Belum genap sebulan menjabat, Presiden Jokowi sudah membuat gebrakan yang cukup menghebohkan dengan meluncurkan 3 "kartu sakti"nya.
3 kartu sakti Jokowi itu adalah: Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Peluncuran 3 kartu sakti itu dilakukan Jokowi di Kantor Pos Besar, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014) http://t.co/AbBK5ZJF7K
Peluncuran 3 kartu sakti itu pun tak pelak mengundang kontroversi baik di media massa terlebih lagi media sosial seperti twitter & FB.
Dan kontroversi yang terjadi itu lebih luas skalanya daripada sekedar "kontroversi hati" ala Vicky Prasetyo. Mengapa demikian? :-)
Karena peluncuran 3 kartu sakti Jokowi yang super cepat itu memang mengundang segudang pertanyaan publik.
Apalagi peluncuran 3 kartu sakti Jokowi itu dilakukan menjelang pengumuman kenaikan harga BBM.
Dan menjadi mudah ditebak tujuan peluncuran 3 kartu sakti yang "ujug-ujug" itu yaitu untuk meredam kemarahan publik thd kenaikan harga BBM.
Sehingga dalam konteks ini bisa dikatakan bahwa 3 kartu sakti itu merupakan "wujud baru" dari BLSM zaman SBY.
Meskipun 2 dari 3 kartu sakti Jokowi itu merupakan program unggulan Jokowi yang didengung2kan saat kampanye lalu https://t.co/1spWGZSRMu
Namun dari timing peluncurannya yang terkesan "kesusu" menjadi sulit dibantah bila itu semua tdk lepas dari rencana kenaikan harga BBM.
3 hal pokok yang menjadi pangkal kontroversi peluncuran 3 kartu Jokowi itu adalah: dasar hukum, sumber dana, dan proses tendernya.
Pertanyaan2 ini banyak disuarakan aktivis socmed, contohnya bang @jonru (pic)
Menanggapi gencarnya pemberitaan dan kontroversi tentang 3 kartu sakti itu, beberapa pejabat angkat bicara, sayangnya malah terkesan ASBUN.
Misalnya Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani bilang bhw sedang dibuat dasar hukum 3 kartu itu berupa Inpres/Keppres.
Ini beritanya>>> Puan Siapkan Payung Hukum Kartu Sakti Jokowi http://t.co/0r9O9oGlOj
Saya gak ragu menyebut Bu Menko Puan Maharani itu ASBUN, lha tokoh sekelas Prof @Yusrilihza_Mhd juga menyebut Puan ASBUN.
Baca kultwit Prof @Yusrilihza_Mhd ini>> Soal 3 #KartuSaktiJokowi, Puan dan Pratikno Jangan Asbn http://t.co/0r9O9oGlOj
Puan Maharani disebut ASBUN karena tidak paham bahwa INPRES dan KEPPRES bukanlah instrumen hukum dlm hierarkhi peraturan perundang2an RI.
Mungkin karena masih baru, Bu Menko Puan belum sempat membaca UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(1) Dalam Pasal 7 UU 12/2011 itu, yg termasuk instrumen hukum dalam hierarki peraturan perundang2an adalah: UUD 1945, Tap MPR, UU/Perppu, ..
(2)...Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Tapi saya berbaik sangka bahwa mungkin saja Bu Menko Puan "keseleo lidah" bahwa yg dia maksud bukan Inpres/Keppres tapi Perpres :-)
Dan itu "wajar" karena sebagai pejabat baru, Bu Menko Puan belum bisa membedakan antara Prepres, Inpres, dan Keppres :-) cc @Yusrilihza_Mhd
Mari kita melangkah ke isu utama yang menjadi inti kultwit ini, yaitu soal SUMBER DANA 3 kartu sakti Jokowi itu.
Banyak pihak menebak-nebak darimana gerangan sumber dana untuk membiayai program 3 kartu sakti Jokowi yang konon sebesar 6,5 Trilyiun itu?
Dugaan tentang darimana sesungguhnya sumber dana 3 kartu sakti Jokowi itu pun bermunculan. Mari kita ulas dan telaah satu persatu :-)
Dugaan pertama: sumber dana Jokowi itu berasal dari para cukong yang selama ini berada di balik Jokowi. Ini jelas dugaan yang ngawur :-)
Ya kalaupun cukong2 itu memang ada, mana mau mereka sekarang keluar duit. Justru sekaranglah waktunya "memanen investasi" ke mereka ke JKW.
Sekarang lah waktunya bagi mereka yang telah "menanam saham" sampai terpilihnya Jokowi menjadi Presiden untuk "berpesta". Bukan keluar duit!
"Berpesta" di sini maksudnya adalah memperoleh segala macam benefit yang mungkin diperoleh dengan memanfaatkan posisi Jokowi sbg Presiden.
Jadi kita abaikan saja dugaan bahwa sumber dana 3 kartu sakti Jokowi itu dari duit para "cukong".
Dugaan kedua, sumber dana program 3 kartu sakti Jokowi berasal dari dana BANSOS. Menurut saya, ini juga keliru. Mengapa demikian?
Karena anggaran untuk BANSOS itu sudah ada kriterianya menyangkut siapa pemberi bantuan, siapa penerimanya, dan tujuan penggunannya.
Pemberi BANSOS meliputi Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga) dan Pemerintah Daerah. Dan ini sudah dialokasikan masing2 besarnya.
Artinya, dana BANSOS yang puluhan triliun itu tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga dan Pemda, tidak menumpuk dalam satu institusi.
Dan masing2 instansi (pusat/daerah) yang dialokasikan dana BANSOS itu sudah memiliki program sendiri2, misalnya untuk BOS dan PNPM Mandiri.
Sehingga tidak bisa semena2 dana BANSOS yg tersebar di berbagai instansi itu ditarik serentak dan dialihkan utk membiayai kartu sakti itu.
Apalagi ini sudah mendekati akhir tahun sehingga sangat mungkin alokasi dana BANSOS di tiap instansi itu sebagian besar sudah habis terserap
Dugaan ketiga: Dana utk membiayai 3 kartu sakti Jokowi itu bersumber dari dana CSR (Corporate Social Responsibility) BUMN. Ini juga ngawur!
Ironisnya, informasi ngawur itu bersumber dari pejabat tinggi yang merupakan orang terdekat Presiden Jokowi: Mensesneg Pratikno!
Coba baca>> Mensesneg: Anggaran Kartu Sakti Jokowi Bukan dari APBN - See more at: http://t.co/kWG5agUP0B
Saya sangat menyayangkan, seorang Mensesneg yang juga mantan Rektor UGM kok bisa2nya mengeluarkan statement ngawur begitu. :-(
Pernyataan ngawur Mensesneg Pratikno itu keluar setelah Wakil Ketua DPR @Fahrihamzah mempertanyakan darimana sumber dana 3 kartu itu.
Saya nggak tahu persis, apakah pernyataan ngawur Mensesneg itu hanya ungkapan spontan karena dalam situasi terdesak dicecar wartawan?
Atau memang upaya untuk menghindar dari pertanyaan DPR dengan dalih dana CSR tidak masuk APBN? Moga2 dugaan kedua ini salah.
Atau mungkin spt kasus Puan, sbg pejabat baru, Pak Pratikno blm sempat mempelajari peraturan perundangan di bidang keuangan negara :-(
Tokoh sekelas Prof @Yusrilihza_Mhd pun mengingatkan Mensesneg Pratikno agar jangan asbun dan pikirkan dulu dalam2 sebelum bicara & bertindak
Karena memang mengelola negara tidak sesederhana mengelola rumah tangga atau warung tegal. Segala yang dipikirkan langsung bisa dieksekusi.
Mohon maaf kepada pemilik warung tegal, bukan bermaksud merendahkan. Hanya sebagai komparasi saja bhw mengelola negara ada aturan yg jelas.
Meski BUMN adalah milik negara, namun bukan berarti Presiden bisa semena2 menarik dana BUMN, termasuk dana CSR. Ada aturan mainnya.
BUMN itu adalah kekayaan negara yang dipisahkan yg tunduk pd UU 19/2003. Sehingga antara negara dan BUMN adalah 2 entitas yang "terpisah".
Negara bisa memperoleh dana dari BUMN dengan 2 jalan: pertama melalui dividen berdasarkan hasil RUPS sesuai % kepemilikan saham pemerintah.
Kedua, dengan melakukan privatisasi terhadap BUMN yang bersangkutan. Bahasa terangnya: menjual BUMN itu.
Di luar kedua cara itu, negara bisa memperoleh dana dari BUMN melalui pajak2 (PPN, PPh, dst) yang dibayar BUMN itu krn kegiatan operasinya.
Sebaliknya, bila negara mau membantu BUMN juga ada aturan mainnya, yaitu melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara yg diatur dlm PP.
Dengan demikian, relasi antara negara sebagai pemilik BUMN dengan BUMN ada aturan mainnya. Tidak bisa main hantam begitu saja.
Begitu pun dengan CSR BUMN. Tidak bisa Presiden serta merta memerintahkan semua BUMN mengumpulkan dana CSR-nya utk membiayai kartu sakti.
Dana CSR yang telah disiapkan masing2 BUMN itu tentu sudah ada perencanaannya, mau digunakan untuk membiayai kegiatan apa saja.
Dan jelas bahwa penyaluran dana melalui kartu sakti bukanlah termasuk kegiatan BUMN dlm melaksanakan corporate social responsibility mereka.
Belum lagi soal timing yang kurang masuk akal. Sekarang sudah mendekati akhir tahun, artinya dana2 CSR di masing2 BUMN itu tinggal sedikit.
Lalu melalui instrumen hukum apa Presiden bisa memerintahkan BUMN menyetorkan sisa dana CSR-nya kepada Pemerintah? Nggak ada!
Dengan demikian menjadi jelas bahwa informasi yg menyatakan 3 kartu sakti Jokowi itu dibiayai dari dana CSR BUMN adalah HOAX alias BOHONG.
Kalau dari cukong bukan, dari BANSOS K/L bukan, dari CSR juga bukan, lalu darimana sesungguhnya sumber dana utk program 3 kartu sakti itu?
Jawabannya, yang jelas dari dana APBN, tidak mungkin bukan dari APBN. Hanya pertanyaannya, dari pos manakah dana itu diambil?
Sebelum masuk lebih dalam, mungkin saya jelaskan dulu sekilas tentang postur APBN kita.
Jadi secara garis besar APBN kita itu ada 2 sisi, sisi pendapatan dan sisi belanja.
Pada prinsipnya semua uang yang akan dibelanjakan dalam APBN telah dibagi habis ke semua Kementerian/Lembaga dan transfer ke Daerah.
Semua Kementerian/Lembaga telah mendapat alokasi untuk belanjanya masing2 yang tertuang dalam RKA-KL dan DIPA-nya.
Bagi yg belum tahu, RKA-KL = Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga; DIPA=Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Kementerian/Lembaga tidak bisa melakukan belanja di luar yang telah dituangkan dalam DIPA-nya masing2, untuk apa saja. Itu prinsip.
Kalau pun suatu Kementerian/Lembaga akan merubah peruntukan alokasi belanjanya itu harus mengajukan revisi DIPA.
Bahkan utnuk level belanja tertentu, sebelum mengajukan revisi DIPA, Kementerian/Lembaga hrs mendapat persetujuan dari Komisi terkait di DPR
Bahkan untuk level belanja tertentu, sebelum mengajukan revisi DIPA, Kementerian/Lembaga hrs mendapat persetujuan dari Komisi terkait di DPR
Dengan demikian menjadi mustahil bila program 3 kartu sakti Jokowi itu berasal dari anggaran Kementerian/Lembaga krn jelas2 blm dialokasikan
Namun untuk diketahui, di luar Bagian Anggaran (BA) Kementerian/Lembaga (masing2 K/L punya nomor BA sendiri), ada yg namanya BA Lain-Lain.
Prinsipnya, suatu belanja bisa "ditaruh" di BA Lain-Lain bila merupakan sesuatu yg sifatnya "khusus" dan "darurat".
"Khusus" artinya belanja itu tidak dapat "ditempelkan" di BA K/L manapun. Misalnya utk subsidi BBM dan bayar bunga utang negara.
Termasuk dulu di zaman SBY ada program BLSM sbg kompensasi kenaikan harga BBM masuk kategori "khusus" ini.
Di zaman SBY, uang utk BLSM diambil dari dana yg semula dialokasikan utk membayar subsidi BBM namun masih sisa krn harga BBM-nya dinaikkan.
Namun dana BLSM bisa juga "dialokasikan" di awal penyusunan APBN bila memang dari awal sudah ada rencana kenaikan harga BBM.
Dan karena APBN 2014 ini adalah peninggalan SBY, dana BLSM itu sangat mungkin sudah dialokasikan krn diperkirakan harga BBM naik tahun ini.
Dugaan ini mjd nampak benang merahnya dgn desakan Jokowi kepada SBY untuk secepatnya menaikkan harga BBM sblm pelantikan dirinya.
Krn sangat mungkin saat itu Jokowi sdh mendapat "bocoran" bahwa sudah dialokasikan sekian triliun utk program kompensasi kenaikan harga BBM.
Dengan demikian kita dapat menarik kesimpulan sementara bahwa dana 6,5 T yg dipakai utk membiayai 3 kartu sakti itu berasal dari sini.
Oh ya, hampir lupa. Kategori belanja kedua yg bisa ditaruh di BA Lain-Lain ini adalah yang sifatnya "darurat" dan sulit diperkirakan.
Contohnya dana untuk penanggulangan bencana yang skalanya besar, misalnya gempa bumi dan tsunami. Itu semua dialokasikan di BA Lain2 ini.
Kembali ke dana 6,5 T tadi kenapa DPR tidak tahu? Sangat mungkin krn dana itu blm jelas nomenklaturnya dlm BA Lain2 itu.
Jadi sangat mungkin saat pembahasan, DPR hanya tahu dana di BA Lain2 itu untuk apa saja secara umum. Karena mmg di sini bukan fokus DPR.
Sekedar diketahui, Bagian Anggaran Lain2 merupakan domain Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN).
Itu tadi soal sumber dana. Lalu bagaimana dengan dasar hukumnya? Semua bisa diatur, tinggal dicari "celah"nya saja dimana. Gak percaya? :)
Jadi "skenarionya" untuk mengamankan kebijakan 3 kartu sakti itu (dari sisi dasar hukum) kurang lebih begini...
Program 3 kartu itu akan dibuatkan payung hukum berupa Perpres, bukan Inpres atau Keppres seperti kata Bu Menko Puan ya :-)
Lalu bagaimana agar Perpres itu punya cantolan? Tinggal dicari saja celahnya peraturan di atasnya. Contohnya gini...
KIS (Kartu Indonesia Sehat) merupakan "perluasan" dari program Jaminan Kesehatan nasional (JKN) yang telah memiliki payung hukum. Mudah kan?
Dgn demikian, memang tdk perlu persetujuan DPR untuk program 3 kartu itu. Kalaupun dipanggil DPR, Pemerintah sdh siap dgn "alibi"nya itu.
Kenapa tdk perlu persetujuan DPR? Karena Perpres memang domain Presiden sbg pelaksanaan aturan di atasnya (UU atau PP).
Bila dipandang perlu, DPR hanya bisa memanggil Pemerintah utk menjelaskan itu semua. Dan saya yakin Pemerintah sdh siap dgn itu semua :)
Tapi kalau seperti itu yg kasihan biasanya menteri/dirjennya, krn mereka yg biasanya memberi keterangan ke DPR. Kalau presidennya aman2 aja.
Jadi program 3 kartu sakti ini meski terkesan aneh dan grusa-grusu, tapi sdh diperhitungkan "way out"nya nanti. :-)
Oh ya agak terlupa, agar lebih "smooth", anggaran 6,5T tadi dl wkt dekat ini sangat mungkin akan dialihkan ke BA K/L (Kemsos/Kemkes).
Jadi soal sumber dana beres, soal dasar hukum beres. Begitu mungkin yg ada dlm pikiran Pak Jokowi. Tapi itu td, yg kasihan yg di bawahnya :)
Dan selanjutnya, harga BBM telah siap dinaikkan. Sementara publik masih disibukkan dgn kontroversi 3 kartu sakti ini. :-)
Saya cukupkan kultwit kali ini. Semoga menambah wawasan kita semua. Salam... :-)
*dari twit @SangPemburu99 (Kamis, 6/11/2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar