Mengapa sampai Rasulullah demikian takut riya' atas ummatnya, dan itu merupakah hal yang paling beliau takuti akan menimpa kaum Muslimin ?
Allah dan rasulnya saja yang tahu. Namun kita ma'fhum bahwa rasa kasih-sayang Rasulullah, rasa cinta beliau kepada ummat ini demikian besar, sedang riya' dapat datang dengan lihainya kedalam hati dan dengannya akan terhapus pahala amaliah seorang Muslimin.
Para ulama mengibartakan riya' seperti semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam gelap gulita. Tak terlihat. Dia menyelusup halus, merayap, perlahan, lalu akhirnya menikam hati, mencairkan ikhlash dan memusnahkan pahala. Dia datang seperti waswaasil khannas, syaithan yang datang secara rahasia, bersembunyi di dasar hati, menyusup, dan menunggu kesempatan baik serta kelengahan untuk membolak-balik niat, mengelabuinya, menundukkannya, lalu akhirnya mendorong kejurang kesesatan.
Itulah cara kerja riya'. Sangat lihai, licin dan berbahaya. Kalau dia telah menikam hati dan mengelabuinya, maka ibadah yang semestinya hanya diniatkan untuk Allah semata membias, kabur, bahkan hati meletup-letup, bersemangat, dan berharap-harap agar amaliah ini secara zhohir dilihat oleh manusia. Maka dari niat yang ikhlash tersimpangkan menjadi harapan untuk memamerkannya kepada manusia, agar manusia melihat ibadahnya, demi sebingkai pujian, demi sepenggal kehormatan, atau sejumput popularitas.
Domain riya' sebatas hati, refleksinya dalam amal, kecuali Allah orang lain tak dapat tahu. Inilah syirik ashghor, syirik kecil.
Imam al Ghazali membagi riya' dalam enam macam; riya' dari badan; dalam tingkah-laku, dalam berpakaian, dalam ucapan, amal dan dalam menunjukkan banyaknya murid. Riya' dapat muncul dalam bentuk ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya pintar dan banyak tahu tentang urusan agama. Bentuk ini adalah riya' yang jelas dan dekat dengan sombong. Yang lebih tersamar lagi, dia tidak ingin menunjukkan kepintarannya, serta ibadahnya namun manakala orang lain tidak mengakui eksistensinya, kurang dihormati, dia merasa heran mengapa orang lain bersikap seperti itu kepadanya. Dia heran kenapa orang lain tidak tahu kemampuannya. Dia berupaya bersembunyi-sembunyi untuk beramal, namun manakala orang lain memergokinya hatinya gembira, lebih gembira ketimbang kepergok binatang, bahkan berharap-harap agar ada orang yang memergokinya.
Jadi dari segi bentuk ada riya' yang jelas, riya' yang samar dan riya' yang tersamar. Riya' yang jelas nampak manakala dalam ibadah yang diketahui orang lain seseorang memperbagus tata-cara, memperlama sujud dan ruku, seperti nampaknya khusyu', padahal manakala sendiri dilakukannya ibadah itu secara cepat, enteng dan memudahkan. Tanpa adanya riya' ini dia tidak dapat beramal seperti itu, dan merasakan senang dalam beramal karenanya.
Riya' yang samar tidak mampu mewujudkan amal, namun dengannya menambah semangat untuk beramal. Bila dia bertahajut dan kebetu- lan ada tamu, bertambah-tambahlah semangatnya. Yang lebih samar dari ini, adanya orang lain tak memberi semangat amalannya, namun manakala ketika beramal terlihat oleh orang lain timbul rasa senang dan puas.
Tingkat yang terakhir adalah riya' tersamar. Dalam tingkatan ini tak ada rasa senang bila dipergoki sedang melakukan amaliah. Namun dia merasa heran kalau orang lain bersikap berbeda dengan apa yang dia harapkan. Heran kalau orang lain merendahkannya, dan kurang menghormatinya. Kenapa heran ?
Itulah riya' yang sangat halus kerjanya, yang tak pernah diketahui orang lain, namun sungguh berbahaya, dia mampu memberangus ikhlash, menggeser pahala sampai zero point, dan menyisakan kesia-siaan pada kita. Lalu kalau ini terjadi pada kita ?
Mari kita berlindung kepada Rabb manusia, Malik manusia, dan ilah manusia dari godaan waswaasil khannas, yang datang menyelusup menikam hati, yang membolak-balikan hati dan niat, yang memunculkan riya'. Dialah satu-satunya Tempat berlindung dan sebaik-baiknya Tempat berlindung.
Bersambung, insyaAllah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar