Persaingan jelang pemilu di Jawa Tengah sengit. Bahkan, tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menerima laporan adanya intimidasi terhadap kekuatan birokrasi di lingkungan pemerintah daerah di Jawa Tengah.
"Saya mendapat laporan dari relawan Prabowo-Hatta, ada beberapa bupati atau wakil bupati yang melakukan intimidasi terhadap bawahannya agar memilih Jokowi," ujar penasehat tim pemenangan Prabowo-Hatta, Letjend TNI Purn Suryo Prabowo dalam keterangannya, Jumat (27/6).
Ia pun menyesalkan intimidasi tersebut terjadi justru setelah ada perjanjian pemilu damai. Apalagi, saat ini menjelang Ramadhan.
"Rakyat jadi tertekan secara psikis karena intimidasi. Coba bayangkan, banyak spanduk Prabowo-Hatta dicoret dengan kata-kata kotor yang tidak senonoh. Kalau itu dibaca anak-anak apalagi di Ramadhan, ini bisa mengganggu kekhusyu'an Muslim menjalankan ibadah puasa. Sepertinya mereka siap menang tetapi tidak siap kalah," paparnya.
Menurutnya, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi basis suara bagi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Bahkah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merupakan kader PDIP. Tak hanya itu, dari 35 kabupaten/kota, 14 di antaranya dipimpin oleh kader PDIP.
Ia pun mengaku tak heran jika Jawa Tengah menjadi provinsi yang ditargetkan untuk memenangkan Jokowi-JK. Namun, yang ia sesalkan adalah cara yang ditempuh untuk mencapai target tersebut.
Suryo mengaku menerima banyak laporan ancaman dan tindakan intimidatif terhadap birokrasi hingga ke tingkat desa untuk mendukung Jokowi-JK di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah. Misalnya, di Banyumas, Brebes, Pemalang, Pekalongan, Kudus, Boyolali, Sukoharjo, Magelang, dan Temanggung.
"Ancaman yang diterima ada yang halus berupa imbauan tapi ada juga yang kasar seperti akan dibebastugaskan dan tidak diprioritaskan dalam kenaikan pangkat dan jabatan atau pemberian bantuan sosial jika tidak mendukung Jokowi-JK," bebernya.
Suryo mengatakan, intimidasi tersebut bukan saja menimpa birokrasi. Tetapi juga lembaga negara independen, seperti KPUD.
Misalnya, kata dia, acara nonton bareng debat capres (22/6) yang digelar KPUD Slawi di taman rakyat berlangsung tidak adil. Karena, acara itu menayangkan stasiun televisi Metro TV yang memang sudah jelas mendukung Jokowi.
"Mengapa bukan TVRI yang relatif netral? Pembawa acara juga selalu bertanya siapa nama pasangan capres-cawapres nomor dua. Tetapi kenapa pasangan nomor urut satu tidak ditanya? Setelah diusut ternyata acara itu digelar KPUD berkerja sama dengan Dewan Kesenian dan LSM Bennmas binaan PDI Perjuangan," ungkapnya.
Sumber : republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar