Prof. Sumitro Membongkar Kedzaliman Wiranto Terhadap Prabowo - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

26 Juni 2014

Prof. Sumitro Membongkar Kedzaliman Wiranto Terhadap Prabowo


Tulisan ini adalah milik @Alghazaru yang ditulis pada akun chirpstory.com miliknya. Berisi tentang kesaksian Ayahanda Prabowo Prof. Sumitro tentang tragedi kedzaliman yang menimpa putranya pada tahun 1998 yang dilakukan oleh Wiranto. Redaksi Bulan Sabit Kembar sengaja memformat ulang tulisan ini agar lebih enak dibaca dalam versi posting Blog dengan sedikit penyempurnaan penulisan kalimat.

Sore ini kita coba bahas kesaksian Ayahanda Prabowo terkait tragedi 1998 Prof. Soemitro.
 Bukan rahasia umum bahwa Soeharto berprasangka buruk kpd Prabowo dan Habibie utk menggulingkan kekuasaannya, demikian dikatakan oleh Prof Soemitro. Bermula dari Soeharto yang telah termakan isu yg dihembuskan oleh anak-anaknya, cerita-cerita miring juga  berhembus kuat sebab di kalangan perwita tinggi ABRI kecemburuan atas karir prabowo yang begitu cepat. Menurut beliau yang sudah tidak  lagi dapat menyembunyikan rasa bencinya terhadap Prabowo adalah Pangab Jenderal Wiranto.

Bersama kelompoknya, Wiranto dalam posisi terus mengintai, dan bahkan mungkin sebagai pihak yang selalu berusaha mengambil inisiatif untuk mengambil tindakan dan sudah tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan begitu melihat ada peluang untuk menyingkirkan Prabowo maka dengan segara dirinya akan  menghempaskan Prabowo.

Pada sekitar tanggal 21 Mei 1998 kabarnya Wiranto mengeluh kepada mantan Presiden/Pangti Soeharto mengenai pergerakan Prabowo. Dari sumber yang sangat dipercayaya, Soeharto bertanya kepada Wiranto apakah Prabowo harus dilempar ke teritorial,ke Irian Jaya atau entah ke mana? dan Soeharto berkata kapada wiranto untuk menyingkirkan Prabowo dari Pasukan.

Malam sebelum pengumuman pemberhentian Prabowo, beliau menelpon Prof. Soemitro (ayahnya) dan mengatakan bahwa beliau telah dikhianati oleh mertuanya, Prabowo jelass kecewa terhadap keluarga cendana dan ia menulis surat utk membela diri, namun surat itu dinilai tidak pantas oleh keluarga Cendana.

Tanggal 25 Mei 1998: Letjen Prabowo resmi dicopot dari Pangkostrad, dan dikirim ke Bandung untuk menjadi Komandan Sesko ABRI, namun setelah pemeriksaan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), bahkan karier militer Prabowo diakhiri oleh Wiranto

Kemudian Prabowo memutuskan untuk memilih menjadi pengusaha di luar negeri, guna menyusun hidup yang baru. Sebelum berrangkat, ia sempat melapor kepada Pangab Jenderal TNI Wiranto, dan ketika itu Wiranto sempat berkomentar singkat, “Ya, sudah pergi saja ke luar, tak apa-apa. Jauhkan pikiran kamu dari Mahmil!”

Menyaksikan tragedi yang menimpa Prabowo, tentu saja sebagai orang tua, Sumitro menganggap itu sebagai cobaan yang berat dalam kehidupan. Sumitro mengatakanProf. , Prabowo mesti tetap tabah dan lebih kuat lagi. Masalahnya bukan ia dipukul, tapi bagaimana ia bisa bertahan. Soemitro bangga anknya tabah. Ujian buat saya dan isteri dalam kehidupan jauh lebih dari itu, habis dari menteri lalu tiba-tiba jatuh jadi buronan

Tindakan pertama ABRI, segera setelah Soeharto lengser ialah brusaha mengungkap kasus penculikan para aktivis pro-demokrasi. Wiranto mengumumkan tujuh oknum anggota Kopassus sebagai tersangka kasus penculikan. Wiranto lantas seakan hendak memuaskan tuntutan msyarakt dengan mbentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai Subagyo Hasilnya, Prabowo diakhiri masa dinasnya (istilah lain dari diberhentikan dengan hormat) dari kesatuannya di ABRI demikian juga beberapa perwira lainnya dibebastugaskan tapi kemudian belakangan terbukti bahwa langkah Wiranto tersebut lebih bermakna politis, kalau tidak boleh dikatakan mengelabui publik dan jauh dari kesungguhan institusi ABRI sendiri untuk mengungkap satu per satu kasus yang mengemuka di masyarakat
   
Prabowo mengakui perbutannya kepada DKP dan mengungkapkan mengenai daftar sembilan aktivis yang harus diculik yang ia dapat dari ATASANNYA dan kesembilan orang itu menjadi tanggung jawabnya, yang kemudian telah ia lepaskan serta semuanya masih hidup. Haryanto Taslam kabarnya mengakui bahwa ia masih hidup karena Prabowo yang melepaskan,

Yang menjadi pertanyaan Mengapa setelah DKP memeriksa Prabowo dan kawan-kawan, pengusutan kasus penculikan lantas berhenti? Bukankah yang bersangkutan sudah bersedia dan menyatakan lebih senang bila kasusnya diselesaikan di mahkamah militer. Dalam kamus tentara mustahil seorangg tentara mengambil sikap tanpa adanya perintah atasan terlebih mengambil inisiatif.  Berarti yang mesti ditelusuri lebih jauh ialah siapa yang memberi perintah kepada Prabowo untuk menculik?, KSAD-kah, Pangab atau Pangti..?, pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi penyebab kengapa Prabowo tidak dilanjutkan ke Mahkamah Militer, karena pasti akan menyeret banyak nama jendral dan rahasia ABRI akan terbongkar.

Muatan politis Wiranto terasa dalam 2 hal,
Pertama, merebut simpati publik dengan mengajukan nama-nama tim kopasus kemudian menjatuhkan hukuman
Kedua, menangani sesegera mungkin kasus penculikan yang melibatkan Prabowo, berarti akan terbuka luas kesemptan bagi Wiranto untuk menggeser Prabowo. Dengan tanpa melacak lebih lanjut ke tingkat yang lebih tinggi guna mencari tahu siapa yang memberi perintah kepada Prabowo, dan publik segera sadar bahwa pengungkapan kasus penculikan semata-mata mempunyai sasaran tunggal yakni menggeser Prabowo.
   
Wiranto kemudian dengan leluasa melakukan konsolidasi di tubuh TNI dan dinilai sebagai pembersihan terhadap orang-orang yang loyal terhadap Prabowo, puncaknya memarginalisasi para perwira yang dekat dengan Prabowo dan dilakukannya mutasi besar-besaran 100 perwira ABRI pada 4 Januari 1999
   
Prof. Sumitro berkata keadilan terhadap masalah yang dihadapi Prabowo terlihat kabur dan ngawur, karena seakan semua hujatan terpusat pada Kopassus dan Prabowo.

Prof. Soemitro merasa ada sesuatu yang janggal dimana pada tnggal 14 mei 1998, Wiranto ngotot memberangkatkan semua jendral penting ke Malang untuk menghadiri PPR padahal sudah ada info bahwa akan terjadi kerusuhan besar-besaran di Jakarta. Saat itu prabowo pun mencoba memberikan saran kepada  Wiranto untuk tidak berangkat ke malang. Prabowo mengatakan apakah tidak sebaiknya ia berada di Jakarta untuk berjaga-jaga membantu Pangdam Mayjen Sjafrie Sjamsuddin, namun Wiranto tetap bersikeras bahwa semua harus berangkat meninggalkan Jakarta! Ini berarti mengorbankan keamanan Jakarta. Padahal mestinya upacara peralihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) cukup hanya dilakukan oleh panglima divisi

Saat itu Prof. Soemitro menilai sikap Wiranto sangatlah janggal dan menduga keras tersembunyi maksud-maksud terselubung mengapa Wiranto mengungsikan para pimpinan pasukan. Bagi Sumitro hal inilah yang harus diusut tuntas guna menyingkap misteri tebal di seputar kerusuhan 13-15 Mei 1998 dan rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) agar pemerintah mengusut pertemuan berbagai tokoh tanggal 14 Mei 1998 di Makostrad

Yang terjadi  pada Mei 1998 memang banyak kejanggalan terutama di tubuh TNI AD dan bahwa Prabowo tidak di-ajukan ke Mahkamah Militer bukan karena dia menolak, melainkan TNI AD tidak mau membawa Prabowo ke Mahkmi. Silahkan masyarakat menilai siapa sebenarnya yang takut terbongkar boroknya.



SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here