Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform (CIR), Sapto Waluyo, menegaskan agar infrastruktur pendidikan tidak dipakai untuk kampanye politik atau melakukan black campaign terhadap lawan politik. Hal itu dinyatakan menanggapi kasus soal ujian SMA yang menyebut partai tertentu.
Beberapa waktu lalu, di kota Tangerang ditemukan soal ujian untuk siswa SMA kelas XII untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pada soal nomor 12 tertulis pertanyaan: "Salah satu unsur suprastruktur politik yang keberadaannya mendukung pelaksanaan sistem politik di Indonesia adalah?”. Pilihan jawabannya: (A) Ikatan Dokter Indonesia, (B) Partai Keadilan Sejahtera, (C) Surat Kabar Kompas, (D) Mahkamah Konstitusi, (E) Stasiun Metro TV.
“Jawaban pertanyaan itu tentu saja huruf (B) atau Partai Keadilan Sejahtera. Dan hal itu, seakan mengarahkan atau mengampayekan PKS kepada pemilih pemula. Padahal, semua orang tahu PKS menjadi lawan politik Walikota yang sekarang berkuasa. Ketua DPD PKS Kota Tangerang juga sudah membantah intervensi soal dan tidak tahu-menahu," ujar Sapto.
Karena itu, patut diduga Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang kecolongan atau sengaja melakukan pembusukan politik dan LSM yang mengadukan kasus itu (Lembaga Kebijakan Publik) memiliki bias kepentingan dalam pengawasan publiknya.
"Infrastruktur pendidikan adalah wahana strategis untuk membangun kesadaran siswa akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, termasuk juga pemahaman dasar tentang prinsip demokrasi dalam pengelolaan kekuasaan. Jika sarana pendidikan digunakan untuk mendiskreditkan lawan politik, itu sangat berbahaya, bisa memicu konflik," jelas Sapto menyayangkan aparat instansi pendidikan yang lalai. Karena itu, kasus Tangerang harus diusut tuntas dan pelakunya diberi sanksi agar jera.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Yon Mahmudi, mendukung penuntasan kasus soal ujian bernuansa politik. Itu bukan kejadian pertama, tahun lalu terjadi kasus serupa. Soal ujian Bahasa Indonesia tingkat XI SMK di Kabupaten Bogor, nomor 50, tertulis: "Upaya KPK menyita mobil mewah mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, kemarin gagal...Kalimat tersebut dapat disingkat dengan menghilangkan pernyataan di bawah ini, kecuali... Pilihan jawabannya: a. menyita mobil, b. Luthfi Hasan Ishaaq, c. kemarin, d. mantan, atau e. gagal.
Soal itu membentuk persepsi buruk kepada siswa. "Faktanya, semua partai politik punya rekam jejak sendiri. Media massa, apalagi social media, telah membeberkannya dengan berbagai versi. Siapa yang juara korupsi, kalau menurut ICW berbasis data KPK adalah Golkar, PDIP, PD, dan seterusnya. Pengetahuan bebas siswa jangan dirusak dengan informasi bias yang disusupkan dalam ujian," ungkap Yon, dosen Fakultas Ilmu Budaya UI.
Tujuan ujian untuk mengukur pemahaman dan kemampuan siswa menjadi melenceng akibat soal bernada politis. "Lebih berbahaya lagi, siswa menjadi tak kritis karena dicekoki informasi negatif bukan obyektif. Mestinya pendidikan menjadi sarana pencerdasan politik, bukan pembodohan atau menimbulkan kebencian massal," papar Yon, alumni Australian National University.
Ternyata tak hanya di Tangerang dan Bogor, soal ujian di Flores Timur NTT dan Yogyakarta juga disusupi unsur politik. Soal ujian Bahasa Inggris di NTT nomor 42 menyebut percakapan tentang "the hot news on TV". Pilihan jawabannya: A. Presiden of PKS called KPK to ask for corruption, B. President of PKS asked for information about KPK, C. President of PKS was asked for the explaination about corruption, D. President of PKS is asked for information about corruption.
Sementara itu, soal ujian SMA Muhammadiyah Yogyakarta mengulas perbedaan antara Gerakan Tarbiyah (yang diasosiasikan dengan PKS/Ikhwanul Muslimin, bermazhab Syiah, berbaiat kepada Syaikh, berjubah dan kopiah) versus gerakan dakwah Muhammadiyah (pendukung Ahlus Sunnah, netral mazhab, dan independen).
"Kita berharap pimpinan partai melakukan pendekatan dan dialog tulus dengan tokoh-tokoh Ormas lintas agama. Agar wawasan nasional dijaga bersama dan masing-masing menjalankan peran secara proporsional. Selanjutnya, wahana pendidikan dijadikan media untuk meningkatkan saling pemahaman, bukan menyebar kebencian," simpul Yon, yang dikenal sebagai cendekiawan muda NU.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar