Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus korupsi haji dengan menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka mendapat apresiasi publik. Namun di saat bersamaan, publik juga menggugat langkah KPK yang landai dalam mengungkap kasus korupsi lainnya. Menggugat independensi KPK di musim Pilpres.
Reformasi kelembagaan yang digulirkan Kementerian Agama dengan menggandeng mantan komisioner KPK M Jasin sebagai Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Agama dan Anggito Abimanyu sebagai Dirjen Haji dan Umroh nyatanya tidak direspons positif oleh KPK.
Anggota Komisi Hukum DPR RI Fahri Hamzah menyayangkan sikap KPK yang menetapkan Menteri Agama SDA sebagai tersangka dalam kasus haji 2012. Menurut Fahri, upaya KPK ini justru kontraproduktif di tengah upaya reformasi kelembagaan Kemenag.
"Langkah KPK ini justru kontrakproduktif dengan upaya pembenahan yang bertujuan untuk mencegah berbagai tindak pidana korupsi yang merugikan,” kata Fahri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (26/5/2014).
Fahri melanjutkan, upaya reformasi kelembagaan yang tengah digulirkan Anggito Abimanyu dan M Jasin bakal terganggu akibat penetapan tersangka SDA dalam kasus korupsi haji. Kehadiran dua tokoh tersebut di Kementerian Agama, dalam pandangan Fahri justru untuk mencegah terjadinya korupsi di Kementerian Agama.
Politikus PKS ini menilai penetapan SDA sebagai tersangka justru memberi kesan bahwa KPK tidak mendukung upaya pembenahan yang dilakukan Kementerian Agama. "Kesannya kan justru KPK tidak suka orang berbenah, entah apa alasan KPK ini,” tambah Fahri.
Sementara sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan penetapan SDA sebagai tersangka korupsi dana haji jangan sampai menimbulkan persepsi ada kepentingan partai politik tertentu dalam proses penegakan hukum. “Jangan sampai kepentingan partai politik dan calon presiden dalam suasana pilpres ini dimasukkan dalam proses penegakan hukum oleh KPK," ingat Asep.
Dalam pandangan Asep, kondisi menjelang Pilpres 2014 ini terdapat upaya mencari kesalahan pihak lawan. Oleh karenanya, sambung Asep, penting bagi KPK dalam proses penegakan hukum agar tanpa melakukan pertimbangan politik tertentu. Ia menyoroti nama Ketua KPK Abraham Samad yang sempat mencuat sebagai cawapres Jokowi termasuk rumor tentang tawaran Jaksa Agung jika Jokowi terpilih. "Jadi saya melihat perilaku KPK di era jelang Pilpres ini aneh," tegas Asep.
Tidak sekadar itu, Asep juga menyoroti sikap KPK yang enggan menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta di Pemprov DKI Jakarta. Ia mempertanyakan apakah ada kesepakatan antara Jokowi dengan Abraham Samad. "Apa kaena Samad sudah ada deal dengan Jokowi? Jangan salahkan masyarakat jika ada pemikiran seperti itu," papar Asep.
Agar KPK dapat bersikap fair dan tidak dituding bermain politik dalam penegakan hukum, Asep menyerukan agar KPK mengusut tuntas kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi partai politik. Ia menyebut kasus yang sempat dikaitkan dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar pada Agustus 2011 lalu. "Itu kasus kardus durian yang melibatkan Muhaimin Iskandar bagaimana nasibnya? Apa KPK tidak mau melanjutkan karena Muhaimin mendukung Jokowi juga?" tegas Asep seraya meminta kasus korupsi yang melibatkan menteri dari parpol lainnya juga diusut.
Dalam kasus durian, Jaksa Penuntut KPK telah mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Namun putusan MA pada Oktober 2013 lalu menolak kasasi yang diajukan oleh JPU KPK. Padahal kasasi MA ini dimaksudkan sebagai dasar untuk menjerat Menakertrans Abdul Muhaimin Iskandar. [inilah/mh]
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar