Calon Presiden Joko Widodo belakangan menawarkan ide Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Duplikasi ide yang selama ini berjalan di DKI Jakarta. Bagaimana implementasi ide KIS dan KIP di lapangan?
Pekan ini, Joko resmi mewacanakan dua program yang selama ini telah berjalan di Jakarta. Program yang berbasis kartu ini tampaknya akan menjadi andalan kampanye Joko. Ia juga mengklaim, program KIS tidak bertentangan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Bertentangan bagaimana? Nggak. BPJS lembaganya, sistemnya yang ini (Kartu Indonesia Sehat), yang kita bangun," ujar Joko di Jawa Barat, Kamis (12/6/2014).
Meski tidak terperinci menjelaskan implementasi di lapangan atas ide KIS ini, Joko menegaskan antara BPJS dan KIS harus berjalan beriringan. Ia mengaku, ide KIS ini tidak jauh berbeda dengan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang telah berjalan di Provinsi DKI Jakarta. Hanya saja Joko menekankan KIS akan mengalami perbaikan. "Bisa buat Puskemas, rumah sakit, mau operasi, bisa," kata Joko.
Sedangkan program KIP, Joko menjelaskan, program tersebut merupakan komplementer terhadap program pendidikan gratis 12 tahun yang selama ini sudah berjalan. Sama dengan KJP, dalam pandangan Joko, KIP ini berisi dana yang dapat dimanfaatkan untuk membeli kelengkapan sekolah seperti buku dan sepatu.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati ketika diminta pendapat atas ide KIS yang digulirkan Joko mempertanyakan tentang pembiayaan program tersebut. "Itu program yang disupport oleh pemda atau bagaimana?," tanya Okky.
Ia menduga, bisa saja Joko belum membaca UU BPJS. Kemungkinan lainnya, kata Okky, Joko telah membaca UU BPJS dengan membaca rentang waktu sekitar 1,5 tahun hingga 2016 dengan menggenjot Pemda untuk membayar iuran. "Kalau mekanisme lewat pemda, tentu bertentangan dengan UU BPJS," ingat Okky.
Menurut anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta ini ide KIS tentu bertentangan dengan BPJS Kesehatan. Menurut Okky, merujuk UU BPJS, pada 2016 tidak ada lagi jaminan sosial kesehatan yang dibiayai Pemda.
"Nanti 2016 tidak boleh lagi Pemda yang biayai warganya sebagai Peserta Bantuan Iuran (PBI). Karena 2016 sesuai dengan konstitusi, bahwa semua warga negara ditanggung oleh negara," tambah Okky.
Sementara terpisah, salah satu guru di lingkungan Pemprov DKI Jakarta Ahmad Surendy mengeluhkan mekanisme Kartu Jakarta Pintar (KJP), program andalan Joko yang dalam praktiknya di lapangan cukup berbelit. "Dalam praktiknya banyak salah sasaran. Petunjuk Teknisnya tidak jelas. Alur juga bisa dibelokkan," cetus dia saat dihubungi.
Keluhan tersebut linier dengan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengungkapkan sebesar Rp500 miliar dana KJP tidak tepat sasaran. Pada 2013, ICW mencatat dari total 405.000 penerima KJP, sebanyak 19,4 persen ternyata meleset.
Ide Joko Care menggulirkan KIS maupun KIP dengan merujuk KJP maupun KJS tentu cukup ambisius. Namun bila ditelisik lebih dalam, ide ini justru bertabrakan dengan BPJS Kesehatan yang telah berjalan.
Di samping itu, ide Joko Care ini tentu dipertanyakan, terlebih bila melihat ide serupa yang terjadi di DKI justru bermasalah di lapangan. Jika demikian, apa yang segar dari ide Joko Care ini, selain untuk pencitraan semata?
Sumber : Suaranews
Pekan ini, Joko resmi mewacanakan dua program yang selama ini telah berjalan di Jakarta. Program yang berbasis kartu ini tampaknya akan menjadi andalan kampanye Joko. Ia juga mengklaim, program KIS tidak bertentangan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Bertentangan bagaimana? Nggak. BPJS lembaganya, sistemnya yang ini (Kartu Indonesia Sehat), yang kita bangun," ujar Joko di Jawa Barat, Kamis (12/6/2014).
Meski tidak terperinci menjelaskan implementasi di lapangan atas ide KIS ini, Joko menegaskan antara BPJS dan KIS harus berjalan beriringan. Ia mengaku, ide KIS ini tidak jauh berbeda dengan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang telah berjalan di Provinsi DKI Jakarta. Hanya saja Joko menekankan KIS akan mengalami perbaikan. "Bisa buat Puskemas, rumah sakit, mau operasi, bisa," kata Joko.
Sedangkan program KIP, Joko menjelaskan, program tersebut merupakan komplementer terhadap program pendidikan gratis 12 tahun yang selama ini sudah berjalan. Sama dengan KJP, dalam pandangan Joko, KIP ini berisi dana yang dapat dimanfaatkan untuk membeli kelengkapan sekolah seperti buku dan sepatu.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati ketika diminta pendapat atas ide KIS yang digulirkan Joko mempertanyakan tentang pembiayaan program tersebut. "Itu program yang disupport oleh pemda atau bagaimana?," tanya Okky.
Ia menduga, bisa saja Joko belum membaca UU BPJS. Kemungkinan lainnya, kata Okky, Joko telah membaca UU BPJS dengan membaca rentang waktu sekitar 1,5 tahun hingga 2016 dengan menggenjot Pemda untuk membayar iuran. "Kalau mekanisme lewat pemda, tentu bertentangan dengan UU BPJS," ingat Okky.
Menurut anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta ini ide KIS tentu bertentangan dengan BPJS Kesehatan. Menurut Okky, merujuk UU BPJS, pada 2016 tidak ada lagi jaminan sosial kesehatan yang dibiayai Pemda.
"Nanti 2016 tidak boleh lagi Pemda yang biayai warganya sebagai Peserta Bantuan Iuran (PBI). Karena 2016 sesuai dengan konstitusi, bahwa semua warga negara ditanggung oleh negara," tambah Okky.
Sementara terpisah, salah satu guru di lingkungan Pemprov DKI Jakarta Ahmad Surendy mengeluhkan mekanisme Kartu Jakarta Pintar (KJP), program andalan Joko yang dalam praktiknya di lapangan cukup berbelit. "Dalam praktiknya banyak salah sasaran. Petunjuk Teknisnya tidak jelas. Alur juga bisa dibelokkan," cetus dia saat dihubungi.
Keluhan tersebut linier dengan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengungkapkan sebesar Rp500 miliar dana KJP tidak tepat sasaran. Pada 2013, ICW mencatat dari total 405.000 penerima KJP, sebanyak 19,4 persen ternyata meleset.
Ide Joko Care menggulirkan KIS maupun KIP dengan merujuk KJP maupun KJS tentu cukup ambisius. Namun bila ditelisik lebih dalam, ide ini justru bertabrakan dengan BPJS Kesehatan yang telah berjalan.
Di samping itu, ide Joko Care ini tentu dipertanyakan, terlebih bila melihat ide serupa yang terjadi di DKI justru bermasalah di lapangan. Jika demikian, apa yang segar dari ide Joko Care ini, selain untuk pencitraan semata?
Sumber : Suaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar