Nasib PKS Pasca Diguncang Kasus Daging Sapi Seperti Apa? - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

22 Agustus 2013

Nasib PKS Pasca Diguncang Kasus Daging Sapi Seperti Apa?


Kasus suap daging impor sapi yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ustad Luthfi Hassan Ishaq yang kini lebih sering disebut LHI hingga hari ini terus menjadi perdebatan. Fahri Hamzah, wakil sekretaris jenderal PKS masih terus berseteru dengan Johan Budi, yakni sebagai juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di berbagai media. Seolah terjadi perang opini antara Fahri Hamzah dan Johan Budi, saling berbantahan dan saling mempertahankan argumen masing-masing. Fahri Hamzah yang membela mati-matian LHI dan PKS, sebaliknya Johan Budi yang terus menicptakan opini dan bukti bahwa LHI terlibat kasus suap.

Sejumlah opini bertebaran mengenai kasus daging impor sapi. Ada yang mengatakan bahwa kasus LHI adalah salah satu konspirasi dari orang-orang yang tidak menyukai PKS berkuasa di Negara Indonesia. Ada juga yang mengatakan bahwa kasus LHI adalah kasus untuk mengalihkan KPK ketika mengusut kasus Bank Century. Berbagai argumen konspirasi dilayangkan dan menjadi perdebatan. Orang-orang KPK tentu tidak menerima alasan-alasan berbau konspirasi. Konspirasi itu semacam fiktif, kata mereka. Tidak ada bukti. Maka, ketika berbicara di Negara hukum, alasan konspirasi tidak bisa diterima dan dijadikan alasan ke pengadilan untuk membela LHI.

Tuduhan-tuduhan KPK baru berupa dugaan. Tak ada bukti nyata tentang dugaan LHI terlibat uang suap dari Ahmad Fatanah (AF), yang diklaim adalah teman dekat LHI dan diduga bekerjasama memanfaatkan uang 1M dari PT Indoguna Utama. Di Persidangan, AF mengaku punya hutang sama ustadz LHI dan dia tak berniat memberikan uang 1 milyar tersebut untuk PKS. AF pun minta maaf kepada PKS atas perilakunya yang tidak terpuji. AF bukan kader PKS, dan hanya teman ustadz LHI. Pengakuan ini saja sebetulnya sedikit menjelaskan bahwa LHI memang tidak bersalah. Namun sikap KPK yang masih saja terus menerus menyerang LHI dan PKS membuktikan bahwa KPK bukan sedang memberantas korupsi, tetapi sedang mengkriminalisasi PKS. Kasus Misbakhun misalnya, salah seorang dari anggota Panitia Khusus Bank Century di DPR, yang sebelumnya adalah anggota PKS, sangat vokal mengusut skandal yang diduga melibatkan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serta pejabat lainnya pada tahun 2008 karena tuduhan pemakaian wesel ekspor L/C palsu di Bank Century. Baru beberapa tahun kemudian Misbakhun dinyatakan tidak bersalah. Saya khawatir, kasus LHI ini mirip dengan kasus Misbakhun. Orang-orang yang vokal menyuarakan kebenaran dan berada di garda terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai kebaikan, malah menjadi orang nomor satu yang harus segera diberantas dan diberangus dari bumi Negara Republik Indonesia.

Banyak yang mengira, pasca gembar gembor kasus daging impor sapi, Partai yang mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan mengalami penurunan dukungan suara. Menjelang awal tahun 2014, dimana Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden dan pemilihan para pimpinan di daerah-daerah menjadi isu panas untuk ajang persaingan dalam mendulang suara rakyat. PKS yang diprediksi akan menjadi salah satu partai berkuasa di tanah air Indonesia, bagi beberapa lawan politiknya menjadi sebuah ancaman. Upaya-upaya mengkerdilkan lawan, black campaign dan berbagai persaingan lainnya sudah otomatis menjadi santapan sehari-hari para elit politik, demi mendapatkan dukungan suara dan meraih kemenangan di pilpres 2014 mendatang. Adanya kasus LHI, menjadi kesempatan emas bagi siapapun yang ingin mendepak PKS dari kancah perpolitikan Indonesia.

Menurut Prayitno Ramelan dalam sebuah tulisan berjudul “Lembaga Survei; Elektabilitas Demokrat dan PKS Terus Turun” menuliskan bahwa Lembaga Survei Jakarta (LSJ) yang melakukan survei pada 9-15 Februari 2013 terhadap 1.225 responden, setelah Lufi Hasan ditangkap KPK, menunjukkan bahwa hanya 6,9% responden yang akan memilih Partai Demokrat sebagai partai pilihannya pada Pemilu 2014. Selain itu hanya 2,6% yang akan memilih PKS pada pemilu 2014. Menurut Igor, peneliti LSJ, kasus impor daging yang melibatkan presiden PKS menyebabkan publik mulai tidak mempercayai jargon PKS sebagai ‘partai bersih’. Hanya 15,7% responden yang masih yakin PKS sebagai partai bersih, sedangkan 66% mengaku tidak yakin, dan 18,3% lainnya memilih tidak tahu. Hasil survei lengkap LSJ mengenai elektabilitas parpol jika pemilu dilakukan hari ini mempersepsikan Golkar tetap dengan perolehan tertinggi sebesar 18,5%, PDIP 16,5%, Gerindra 10,3%, Demokrat 6,9%, Hanura 5,8%, Nasdem 4,5%, PKS 2,6%, PAN 2,5%, PAN 2,4%, dan PKB 1,8%.

Kenyataannya, kemenangan-kemenangan PKS pada PILKADA di berbagai daerah mampu mematahkan hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Survei. Seperti pemilihan gubernur di Jawa Barat yang dimenangkan oleh pasangan dari PKS, Kang Aher dan Deddy Mizwar dengan perolehan suara sebesar 32,39%, lalu disusul kemenangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi di Sumatera Utara dengan perolehan suara sebesar 32,76 persen dan yang terakhir kemenangan pasangan Nyono Suharli - Mundjidah Wahab pada Juni 2013 di Jombang dengan perolehan suara sebanyak 58,47 %. Kemudian baru-baru ini, pemilhan walikota Bandung, dimenangkan oleh Ridwan kamil-Oded yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera. Kemenangan-kemenangan ini menunjukkan bahwa, kasus suap daging impor sapi yang melibatkan mantan presiden PKS tidak mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap PKS. PKS masih dipercaya untuk memimpin oleh masyarakat. PKS masih diharapkan menjadi salah satu partai yang membawa perubahan.

Pemilihan Presiden memang belum dimulai, tetapi perolehan suara yang dibuktikan melalui kemenangan PILKADA menjadi role model yang mampu menerjemahkan apa yang akan terjadi dengan PKS kedepannya. Ini juga bisa menjadi data yang valid bagi para kader PKS untuk memetakan ke arah mana partai mereka akan bergerak selanjutnya.

Tentu saja tafsir kemenangan PKS dalam pemilihan pemimpin di berbagai daerah ini tidak boleh dipahami mentah-mentah bahwa PKS sama sekali terbebas dari citra buruk sebagai Partai Korupsi Sapi, sebagaimana sering digembor-gemborkan media. Bagaimanapun, tafsir kemenangan itu haruslah dimaknai untuk lebih berhati-hati. Kesalahan selama proses bekerja adalah mungkin. Boleh jadi, kasus serupa bisa kembali terulang. Koreksi berjamaah dan meningkatkan kewaspadaan adalah pilihan tepat agar partai tetap sehat, dinamis dan terus berjalan agar dapat terus meningkatkan kapasitas partai menjadi partai terdepan dalam beramal dan bermanfaat sebanyak-banyak manusia, terutama masyarakat Indonesia.








http://politik.kompasiana.com/2013/08/20/nasib-pks-pasca-kasus-daging-impor-sapi-582591.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here