Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Sukmo Harsono melihat adanya kriteria seorang presiden yang tengah ditangkap media dari aspirasi masyarakat untuk maju pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Ia mengistilahkannya dengan ‘presiden selera nusantara’.
Sukmo melihat media dalam menangkap aspirasi masyarakat mempunyai peran menentukan calon pemimpin. Ia mencontohkan ketika Orde Baru runtuh dan muncul keinginan seorang pemimpin dari kalangan sipil. “Ini jadi wacana hebat. Muncul Habibie, Gus Dur, Megawati,” ujar dia, dalam acara diskusi di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kemudian, menurut Sukmo, tangkapan terhadap aspirasi masyarakat berubah. Pada 2004, ia menilai, muncul wacana Indonesia kembali membutuhkan presiden yang berasal dari kalangan militer. Muncul nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Dua periode SBY terpilih. Tapi setelah hampir sepuluh tahun, media menangkap masyarakat kecewa karena hasilnya tidak seperti yang diharapkan,” kata dia.
Sukmo melihat, media kini menangkap aspirasi masyarakat yang menginginkan tokoh dengan kriteria tertentu untuk menjadi presiden berikutnya. Yaitu yang dia sebut sebagai presiden selera nusantara. “Apa presiden selera nusantara? Menurut hemat saya, dari pandangan media, seorang presiden yang sederhana, nasionalis, jujur, dan bisa dipercaya,” kata dia.
Menurut Sukmo, hanya kriteria itu yang kini ditangkap oleh media dari masyarakat terhadap sosok calon pemimpin berikutnya. Ia melihat ada satu nama yang mengemuka. “Presiden selera nusantara juaranya adalah Jokowi (Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta),” ujar dia.
Apakah Indonesia membutuhkan presiden selera nusantara? Sukmo mengkritisinya. Menurut dia, seharusnya pemimpin itu dipilih dengan melihat berbagai tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa yang akan datang. “Tantangannya seperti apa. Sehingga figurnya harus seperti apa,” kata dia.
Namun, Sukmo melihat ada pandangan berbeda saat ini. Menurut dia, prediksi akan tantangan bangsa selama lima atau sepuluh tahun ke depan tidak menjadi bahan pertimbangan. Ia menilai ini menjadi suatu ironi.
“Kita, partai Islam, ingin presiden yang memiliki kompetensi menghadapi persoalan lima-sepuluh tahun ke depan. Bukan hanya presiden selera nusantara,” ujar dia.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Sukmo melihat media dalam menangkap aspirasi masyarakat mempunyai peran menentukan calon pemimpin. Ia mencontohkan ketika Orde Baru runtuh dan muncul keinginan seorang pemimpin dari kalangan sipil. “Ini jadi wacana hebat. Muncul Habibie, Gus Dur, Megawati,” ujar dia, dalam acara diskusi di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kemudian, menurut Sukmo, tangkapan terhadap aspirasi masyarakat berubah. Pada 2004, ia menilai, muncul wacana Indonesia kembali membutuhkan presiden yang berasal dari kalangan militer. Muncul nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Dua periode SBY terpilih. Tapi setelah hampir sepuluh tahun, media menangkap masyarakat kecewa karena hasilnya tidak seperti yang diharapkan,” kata dia.
Sukmo melihat, media kini menangkap aspirasi masyarakat yang menginginkan tokoh dengan kriteria tertentu untuk menjadi presiden berikutnya. Yaitu yang dia sebut sebagai presiden selera nusantara. “Apa presiden selera nusantara? Menurut hemat saya, dari pandangan media, seorang presiden yang sederhana, nasionalis, jujur, dan bisa dipercaya,” kata dia.
Menurut Sukmo, hanya kriteria itu yang kini ditangkap oleh media dari masyarakat terhadap sosok calon pemimpin berikutnya. Ia melihat ada satu nama yang mengemuka. “Presiden selera nusantara juaranya adalah Jokowi (Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta),” ujar dia.
Apakah Indonesia membutuhkan presiden selera nusantara? Sukmo mengkritisinya. Menurut dia, seharusnya pemimpin itu dipilih dengan melihat berbagai tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa yang akan datang. “Tantangannya seperti apa. Sehingga figurnya harus seperti apa,” kata dia.
Namun, Sukmo melihat ada pandangan berbeda saat ini. Menurut dia, prediksi akan tantangan bangsa selama lima atau sepuluh tahun ke depan tidak menjadi bahan pertimbangan. Ia menilai ini menjadi suatu ironi.
“Kita, partai Islam, ingin presiden yang memiliki kompetensi menghadapi persoalan lima-sepuluh tahun ke depan. Bukan hanya presiden selera nusantara,” ujar dia.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar