Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Ade Armando memberikan klarifikasi menyangkut beredarnya berita yang menyebut dirinya bernazar, akan memotong leher jika Joko Widodo (Jokowi) kalah dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Dosen UI ini memberikan klarifikasi tersebut melalui akun micro bloging Kompasiana miliknya, dengan judul Menjelaskan soal kata "Potong Leher Saya, kalau Jokowi Kalah".
Klarifikasi itu diposting Ade Armando pada Jumat, 20 Juni 2014 pukul 07.51 WIB. Dalam laman blognya, Ade mengakui sebagai pendukung Jokowi, mengaku tidak terlalu nyaman membuat tulisan ini.
Namun selama lebih dari sebulan ini sudah sangat banyak orang bertanya melalui beragam media sosial maupun pribadi. Ade mengaku sampai Kamis 19 Juni malam, masih ada saja yang mengirimkan komentar kepadanya yang menanyakan kepadanya apakah betul siap memotong leher.
"Beberapa hari yang lalu, seorang kawan bertanya, 'Betul mau potong leher kalau Jokowi kalah?" tulis Ade menggambarkan pertanyaan seorang kawan kepadanya.
Dia mengakui sudah memberikan jawaban atas pertanyaan itu kepada orang terdekat. Ade juga sempat memberikan jawaban pendek melalui media sosial ketika isu ini muncul begitu saja dalam percakapan. "Tapi nyatanya cara menjawab semacam itu tidak efektif," tulisnya.
Ade merasa terganggu dengan pertanyaan yang terkesan sensasional ini. Bahkan dia merasa ada sebagian orang yang berniat jahat dengan memanfaatkan berita tentang ucapan potong leher itu, untuk menerornya.
Dia menjelaskan, soal ucapan potong leher itu sebenarnya cerita lama. Saat itu dia menjadi pembicara di sebuah diskusi di Jakarta pada September 2013.
Diskusi itu membahas tentang tren pembicaraan politik di media sosial. Ketika itu suasana politik sudah mulai memanas. Partai Demokrat sudah mulai menggelar Konvensi Capres.
Saat itu, kata dia, dirinya diminta menanggapi tren pembicaraan politik di media sosial. Kalau tidak salah, ketika itu Political Wave mempresentasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa tokoh yang paling banyak dibicarakan secara positif di media sosial adalah Jokowi.
Ade mengaku sempat menyindir PDIP yang saat itu belum bersedia menyatakan siapa capresnya. Ade pun mempertanyakan sikap PDIP yang tidak kunjung mengajukan nama Jokowi. Saat itu, Ade berpendapat mengusung nama Jokowi adalah kesempatan yang akan menjadi sia-sia kalau tidak dimanfaatkan.
Dia pun membandingkan dengan partai lain yang sudah berani mengajukan nama capres. Golkar sudah memutuskan Aburizal Bakrie (ARB), Gerindra mengajukan Prabowo, PAN menetapkan Hatta Rajasa, bahkan PBB sudah memutuskan nama Yusril Ihza Mahendra. "Padahal elektabilitas orang-orang itu, menurut berbagai polling, jauh di bawah Jokowi," tulis Ade.
Menurut dia, semua polling yang dapat dipercaya menempatkan Jokowi di posisi tertinggi dalam hal elektabilitas menjadi capres. Jadi, kata dia, mengherankan bila PDIP masih terus ragu-ragu mengajukan nama Jokowi.
Pada saat itu, Ade mengatakan PDIP harus mengajukan nama Jokowi sebagai capres. "Saya katakan, kira-kira begini, PDIP harus segara ajukan nama Jokowi sebagai Capres. Dijamin menang. Potong leher saya kalau Jokowi sampai kalah, kalau Jokowi maju sekarang!” ungkap Ade dalam blognya.
Dia pun memberikan penegasan jika Jokowi maju pada September 2013, Gubernur DKI Jakarta itu pasti menang karena dukungannya terhadapnya saat tinggi dan masih banyak waktu untuk menyiapkan diri. Namun Ade merasa apa yang diungkapkannya ditulis berbeda oleh sebuah media online pada tanggal 25 September 2013. Media itu menulis seperti ini.
"Ade juga yakin jika Jokowi maju sebagai calon presiden, kader PDIP itu sudah dapat dipastikan akan memenangi pemiihan presiden (Pilpres) 2014. Bahkan ia berani bertaruh. ‘Potong leher saya jika Jokowi kalah! Jika dia maju saat ini,’ cetus Ade,” tutur Ade dalam blognya membaca berita tentang dirinya.
Adapun berita tersebut dengan judul Pengamat: Jika Jokowi Kalah Pilpres 2014, Potong Leher Saya!. Beberapa bulan setelah pemuatan berita itu, Ade merasa heran karena berita itu kembali beredar sekitar akhir April.
Berita itu tersebar di berbagai media sosial yang isinya menuliskan dirinya siap dipotong leher jika Jokowi kalah. Celakanya, kata dia, si penyebar berita tidak menunjukkan bahwa itu sebenarnya berita September.
Selain itu, kata dia, penyebar juga tidak menjelaskan pernyataanya tentang potong leher itu bersifat kondisional. Ade pun mencurigai ada pihak-pihak yang berniat jahat di balik penyebaran berita tentang pernyataan dirinya.
"Saya curiga bahwa memang ada pihak-pihak yang dengan sengaja menggandakannya dengan niat jahat. Yang disebar misalnya bukan lagi link beritanya, melainkan hanya judulnya atau penggalan beritanya yang diubah-ubah sedemikian rupa sehingga saya tampak sebagai seorang kafir laknatullah," tutur Ade.
Akibatnya, kata dia, bermunculan tulisan menyindiri dirinya . Misalnya muncul komentar di dinding Facebook miliknya seperti "Siap-siap asah golok ah buat potong leher…” atau “Potong lehernya, potong lehernya sekarang juga, sekarang jugaaaa…”
Dia mengaku selama ini cenderung tidak mau membuat klarifikasi secara resmi. Sebab dirinya mengaku tidak ingin terlihat ketakutan dengan ancaman-ancaman seperti itu. Saat itu dia berharap orang akhirnya akan diam dan memperoleh kebenaran dari sumber-sumber lain.
Namun, kata dia, perkiraanya meleset. Serangan soal ‘potong leher’ ini pun menjadi-jadi. "Jadi begitulah penjelasan saya. Mudah-mudahan cukup terang," katanya.(auaranews)
Dosen UI ini memberikan klarifikasi tersebut melalui akun micro bloging Kompasiana miliknya, dengan judul Menjelaskan soal kata "Potong Leher Saya, kalau Jokowi Kalah".
Klarifikasi itu diposting Ade Armando pada Jumat, 20 Juni 2014 pukul 07.51 WIB. Dalam laman blognya, Ade mengakui sebagai pendukung Jokowi, mengaku tidak terlalu nyaman membuat tulisan ini.
Namun selama lebih dari sebulan ini sudah sangat banyak orang bertanya melalui beragam media sosial maupun pribadi. Ade mengaku sampai Kamis 19 Juni malam, masih ada saja yang mengirimkan komentar kepadanya yang menanyakan kepadanya apakah betul siap memotong leher.
"Beberapa hari yang lalu, seorang kawan bertanya, 'Betul mau potong leher kalau Jokowi kalah?" tulis Ade menggambarkan pertanyaan seorang kawan kepadanya.
Dia mengakui sudah memberikan jawaban atas pertanyaan itu kepada orang terdekat. Ade juga sempat memberikan jawaban pendek melalui media sosial ketika isu ini muncul begitu saja dalam percakapan. "Tapi nyatanya cara menjawab semacam itu tidak efektif," tulisnya.
Ade merasa terganggu dengan pertanyaan yang terkesan sensasional ini. Bahkan dia merasa ada sebagian orang yang berniat jahat dengan memanfaatkan berita tentang ucapan potong leher itu, untuk menerornya.
Dia menjelaskan, soal ucapan potong leher itu sebenarnya cerita lama. Saat itu dia menjadi pembicara di sebuah diskusi di Jakarta pada September 2013.
Diskusi itu membahas tentang tren pembicaraan politik di media sosial. Ketika itu suasana politik sudah mulai memanas. Partai Demokrat sudah mulai menggelar Konvensi Capres.
Saat itu, kata dia, dirinya diminta menanggapi tren pembicaraan politik di media sosial. Kalau tidak salah, ketika itu Political Wave mempresentasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa tokoh yang paling banyak dibicarakan secara positif di media sosial adalah Jokowi.
Ade mengaku sempat menyindir PDIP yang saat itu belum bersedia menyatakan siapa capresnya. Ade pun mempertanyakan sikap PDIP yang tidak kunjung mengajukan nama Jokowi. Saat itu, Ade berpendapat mengusung nama Jokowi adalah kesempatan yang akan menjadi sia-sia kalau tidak dimanfaatkan.
Dia pun membandingkan dengan partai lain yang sudah berani mengajukan nama capres. Golkar sudah memutuskan Aburizal Bakrie (ARB), Gerindra mengajukan Prabowo, PAN menetapkan Hatta Rajasa, bahkan PBB sudah memutuskan nama Yusril Ihza Mahendra. "Padahal elektabilitas orang-orang itu, menurut berbagai polling, jauh di bawah Jokowi," tulis Ade.
Menurut dia, semua polling yang dapat dipercaya menempatkan Jokowi di posisi tertinggi dalam hal elektabilitas menjadi capres. Jadi, kata dia, mengherankan bila PDIP masih terus ragu-ragu mengajukan nama Jokowi.
Pada saat itu, Ade mengatakan PDIP harus mengajukan nama Jokowi sebagai capres. "Saya katakan, kira-kira begini, PDIP harus segara ajukan nama Jokowi sebagai Capres. Dijamin menang. Potong leher saya kalau Jokowi sampai kalah, kalau Jokowi maju sekarang!” ungkap Ade dalam blognya.
Dia pun memberikan penegasan jika Jokowi maju pada September 2013, Gubernur DKI Jakarta itu pasti menang karena dukungannya terhadapnya saat tinggi dan masih banyak waktu untuk menyiapkan diri. Namun Ade merasa apa yang diungkapkannya ditulis berbeda oleh sebuah media online pada tanggal 25 September 2013. Media itu menulis seperti ini.
"Ade juga yakin jika Jokowi maju sebagai calon presiden, kader PDIP itu sudah dapat dipastikan akan memenangi pemiihan presiden (Pilpres) 2014. Bahkan ia berani bertaruh. ‘Potong leher saya jika Jokowi kalah! Jika dia maju saat ini,’ cetus Ade,” tutur Ade dalam blognya membaca berita tentang dirinya.
Adapun berita tersebut dengan judul Pengamat: Jika Jokowi Kalah Pilpres 2014, Potong Leher Saya!. Beberapa bulan setelah pemuatan berita itu, Ade merasa heran karena berita itu kembali beredar sekitar akhir April.
Berita itu tersebar di berbagai media sosial yang isinya menuliskan dirinya siap dipotong leher jika Jokowi kalah. Celakanya, kata dia, si penyebar berita tidak menunjukkan bahwa itu sebenarnya berita September.
Selain itu, kata dia, penyebar juga tidak menjelaskan pernyataanya tentang potong leher itu bersifat kondisional. Ade pun mencurigai ada pihak-pihak yang berniat jahat di balik penyebaran berita tentang pernyataan dirinya.
"Saya curiga bahwa memang ada pihak-pihak yang dengan sengaja menggandakannya dengan niat jahat. Yang disebar misalnya bukan lagi link beritanya, melainkan hanya judulnya atau penggalan beritanya yang diubah-ubah sedemikian rupa sehingga saya tampak sebagai seorang kafir laknatullah," tutur Ade.
Akibatnya, kata dia, bermunculan tulisan menyindiri dirinya . Misalnya muncul komentar di dinding Facebook miliknya seperti "Siap-siap asah golok ah buat potong leher…” atau “Potong lehernya, potong lehernya sekarang juga, sekarang jugaaaa…”
Dia mengaku selama ini cenderung tidak mau membuat klarifikasi secara resmi. Sebab dirinya mengaku tidak ingin terlihat ketakutan dengan ancaman-ancaman seperti itu. Saat itu dia berharap orang akhirnya akan diam dan memperoleh kebenaran dari sumber-sumber lain.
Namun, kata dia, perkiraanya meleset. Serangan soal ‘potong leher’ ini pun menjadi-jadi. "Jadi begitulah penjelasan saya. Mudah-mudahan cukup terang," katanya.(auaranews)
Mulutmu HarimauMu
BalasHapus