Prabowo menjelang pemilihan presiden? Mengapa tidak ditetapkan setelah pemilihan presiden? Padahal banyak kasus yang sebenarnya harus cepat ditangani KPK, seperti kasus Bank Century yang sudah bertahun-tahun sampai kini ‘tidak nambah’ tersangkanya. Budiono dan Sri Mulyani yang diduga kuat terlibat dalam penggelontoran uang trilyunan itu kini lenggang kangkung hanya menjadi saksi.
Makanya benar, selain aktor dan tempat, waktu adalah sangat penting dalam permainan atau ‘pembunuhan politik’. Bila dulu tahun 1998, Prabowo berhasil dijegal dengan berbagai tuduhan, terutama karena mengucapkan Allahu Akbar di Markas Kopassus akankah Prabowo terjegal kembali karena mengucapkan Allahu Akbar dan siap berjihad di markas besar umat Islam PPP?
Bila ini benar, seharusnya ucapan Allahu Akbar dimaknai wajar sebagai seorang Muslim yang mesti tunduk pada Tuhannya Allah Yang Maha Besar dan kesadaran sebagai makhluk yang dhaif dan hanya kecil belaka. Ungkapan Allahu Akbar diungkapkan seorang Muslim puluhan kali dalam setiap shalat lima waktu. Ungkapan ini yang jelas selalu diungkapkan para pejuang Muslim Indonesia ketika mengusir penjajah Belanda. Wallahu azizun hakim.(SI online)
Bila ini benar, seharusnya ucapan Allahu Akbar dimaknai wajar sebagai seorang Muslim yang mesti tunduk pada Tuhannya Allah Yang Maha Besar dan kesadaran sebagai makhluk yang dhaif dan hanya kecil belaka. Ungkapan Allahu Akbar diungkapkan seorang Muslim puluhan kali dalam setiap shalat lima waktu. Ungkapan ini yang jelas selalu diungkapkan para pejuang Muslim Indonesia ketika mengusir penjajah Belanda. Wallahu azizun hakim.(SI online)
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar