Kemensos segera tutup 50 lokalisasi di Indonesia - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

20 Juni 2014

Kemensos segera tutup 50 lokalisasi di Indonesia

Kementerian Sosial (Kemensos) segera menutup 50 tempat lokalisasi prostitusi di Indonesia, hal ini dikarenakan banyak masalah baru yang ditimbulkan tempat lokalisasi tersebut.

Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Aljufri mengatakan, sebagai langkah awal pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak akan menutup 21 lokalisasi terlebih dahulu di Kota Surabaya, 11 di Banyuwangi, dan 7 di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

"Kami siap menutup 21 alokasi prostitusi terlebih dahulu, selanjutnya bertahap," tandasnya saat ditemui di kantor Kemensos, Jakarta, Selasa (28/5/2013).

Lebih lanjut dia mengatakan, 50 lokalisasi tersebut tersebar di Surabaya antara lain didaerah Tambak Asri, daerah Sememi dan daerah Kalarejo.sedangkan di daerah Malang yaitu Kalibaru Slorok Sumber Pucung, daerah Kebobang Womosari daerah Suko Sumber Pucung, daerah Kalikudu Pujon, Gondanglegi dan Pulau Bidadari Sumbermanjing Wetan.

Selain itu, kota Bayuwangi didaerah Turian terdapat 59 penghuni, Sumber Kembang 5 penghuni, Padang Pasir sebanyak 33 penghuni, Gempol Porong sebanyak 50 penghuni, Wonosobo sebanyak 52 penghuni, Pakem dihuni 22 penghuni, di Kelopoan 16 penghuni dan Padang Bulan sebanyak 20 penghuni.

"Prostitusi merupakan penyakit masyarakat terkait mental dan kemiskinan," ujar dia.

Dalam data Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial Kemensos mengatakan  hingga 2012, tercatat 41.374 WTS  tersebar di berbagai kota di 33 provinsi di Indoneia. Jumlah terbesar WTS di Jawa Timur 7.793 dan lokalisasi terbanyak di Jawa Timur, yaitu 47 lokalisasi.

Sedangkan, saat ini total penghuni lokalisasi di Kabupaten Banyuwangi sebanyak 257 orang WTS. Setelah ditutup akan dilakukan pemulangan bekas WTS berjumlah 10.108 orang.

"Prostitusi dalam sejarah mengarah pada tradisi turun temurun, satu mata rantai dunia asosial. Dimana WTS tidak terlepas dari peran mucikari dan germo dan mereka tidak terlepas dari "big mama/big father". Saling mengunci dan mengikat di dalamnya," katanua

Salim mengatakan pada awalnya lokalisasi bertujuan guna melokalisir praktik prostitusi. Namun perkembangan berikutnya, menjadi daerah berbumbu pada penumpukan moral hazard. Misalnya, Sunan Kuning di Semarang, Saritem di Bandung, Dolly, dan Bintan.

Menurutnya, tidak terkendalinya praktek prostitusi maka diperlukan pendekatan terpadu untuk melakukan penutupan lokalisasi prostitusi, sehingga tidak menimbulkan permasalah baru.

"Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan menjadi tantangan bersama mengatasinya. Pengidap  HIV/AIDS di Indonesia, tertinggi di Papua disusul Semarang, salah penyebabnya melalui hubungan seksual," ujar dia.

Menurut Mensos pendekatan budaya menjadi bagian penting dalam persoalan ini, sehingga saat semua ditertibkan tidak dengan melakukan tindakan  represif dan melanggar HAM.Dalam hal ini, peran para tokoh agama, masyarakat dan adat sangatlah penting karena peran serta masyarakat sangat penting, sebab di sana ada nilai-nilai kearifan lokal yang bisa membantu permasalahan sosial.

Lebih lanjut dia mengatakan, berdasarkan disiplin ilmu sosial terdapat dua hal yang bisa menjadi inspirasi dalam menyelesaikan masalah sosial, yaitu dilihat pada cultural interest dan cultural mind. Selain itu, adat istiadat dan ketertarikan paling diminati warga.

Untuk itu, Kemensos hadir melalui pemberdayaan dan rehabilitasi sosial, misalnya, kegiatan temu warga, bedah masalah dan potensi, pilihan usaha ekonomis produktif dan pendampingan.

"Cara itu terbukti ampuh, mengubah WTS lebih bermartabat, berpenghasilan tetap dari usaha warung, serta terdidik secara moral," tegasnya.





Sumber : sindonews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here