Wakil Sekjen PKS, Fahri Hamzah memberikan koreksi terhadap pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada deklarasi koalisi PDIP, NasDem dan PKB Kamis (14/5/2014) di kantor DPP PDIP.
Mega saat itu mengatakan, tidak ada istilah koalisi, sehingga deklarasi itu dianggapnya bukan koalisi. Melainkan yang ada hanya istilah kerjasama. "Coba buka konstitusi," kata Mega saat itu.
Namun, Fahri mengingatkan Mega. Dia mengatakan, Mega justru yang salah menilai dan memahami konstitusi.
Fahri memulai dari konstitusi, yakni UU No.42 Tahun 2008 tentang Pilpres.
"Dua alinea pada bagian PENJELASAN mengatur "loyalitas" dan "koalisi"," kata Fahri dalam akun twitternya, Kamis (15/5/2014).
Dalam penjelasan itu dikatakan: Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui kesepakatan tertulis Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mengusulkan Pasangan Calon yang memiliki suasana terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektifitas pemerintahan...dst".
Fahri mengatakan, apa yang dikatakan Megawati bahwa di konstitusi yang ada yaitu kata kerjasama, dibantahnya. "Sementara itu, istilah 'kerjasama' atau 'kerjasama politik' tidak ada!," kata Fahri.
Dia memperlihatkan UU No.42 pada pasal penjelasan, pasal 101 ayat 1 dengan bunyi: Dalam menetapkan kantor akuntan publik yang memenuhi persyaratan di setiap provinsi, KPU bekerjasama dan memperhatikan masukan dari Ikatan Akuntansi Indonesia.
Fahri mengatakan, justru PDIP dalam hal ini Megawati, tidak berkenan menggunakan istilah yang ada di UU. Ada sikap yang terbalik, menggunakan istilah yang tidak diatur UU, tapi tidak mengakui istilah yang ada di UU atau konstitusi.
"PDIP dkk tidak mau memakai istilah 'koalisi' padahal istilah itu ada dalam UU Pilpres/Wapres. #KoalisiTanpaSyarat,".
"Mereka menggunakan kata 'kerjasama politik' padahal istilah itu tidak ada dalam UU Pilpres/Wapres," tulis Fahri.(Suaranews)
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Mega saat itu mengatakan, tidak ada istilah koalisi, sehingga deklarasi itu dianggapnya bukan koalisi. Melainkan yang ada hanya istilah kerjasama. "Coba buka konstitusi," kata Mega saat itu.
Namun, Fahri mengingatkan Mega. Dia mengatakan, Mega justru yang salah menilai dan memahami konstitusi.
Fahri memulai dari konstitusi, yakni UU No.42 Tahun 2008 tentang Pilpres.
"Dua alinea pada bagian PENJELASAN mengatur "loyalitas" dan "koalisi"," kata Fahri dalam akun twitternya, Kamis (15/5/2014).
Dalam penjelasan itu dikatakan: Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui kesepakatan tertulis Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mengusulkan Pasangan Calon yang memiliki suasana terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektifitas pemerintahan...dst".
Fahri mengatakan, apa yang dikatakan Megawati bahwa di konstitusi yang ada yaitu kata kerjasama, dibantahnya. "Sementara itu, istilah 'kerjasama' atau 'kerjasama politik' tidak ada!," kata Fahri.
Dia memperlihatkan UU No.42 pada pasal penjelasan, pasal 101 ayat 1 dengan bunyi: Dalam menetapkan kantor akuntan publik yang memenuhi persyaratan di setiap provinsi, KPU bekerjasama dan memperhatikan masukan dari Ikatan Akuntansi Indonesia.
Fahri mengatakan, justru PDIP dalam hal ini Megawati, tidak berkenan menggunakan istilah yang ada di UU. Ada sikap yang terbalik, menggunakan istilah yang tidak diatur UU, tapi tidak mengakui istilah yang ada di UU atau konstitusi.
"PDIP dkk tidak mau memakai istilah 'koalisi' padahal istilah itu ada dalam UU Pilpres/Wapres. #KoalisiTanpaSyarat,".
"Mereka menggunakan kata 'kerjasama politik' padahal istilah itu tidak ada dalam UU Pilpres/Wapres," tulis Fahri.(Suaranews)
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar