PENOLAKAN masyarakat Indonesia terhadap kelompok Syiah terus bergulir. Di banyak tempat, ulama bersama warga menggelar kajian bahaya gerakan Syiah baik di masjid, kantor, maupun lembaga pemerintahan. Tujuannya satu: mereka tidak ingin Indonesia dihancurkan oleh Syiah.
Menyusul banyaknya keresahan masyarakat, membuat Jakarta dalam dua hari ini dipenuhi kajian bahaya Syiah. Pertama acara seminar dan bedah buku “Syiah Menurut Sumber Syiah: Ancaman Nyata NKRI” buah karya, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM di Wisma Pertamina (Wiperti) Jl. Medan Merdeka Timur No.13, pada Sabtu, 1 November 2014.
Dalam bukunya, Anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat ini menilai kehadiran Syiah adalah tantangan nyata bagi eksistensi negara. Dalam sepak terjangnya, Syiah banyak diilhami gerakan revolusi Iran yang mengubah negara mengikuti konsepsi Imamah Syiah.
Ekstrimisme ajaran Syiah terhadap umat Islam sudah terasa sejak tahun 1980-an. Saat itu, anak-anak muda Syiah dengan berpakaian hitam-hitam sudah berani melontarkan caci maki terhadap ajaran Islam.
Mereka merusak generasi muda dengan konsep nikah mut’ah alias kawin kontrak. Layaknya pelacuran, kawin kontrak ini menjadikan uang sebagai bentuk barternya. Dimana mempelai laki-laki boleh menikahi (baca: menyewa) perempuan dengan durasi waktu. Kejadian ini sudah sering diangkat berkali-kali oleh media massa.
Sementara itu, hari Ahad, dalam usaha memahamkan umat terhadap propaganda sesat Syi’ah, Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) menggelar bedah buku “Teologi dan Ajaran Syi’ah Menurut Referensi Induknya” di Hotel Sofyan Jakarta.
INSISTS menilai bahwa Syi’ah telah melakukan banyak kedzaliman terhadap muslimin Ahlussunnah sepanjang sejarah.
Pendistorsian sejarah, pendangkalan aqidah serta kebiasaan takfir yang diikuti caci maki terhadap sahabat dan istri-istri Rasulullah hanyalah sekian dari aneka macam kedzaliman yang dilakukan oleh Syi’ah.
Tentu kita tidak ingin Indonesia berubah menjadi Irak. Dimana abainya negara, membuat Syiah leluasa menyusun skenario merongrong negara. Kini setelah Syiah berkuasa, pembantaian mengerikan kepada warga merajalela. Irak berubah menjadi negara yang loyal kepada Iran.
Saat mengunjungi Jakarta, Dr. Ahmed Mahjoub Jubouri, jurnalis asal Irak, mengatakan, 90% orang-orang Syiah kini menguasai pemerintahan. Imbasnya, kekacauan terjadi di mana-mana. Ribuan orang dibantai, ratusan masjid mereka bakar. Bahkan umat Islam yang tinggal di tempat yang mayoritas Syiah lambat laun di usir. “Hingga tempat tinggal mereka bersih tanpa orang-orang Sunni,” tuturnya yang mengunjungi Jakarta dalam rangka menghadiri International Conference on Islamic Media.
Begitu juga di bidang kehakiman. Orang-orang Syiah, kata Dr Jubouri, banyak memutuskan perkara seenak mereka. Sehingga setiap pekan ada ratusan umat Islam dijatuhi hukuman mati.
Dr. Jubouri berpesan kepada Indonesia agar jangan sampai tertipu oleh orang-orang Syiah. Meskipun pada awalnya mereka mengajak untuk bersatu, namun ujung-ujungnya adalah pengkhianatan. Mereka tidak segan-segan membantai warga Irak.
Kondisi di Irak tak ubahnya dengan kondisi Yaman hari ini. Sikap ekstrem kelompok Syiah Houthi langsung membuat kondisi Yaman berkubang dalam kekerasan. Anak-anak dan wanita menjadi korban. Shalat Jum’at kaum muslimin dihentikan secara paksa. Saat menguasai ibukota Sana’a, Syiah juga menutup sejumlah jalan. Peralatan senjata Syiah di Yaman dipasok langsung dari pemerintah Iran.
Untuk mengakhiri konflik politik, mereka berhasil mendesak pemerintah Yaman untuk meneken kesepakatan. Dalam kesepakatannya, Syiah mengajukan nama calon perdana menteri dan mendesak pembentukan pemerintahan baru.
Sebaliknya, pemerintah Yaman menuntut sejumlah hal kepada Syiah. Salah satunya meminta Syiah keluar dari ibukota Sana’a. Syiah pun menyetujuinya.
Namun janji tinggallah janji. Tuntutan agar Syiah keluar dari Sana’a ternyata tidak dipenuhi. Mereka malah kian merajalela dengan memblokade ruas jalan. Tak hanya itu, Syiah juga mengultimatum jika pemerintahan baru tidak dibentuk dalam waktu 10 hari, maka akan meletus revolusi.
Masyarakat Sana’a pun bergejolak. Gelombang protes warga terhadap Syiah menyeruak. Mereka melakukan perlawanan untuk menyudahi kesewenang-wenangan kelompok Syiah. Konflik pun pecah di Yaman. Dan hingga saat ini, Yaman terus membara.
Kasus Irak dan Yaman harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah, kementerian agama, dan aparat penegak hukum agar dapat belajar. Syiah bukanlah kelompok “kemarin sore” dalam mengatur konflik. Janji mereka bermakna dusta. Karena sejarah Syiah telah dipenuhi dengan pengkhianatan. Jangankan Indonesia, Shalahuddin Al Ayubi saja ditipu olehnya. [islampos]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar