Menurut orang bijak hanya keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama
untuk kedua kalinya, dan bila kita terus melakukan cara yang sama untuk
melakukan sesuatu maka jangan mengharapkan hasil yang berbeda.
Dalam hal ini, kejadian beberapa waktu terakhir membuat kita mau tidak mau harus menyimpulkan bahwa Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya hari ini tidak lebih cerdas daripada seekor keledai. Betapa tidak, mereka masih terus melakukan kesalahan-kesalahan yang sama yang membuat rapor tahun pertama pemerintahan mereka kebakaran alias merah karena gagal total di semua lini.yang berbeda.
Dalam hal ini, kejadian beberapa waktu terakhir membuat kita mau tidak mau harus menyimpulkan bahwa Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya hari ini tidak lebih cerdas daripada seekor keledai. Betapa tidak, mereka masih terus melakukan kesalahan-kesalahan yang sama yang membuat rapor tahun pertama pemerintahan mereka kebakaran alias merah karena gagal total di semua lini.
Kegagalan mereka terutama karena mereka tidak konsentrasi mengurus Jakarta dan lebih banyak membuang energi percuma untuk pencitraan, menjilat dan ribut dengan pemerintah atau berbagai pihak, padahal semua energi tersebut seharusnya bisa disalurkan untuk memperbaiki keadaan di Jakarta yang semakin hancur dan berantakan sejak dipimpin seorang Dewa dan preman Belitung.
Ketimbang Jokowi pencitraan dan menemani seorang ibu tidak berguna sebab di akhir senja hidupnya masih ngempeng kepada nama almarhum ayahnya atau Ahok sibuk mengajak pemerintah pusat berdebat kusir di media massa, bukankah lebih baik mereka mengurus Pasar Blok G Tanah Abang yang sepi pembeli? Mereka pikir dengan memasang baleho besar-besar yang mengajak masyarakat ke Blok G tanah abang maka otomatis tempat tersebut akan ramai? Itu hanya pikiran seorang bodoh dengan kebijakan yang gampangnya saja.
Demikiran pula dengan aksi “nyemplung” Jokowi ke gorong-gorong yang tentunya wajib diliput puluhan wartawan, ketimbang melakukan aksi teatrikal menjijikan seperti itu, bukankah lebih baik mereka melakukan aksi nyata membersihkan saluran air Jakarta, yang mana baru mereka lakukan pada musim banjir sementara ketika musim kemarau mereka asik kemasyuk pencitraan.
Catatan, menjijikan di sini bukan karena masuk gorong-gorong yang kotor, melainkan karena Jokowi melakukannya dengan pamrih, yaitu harus diliput wartawan.
Kemudian, mengajak istri mereka berdua berkebun di waduk pluit juga adalah kelakuan menjijikan, sebab normalisasi waduk pluit yang sebenarnya yaitu membersihkan dan memperlancar saluran air di waduk tidak pernah dilakukan hingga hari ini, karena mereka hanya konsentrasi membuat waduk menjadi taman dan kemudian dijadikan alat pencitraan bahwa kehadiran taman yang indah (dengan air yang kotor dan setengah wilayah waduk masih dikuasai bedeng liar) adalah bukti kerja cepat Jokowi-Ahok.
Mengurus kemacetan juga demikian. Mereka memang telah memulai dengan sterilisasi jalan dari parkir liar dan jalur transjakarta, akan tetapi masalah Jokowi Ahok dari dulu sebagaimana terbukti dari Tanah Abang adalah konsistensi dan konsentrasi, atau dalam istilah yang sedikit kasar, mereka tipe manusia anget-anget tai ayam yang bekerja setengah-setengah. Belajar dari tanah abang dan cara mereka mengatasi masalah yang cenderung reaktif dan bukan preventif, maka ketika mereka dihadapi masalah baru, dapat dipastikan upaya sterilisasi di atas akan dilupakan.
Memiliki pemimpin lebih bodoh dari keledai seperti ini memang merepotkan.
Sumber : Facebook artati Sansumardi
Dalam hal ini, kejadian beberapa waktu terakhir membuat kita mau tidak mau harus menyimpulkan bahwa Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya hari ini tidak lebih cerdas daripada seekor keledai. Betapa tidak, mereka masih terus melakukan kesalahan-kesalahan yang sama yang membuat rapor tahun pertama pemerintahan mereka kebakaran alias merah karena gagal total di semua lini.yang berbeda.
Dalam hal ini, kejadian beberapa waktu terakhir membuat kita mau tidak mau harus menyimpulkan bahwa Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya hari ini tidak lebih cerdas daripada seekor keledai. Betapa tidak, mereka masih terus melakukan kesalahan-kesalahan yang sama yang membuat rapor tahun pertama pemerintahan mereka kebakaran alias merah karena gagal total di semua lini.
Kegagalan mereka terutama karena mereka tidak konsentrasi mengurus Jakarta dan lebih banyak membuang energi percuma untuk pencitraan, menjilat dan ribut dengan pemerintah atau berbagai pihak, padahal semua energi tersebut seharusnya bisa disalurkan untuk memperbaiki keadaan di Jakarta yang semakin hancur dan berantakan sejak dipimpin seorang Dewa dan preman Belitung.
Ketimbang Jokowi pencitraan dan menemani seorang ibu tidak berguna sebab di akhir senja hidupnya masih ngempeng kepada nama almarhum ayahnya atau Ahok sibuk mengajak pemerintah pusat berdebat kusir di media massa, bukankah lebih baik mereka mengurus Pasar Blok G Tanah Abang yang sepi pembeli? Mereka pikir dengan memasang baleho besar-besar yang mengajak masyarakat ke Blok G tanah abang maka otomatis tempat tersebut akan ramai? Itu hanya pikiran seorang bodoh dengan kebijakan yang gampangnya saja.
Demikiran pula dengan aksi “nyemplung” Jokowi ke gorong-gorong yang tentunya wajib diliput puluhan wartawan, ketimbang melakukan aksi teatrikal menjijikan seperti itu, bukankah lebih baik mereka melakukan aksi nyata membersihkan saluran air Jakarta, yang mana baru mereka lakukan pada musim banjir sementara ketika musim kemarau mereka asik kemasyuk pencitraan.
Catatan, menjijikan di sini bukan karena masuk gorong-gorong yang kotor, melainkan karena Jokowi melakukannya dengan pamrih, yaitu harus diliput wartawan.
Kemudian, mengajak istri mereka berdua berkebun di waduk pluit juga adalah kelakuan menjijikan, sebab normalisasi waduk pluit yang sebenarnya yaitu membersihkan dan memperlancar saluran air di waduk tidak pernah dilakukan hingga hari ini, karena mereka hanya konsentrasi membuat waduk menjadi taman dan kemudian dijadikan alat pencitraan bahwa kehadiran taman yang indah (dengan air yang kotor dan setengah wilayah waduk masih dikuasai bedeng liar) adalah bukti kerja cepat Jokowi-Ahok.
Mengurus kemacetan juga demikian. Mereka memang telah memulai dengan sterilisasi jalan dari parkir liar dan jalur transjakarta, akan tetapi masalah Jokowi Ahok dari dulu sebagaimana terbukti dari Tanah Abang adalah konsistensi dan konsentrasi, atau dalam istilah yang sedikit kasar, mereka tipe manusia anget-anget tai ayam yang bekerja setengah-setengah. Belajar dari tanah abang dan cara mereka mengatasi masalah yang cenderung reaktif dan bukan preventif, maka ketika mereka dihadapi masalah baru, dapat dipastikan upaya sterilisasi di atas akan dilupakan.
Memiliki pemimpin lebih bodoh dari keledai seperti ini memang merepotkan.
Sumber : Facebook artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar