Foto ini diposting pada sebuah situs militan pada hari Selasa
(7/1/2014), menunjukkan konvoi kendaraan dan pejuang yang diduga dari
Islamic State in Iraq and Syam (ISIS), di Anbar Province, Irak. (AP)
Ad Daulah Al Islamiyah (Negara Islam) dan khalifah. Dua idiom ini sekarang menjadi tema pembicaraan banyak pengamat. Tak hanya di luar negeri atau di negara-negara Arab, tapi juga di Indonesia yang mewakili negara berpenduduk umat Islam terbesar di dunia.Istilah Daulah Islamiyah dan khalifah, sebenarnya bukanlah istilah baru. Idiom Negara Islam, mewakili arus pemikiran politik Islam yang menghendaki adanya sebuah simbol pemerintahan yang menjalankan syariat Islam, melalui sebuah pemerintahan. Meski sebagian Muslim menganggap simbol yang mengidentifikasi ideologi negara itu bukan keharusan, dalam arti label Islam tak perlu menempel pada nama sebuah negara, sebab yang dipentingkan adalah substansi penerapan syariat Islam itu sendiri di sebuah negara. Sedangkan khalifah, adalah istilah yang biasa digunakan untuk pemimpin pemerintahan Islam tersebut.
Kita tidak membicarakan detail masalah arus pemikiran ini, melainkan sebagai latar belakang pembahasan tentang peristiwa yang menyangkut istilah Daulah Islamiyah dan Khalifah belakangan ini. Adalah ISIS (Islamic State in Iraq and Syam atau terkadang disebut Islamic State in Iraq and Suria), juga kadang disebut ISIL (Islamic State in Iraq and The Levant), sebuah payung gerakan militer bersenjata yang kini pengaruhnya semakin luas merambah sejumlah daerah konflik, utamanya di Irak dan Suriah. ISIS merupakan terjemahan dari bahasa Arab “Ad Daulah Al Islamiyah fi Al ‘Iraq and Asy Syam” (الدولة الإسلامية في العراق و الشام) yang kerap disingkat menjadi Daisy (داعش). Sesuai namanya, asal gerakan ini adalah organisasi bersenjata di Iraq dan kemudian meluas ke Suriah dan melingkupi sejumlah tempat yang termasuk wilayah Syam, yakni Libanon, Suriah, Yordania dan Palestina. Dan beberapa waktu lalu, tepatnya bulan Juni, mereka mendeklarasikan payung organisasi “Khilafah Islamiyah”.
Masalah ISIS dan Khilafah Islamiyahnya semakin hangat dibicarakan di Indonesia, setelah situs YouTube menampilkan rekaman video berisi sejumlah orang Indonesia yang mengaku ada di salah satu lokasi di wilayah konflik, Suriah. Di dalam rekaman itu, seseorang berpakaian hitam dengan bahasa Indonesia menyampaikan ajakan untuk ikut berjihad di Suriah untuk melawan musuh-musuh Islam. Dengan membawa simbol bendera hitam yang bertuliskan lafaz Laa ilaaha illaLlaah sebagai simbol yang kerap dikibarkan mewakili kelompok ISIS, mereka menyatakan bahwa sudah tidak ada waktu lagi untuk menunda jihad.
Setelah tayangan itu beredar, muncul sejumlah pandangan tokoh pemerintah, intelijen, pengamat, termasuk para ulama Islam di Indonesia yang menegaskan bahwa ISIS secara organisasi maupun pemikiran, terlarang karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Tentu saja ada banyak informasi yang penting digali untuk lebih mengenal tentang ISIS dan organisasi Khilafah Islamiyahnya ini. Dalam tulisan ini, pertama-tama kita akan membedah sosok “khalifah” Abu Bakar Al-Baghdadi.
Asal Usul “Khalifah” Abu Bakar Al-Baghdadi
Tanggal 10 Juni 2014 lalu, Irak dikejutkan oleh keberhasilan organisasi bersenjata Ad Daulah Al Islamiyah fi Al ‘Iraq wa Asy Syam (selanjutnya disebut: ISIS) yang menguasai wilayah Irak Utara dan beberapa wilayah Irak Barat. ISIS tak lama setelah itu bahkan merebut dan menguasai sepenuhnya wilayah Mousol dan Tikrit, dua wilayah strategis dan sebelumnya merupakan basis pendukung mendiang Saddam Husein. Rangkaian peristiwa mengejutkan itu, dilanjutkan dengan deklarasi sosok Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah umat Islam yang menyerukan seluruh kaum Muslimin berbaiat (bersumpah setia) kepadanya.
Abu Bakar Al-Baghdadi, mendeklarasikan diri sebagai khalifah. (Aljazeera)
Pasca ISIS mendeklarasikan Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai Khalifah umat Islam, popularitas ISIS dan Al-Baghdadi melesat dari sekedar bagian dari salah satu mantan pimpinan Al Qaeda dan organisasi bersenjata di Irak. Hingga dalam waktu tak kurang dari dua minggu, tepatnya pada Juli 2014, Al-Baghdadi mengklaim pihaknya telah menerima baiat lebih dari 1,25 juta orang.
Harian “Al-Nahar” terbitan Libanon mengaku kesulitan mencari komentar para tokoh agama tentang ISIS. Menurut Al-Nahar, para tokoh agama yang dimintakan tanggapannya meminta untuk identitasnya dirahasiakan. Di antara mereka ada yang menolak pembaiatan kepada Al-Baghdadi sebagai khalifah umat Islam. “Al-Baghdadi tidak dianggap sebagai pemimpin umat Islam karena ia hanya pemimpin organisasi, wilayah tertentu dan pendukung tertentu. Adapun bila disandarkan pada umat Islam ia sama sekali tidak diterima secara umum dan tidak disepakati,” demikian salah satu pernyataan tokoh agama Libanon seperti dikutip Al-Nahar dan dilansir juga oleh Al-Jazeera.
Komentar lainnya disebutkan oleh Aljazeera dari seorang tokoh agama Libanon yang disebut Sheikh Ahmad Amura. Ia mengatakan, “Khalifah atau Amirul Mukminin adalah orang yang mewakili Nabi SAW dalam memelihara agama (hirasatu ad-diin) dan mengatur urusan dunia (siyasatu ad-duniya). Penunjukannya dilakukan melalui mekanisme syura yang melibatkan ahlu al halli wa al’aqdi (semacam perwakilan umat), para pakar dan tokoh ulama serta pemimpin yang direkomendir oleh umat Islam.”
Sementara itu, harian Daily Telegraph terbitan Inggris menyinggung informasi lebih detail tentang peranan unit perang Al-Baghdadi. Disebutkan bahwa Al-Baghdadi memiliki sekitar seribu komando lapangan dari level tengah dan tinggi memiliki kemampuan intelijen, militer dan teknik. Selain itu, diperkirakan salary yang diperoleh oleh para elit Al-Baghdadi itu kisaran 300 sampai 2000 dollar. Daily Telegraph juga menyinggung masa muda Al-Baghdadi yang menurut teman-temannya adalah seorang yang pandai bermain bola saat tinggal di Baghdad.
Cover Majalah Times terbitan Amerika edisi Desember 2013. (dakwatuna/os)
Harian “Al-Hayat” tanggal 4 Agustus 2014 mengulas tentang latar Al-Baghdadi saat belajar di Fakultas Syariah di Baghdad. Seorang guru yang mengaku mengajar Al-Baghdadi mengatakan bahwa Al-Baghdadi bukanlah seorang yang beraliran salafy, melainkan orang yang mendalami masalah tajwid dan hampir tak memiliki kaitan apapun kecuali masalah tilawah Al-Quran. Sejumlah sumber seperti BBC menyisipkan dugaan bahwa sosok yang disebut Al-Baghdadi itu adalah imam salah satu masjid di Iraq pada tahun 2003.
Menurut harian Al-Hayat, menulis bahwa nama Abu Bakar Al-Baghdadi memiliki nama aslinya adalah Abdullah Ibrahim. Nama Abu Bakar Al-Baghdadi sendiri diambil dari nama khalifah pertama yakni Abu Bakar Al-Shiddiq karena ia konon memiliki silsilah khalifah Abu Bakar. Sedangkan Al-Baghdadi diambil dari ibukota Irak , Baghdad. Abu Bakar Al-Baghdadi mulai mencuat popularitasnya setelah organisasi Ad-Daulah Al-Islamiyah fi Al-Iraq berdiri di tahun 2006, setelah sebelumnya ia adalah salah satu tokoh organisasi Al-Qaeda pimpinan Anwar Az Zawahiri. Setelah organisasinya merebut banyak kemenangan di Irak, Al-Baghdadi memperluas wilayah cakupannya hingga ke Suriah untuk mengikat berbagai faksi mujahidin di wilayah Irak dan Suriah.
Asal usul sosok yang disebut Abu Bakar Al-Baghdadi disebut sebagai kelahiran tahun 1971 dari keluarga As-Samra’i kelahiran Dayali yang terletak di Irak Timur. Al-Baghdadi memperoleh ijazah ilmiyahnya di Islamic University di Irak. Saat invasi militer AS ke Irak tahun 2003, Al-Baghdadi bergabung dengan Al-Qaeda di bawah kepemimpinan Osama bin Laden. Al-Baghdadi disebutkan pernah ditangkap sejak interval tahun 2004-2009, di penjara Buka di selatan Irak, dan setelah itu ia diserahkan ke pihak berwenang Irak pada tahun 2009. Al-Baghdadi juga diidentifikasi sebagai murid dari tokoh Yordania Abo Mos’ab Az Zarqawi.
Masih menurut Al-Hayat, Abu Bakar Al-Baghdadi adalah komando militer lapangan yang ahli strategi. Kemampuan Al-Baghdadi disebut-sebut melebihi Az Zawahiri pemimpin Al Qaeda yang kini bersembunyi di Pakistan. Kemampuan Al-Baghdadi inilah yang mendorong banyak kalangan pasukan lokal dan internasional yang ada di Irak, bergabung di bawah organisasi yang dipimpinnya. Meski di tahun 2010, saat Al-Baghdadi menerima mandat memimpin organisasi Daulah Islamiyah di Irak dalam kondisi lemah. Tapi situasi konflik di Suriah sejak 2011 yang bertetangga dengan Irak mendorong ia menyeberang ke Suriah dan memperluas pengaruhnya di tahun 2013. Misi Al-Baghdadi ketika itu adalah menguasai sejumlah wilayah Suriah yang bisa menjadi jembatan dengan wilayah Irak.
Tahun 2011, AS memasukkan nama Abu Bakar Al-Baghdadi dalam daftar teroris yang diburu dengan menyediakan hadiah besar bagi siapapun yang bisa menangkapnya. Pemerintah Irak juga menyebarkan fotonya ke sejumlah tempat namun mereka kesulitan menangkap Al-Baghdadi. Amerika meyakini Al-Baghdadi ada di Suriah, sedangkan pemerintah Irak meyakini Al-Baghdadi ada di Irak. Al-Baghdadi dan pasukannya kemudian terus mengukuhkan penguasaannya di Baghdad, dan wilayah yang dekat dengan perbatasan Turki dan Yordania. Ia juga hampir menguasai wilayah Ramadi di Irak, dan dua distrik Deir Zour dan Riqqa di Suriah. Kemudian Latakia, Aleppo, Idlib dan Humat.
Selama itu, Al-Baghdadi menjauh dari sorotan kamera dan tampil di publik, kecuali setelah ia mendeklarasikan Daulah Khilafah Islamiyah di sejumlah wilayah Irak dan Suriah. Ia pun tampil menyampaikan pidato yang rekamannya disebarluaskan ke seluruh dunia melalui situs YouTube, saat ia ada di Mousol. Dengan mengenakan pakaian hitam panjang dan sorban kepala hitam, Ia mengajak kaum muslimin dunia untuk taat dan menyatakan baiat kepadanya sebagai khalifah. (Bersambung)
Sumber : dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar