Pemuda Muhammadiyah menolak dengan tegas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Alasannya, kebijakan ini sangat melukai rakyat, jauh dari prinsip pengelolaan ekonomi berkeadilan dan mencerminkan adanya arogansi kekuasaan.
"Pemerintah telah menunjukkan sikap ketidakpeduliannya. Rakyat yang semestinya disejahterakan, dibiarkan ikut menanggung beratnya beban APBN. Atas nama pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, pemerintah tega membunuh daya beli rakyat dan mengubur mimpi besar mereka dalam memperbaiki nasib," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, di Jakarta, Selasa (18/11).
Menurut Daulay, kebijakan menaikkan BBM bersubsidi juga memerlihatkan pemerintahan yang didukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ini tidak pandai berterima kasih.
Padahal rakyat yang bergotong royong membantu mereka dalam pemilihan presiden (pilpres) dan belum merasakan apa pun di balik kemenangan yang diraih.
"Janji-janji yang diucapkan belum satu pun yang terealisasi. Justru kepercayaan rakyat diingkari dengan menerapkan pengelolaan ekonomi yang berpihak pada kepentingan asing. Padahal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum sebulan," katanya.
Atas dasar itu, Pemuda Muhammadiyah, menurut Daulay, mengajak seluruh anak bangsa bersama-sama meminta pemerintah kembali menarik kebijakan menaikkan harga BBM tersebut.
Pemerintah diminta melaksanakan amanat konstitusi, khususnya pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Hak rakyat untuk memperoleh kemakmuran dari hasil kekayaan alam Indonesia harus dikembalikan," katanya.
Menurut Daulay, tuntutan disuarakan karena Indonesia bukan hanya milik mereka yang bisa beli BBM. Indonesia juga bukan hanya milik mereka yang berkuasa.
BBM adalah kekayaan alam Indonesia, karena itu harus bisa menyejahterakan, bukan menyengsarakan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar