Tahun ini, penjajahan Israel atas bumi Palestina memasuki tahun ke-65. Sebuah catatan yang panjang sekali. Selama dalam kurun waktu tersebut, sekarang ini, hampir 80% wilayah Palestina sudah berhasil dikuasai oleh para Zionis tersebut. Sehubungan dengan paham Anti-Semit yang merebak, banyak bangsa Yahudi yang “kembali” ke Israel (dalam bahasa Ibrani disebut dengan istilah aliyaa).
Paham Anti-Semit terjadi sedemikian rupa di luar perkiraan Israel sendiri. Isyu Holocaut yang selama ini dijadikan pelindung bagi Yahudi, perlahan-lahan mulai surut, dan bahkan banyak masyarakat Eropa sendiri yang tidak percaya kepada Holocaust sebenarnya. Di dalam negeri pun, Israel tengah “bertempur”.
Para pemimpinnya saling sikut dan berebut kekuasaan. Friksi ini diyakini akan mengakibatkan tersendatnya kesatuan paham di antara mereka sendiri. Di sisi ekonomi, negara-negara yang selama ini memberikan bantuan kepada Israel mulai menuai protes dari rakyatnya untuk menghentikan kebijakan itu. Otomatis, Israel menjadi sedikit limbung.
Salah satu yang membuat Israel melakukan agresi ke Gaza dua bulan silam salah satunya adalah untuk mencari sumber minyak baru dan air. Sudah beberapa waktu belakangan ini, Israel dilanda kekeringan. Sementara Hamas, sebagai penentang Israel nomor 1, seperti diprediksi banyak orang, malah semakin kuat pasca-agresi ke Gaza.
Beberapa hal ini oleh beberapa pengamat dijadikan sebagai indikasi ambang kehancuran negara Zionis yang ilegal. Uniknya, para analis Israel sendiri tidak menampik kekhawatiran ini. Inilah beberapa indikasi lain kehancuran Israel:
1. Sebagai negara penjajah Israel jelas kehilangan kemampuannya untuk melakukan peleburan dengan bangsa lain di kawasan Timur Tengah. Ini karena Israel hampir tidka beda dengan Barat dan merupakan kepanjangan kepentingan dan politik mereka di Timur Tengah. Misalnya saja dengan Mesir. Walau pada intinya, pemerintah Mesir berkongsi dengan Israel, namun masyarakatnya sendiri jelas-jelas menolak Zionis dalam bentuk apapun.
2. Israel mengalami ketimpangan secara demografi melawan pertumbuhan warga Arab. Hal ini nyata menimbulkan rasialisme terhadap warga Israel dari keturunan Arab dan terhadap warga Palestina. Israel akan berubah, seperti nasib Afrika Selatan pada masa rasialisme Apartheid. Pada akhirnya legalitas Israel akan tercerabut dan mereka akan dimusuhi. Fenomena ini sekarang sudah muncul secara internasional. Meski dukungan terhadap Yahudi di Amerika begitu kuat, mayoritas negara dunia tidak sepakat dalam hal ini. Apalagi jika strategi politik Arab menyerukan solusi satu negara dan bukan dua negara dalam menyelesaikan masalah konflik Palestina Israel.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Paham Anti-Semit terjadi sedemikian rupa di luar perkiraan Israel sendiri. Isyu Holocaut yang selama ini dijadikan pelindung bagi Yahudi, perlahan-lahan mulai surut, dan bahkan banyak masyarakat Eropa sendiri yang tidak percaya kepada Holocaust sebenarnya. Di dalam negeri pun, Israel tengah “bertempur”.
Para pemimpinnya saling sikut dan berebut kekuasaan. Friksi ini diyakini akan mengakibatkan tersendatnya kesatuan paham di antara mereka sendiri. Di sisi ekonomi, negara-negara yang selama ini memberikan bantuan kepada Israel mulai menuai protes dari rakyatnya untuk menghentikan kebijakan itu. Otomatis, Israel menjadi sedikit limbung.
Salah satu yang membuat Israel melakukan agresi ke Gaza dua bulan silam salah satunya adalah untuk mencari sumber minyak baru dan air. Sudah beberapa waktu belakangan ini, Israel dilanda kekeringan. Sementara Hamas, sebagai penentang Israel nomor 1, seperti diprediksi banyak orang, malah semakin kuat pasca-agresi ke Gaza.
Beberapa hal ini oleh beberapa pengamat dijadikan sebagai indikasi ambang kehancuran negara Zionis yang ilegal. Uniknya, para analis Israel sendiri tidak menampik kekhawatiran ini. Inilah beberapa indikasi lain kehancuran Israel:
1. Sebagai negara penjajah Israel jelas kehilangan kemampuannya untuk melakukan peleburan dengan bangsa lain di kawasan Timur Tengah. Ini karena Israel hampir tidka beda dengan Barat dan merupakan kepanjangan kepentingan dan politik mereka di Timur Tengah. Misalnya saja dengan Mesir. Walau pada intinya, pemerintah Mesir berkongsi dengan Israel, namun masyarakatnya sendiri jelas-jelas menolak Zionis dalam bentuk apapun.
2. Israel mengalami ketimpangan secara demografi melawan pertumbuhan warga Arab. Hal ini nyata menimbulkan rasialisme terhadap warga Israel dari keturunan Arab dan terhadap warga Palestina. Israel akan berubah, seperti nasib Afrika Selatan pada masa rasialisme Apartheid. Pada akhirnya legalitas Israel akan tercerabut dan mereka akan dimusuhi. Fenomena ini sekarang sudah muncul secara internasional. Meski dukungan terhadap Yahudi di Amerika begitu kuat, mayoritas negara dunia tidak sepakat dalam hal ini. Apalagi jika strategi politik Arab menyerukan solusi satu negara dan bukan dua negara dalam menyelesaikan masalah konflik Palestina Israel.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi


Tidak ada komentar:
Posting Komentar