Inilah Opera Sabun Gas LPG Yang Permainkan Rakyat.
Meski bak “opera sabun” kenaikan harga elpiji 12 kilogram yang “diinterupsi” Presiden Yudhoyono, layak disyukuri sebagai bentuk dagelan politik.
Dengan cara itu, harga elpiji 12 kilogram tidak melambung. Pertamina dipaksa menurunkan besar kenaikan menjadi Rp 1.000 per kilogram. Orang berpikiran, yang membeli elpiji (nonsubsidi) itu kalangan menengah ke atas. Mereka yang punya daya beli. Tapi satu hal yang tak terbantahkan: Mereka warga negara yang membayar pajak--dan karenanya seperti warga negara yang suka beli elpiji subsidi (3 kilogram)—berhak atas barang ekonomi berupa gas elpiji.
Pertamina adalah BUMN, dimiliki negara. Dikelola sebagai korporasi. Dia punya target untung setiap tahun. Maka yang dikejar tunggal: Bagaimana sedapat mungkin meraup laba yang sebesar-besarnya. Rugi yang bikin tekor perusahaan plat merah itu tak bisa ditoleransi.
Tahun lalu, Pertamina meraih laba hingga Rp 26 triliun. Pencapaian paling berkilau sejak 1957. Cukup untuk mengantar Direktur Utamanya, Galilia Karen Agustiawan, masuk peringkat enam dalam “50 Most Powerfull in Business” yang dirilis Majalah “Fortune Global”.
Dengan bangga hati, pada 9 Desember 2013 lalu, Pertamina membangun “monumen”. Namanya Pertamina Energy Tower. Gedung pencakar langit ini dirancang 99 lantai, dengan tinggi lebih dari setengah kilometer. Berdiri di atas lahan 5,7 hektare di kawasan Kuningan. Nanti kita tak perlu lagi ke Menara Kembar Petronas untuk mengukur ketinggian kita dari bumi manusia ini.
Yup…Pertamina dan Karen, kini adalah dua nama yang tengah merasakan masa emas.
Maka saat BPK menegurnya karena merugi Rp 7 –an triliun, jurus menaikkan harga elpiji non-subsidi ditempuh. Menurut Karen, harga jual epiji (hingga akhir tahun 2013) sekitar Rp 5.750 per kg, sedangkan harga keekonomiannya berkisar Rp 11 ribu per kg. Pertamina tombok. Total Rp 20 triliun selama lima tahun terakhir.
Ya sudah, naikkan harga elpiji 12 kilogram saja!
Mengapa Pertamina menanggung semua itu?
"Bahan baku elpiji itu 56-60% itu diimpor dari luar negeri, sedangkan produksi dari kilang Pertamina hanya sekitar 16%, sisanya dari perusahaan KKKS," kata VP Gas dan Gas Domestik Pertamina Gigih Wahyu Irianto.
Olala…ke mana produk gas alam kita?
Tanyalah kepada Nyonya Megawati Soekarnoputri, presiden ke-5 yang menjabat antara 2001 hingga 2004 itu.
Masih ingat diplomasi dansa Megawati bareng Ziang Jemin?
Itu dia cara ampuh untuk bikin Cina mendanai sejumlah proyek di negeri kita.
Ada Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dan Pula Jawa, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Tapanuli Tengah, dan penandatanganan penyediaan
gas alam untuk Provinsi Fujian dari Terminal Gas Tangguh di Papua. Total investasi Cina di sini tahun 2003-2004 mencapai 289 juta dolar AS.
Gas kita di Donggi Senoro juga dijual ke Tiongkok dengan harga murah 3,5 dolar AS per mmbtu.
Yang dilakukan Presiden Yudhoyono?
Ah…saya tak mampu merincinya. Baca saja...
Suara Pembaharuan tahun 2011 mengabarkan bagaimana kebijakan Pemerintah terkait ihwal Gas Negara
LONDON-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron telah menandatangani serangkaian kesepakatan, investasi di bidang energi, perdagangan, pertahanan, dan pendidikan, Kamis (1/11). Indonesia dan Inggris juga mengumumkan kesepakatan US$ 12,1 miliar untuk proyek pengembangan gas alam cair di Indonesia dengan perusahaan minyak Inggris, BP (British Petroleum). Demikian dilaporkan wartawan SP Primus Dorimulu dari London, Inggris.
Sekitar 40% produksi gas di Blok Tangguh Train III akan dialokasikan untuk pasar domestik. Selebihnya, produksi lahan baru dengan nilai investasi US$ 12 miliar itu akan diekspor ke pasar Asia Pasifik. Demikian dikemukakan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Prijono usai pertemuan dengan Presiden BP Berau Ltd yang juga manajer British Petroleum Wilayah Asia Pasifik di London, Kamis (1/11) pagi.
Pada Kamis (1/11) sore, pertemuan tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dan Menteri Energi dan Perubahan Iklim Inggris Edward Davey. Pemerintah Inggris dan Indonesia telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang energi, termasuk kegiatan hulu hingga hilir.
Jika semua negosiasi detil sudah rampung, kata Prijono, memorandum of agreement segera ditandatangani di Jakarta dan BP Indonesia bisa segera melakukan kegiatan operasional pada 2014. Selanjutnya, pada 2015, produksi gas dari Tangguh Train III sudah bisa dipasarkan. Pihak BP Bera Ltd sudah menyetujui untuk mengalokasikan 40% produksi ke pasar domestik dan 60% ke pasar global.
"Saya kira, ekspor gas dari Tangguh akan lebih banyak ke wilayah Asia Pasifik guna menunjang posisi geopolitik Indonesia," kata Prijono kepada Investor Daily.
Dia menambahkan, pasar gas masih terbuka lebar dan permintaan gas sangat tinggi antara lain dari Korea dan Jepang. Produksi Blok Tangguh Train III sekitar 3,8 juta metrik ton, hampir sama dengan dua blok sebelumnya. Biaya investasi Tangguh I dan II sekitar US$ 2-3 miliar. "Dana investasi US$ 12 miliar yang disiapkan BP adalah untuk kegiatan investasi selanjutnya, bukan hanya untuk Train III," kata Prijono.
Sebelumnya, BP berkomitmen untuk menambah investasinya di Indonesia sebesar US$ 12 miliar (sekitar Rp 114 triliun) untuk pengembangan lapangan gas Tangguh di Papua. Selama 35 tahun beroperasi di Indonesia, perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris itu telah berinvestasi lebih dari US$ 5 miliar dan mempekerjakan lebih dari 1.200 orang di semua lini bisnisnya.
Sebagai pemegang 37% saham di Kilang Tangguh, BP bertindak sebagai operator, sedangkan pemegang saham lainnya adalah MI Berau BV 16,3%, CNOOC Ltd 13,9%, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd 12,23%, KG Berau/KG Wiriagar 10%, LNG Japan Corporation 7,35%, dan Talisman 3,06%.
Menurut Prijono, alokasi gas untuk pasar domestik sebesar 40% dari total produksi cukup menjawab kritik publik selama ini. Pada Blok Tangguh train I dan II, semua produksi dieskpor. Alasannya, pada 2005 saat Tangguh Train I dan II dieksploitasi, harga gas di dalam negeri sangat murah, mengikuti harga minyak mentah yang sedang rendah. “Pilihan 100% ekspor waktu itu, cukup tepat,” jelas dia.
Ekspor LNG Tangguh Train I dan II pertama kali dilakukan pada 2009, sekitar 1,15 juta ton per tahun ke Power and Posco, Korea Selatan. Tangguh juga memasok 2,6 juta ton LNG per tahun ke Fujian, RRT, sedangkan sisanya diekspor sejumlah negara, antara lain ke Meksiko. Blok Tangguh Train I dan II terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat. Masing-masing train memiliki kapasitas produksi 3,8 juta ton per tahun atau total keduanya sebesar 7,6 juta ton per tahun. Pasokan gas untuk kedua train itu berasal dari Blok Berau, Wiriagar, dan Muturi dengan cadangan terbukti 14,4 triliun kaki kubik.
Produksi Kilang Tangguh Train I-II tersebut seluruhnya dialokasikan untuk ekspor dengan rincian ke Sempra (AS) sebanyak 3,6 juta ton per tahun, ke Fujian (Tiongkok) 2,6 juta ton per tahun, dan ke Korea Selatan sekitar 1 juta ton per tahun. Oleh karena itu, pemerintah meminta agar gas yang dihasilkan dari train III 40% di antaranya dialokasikan untuk kebutuhan domestik.
Pembangunan kilang LNG Tangguh Train III merupakan salah satu dari empat kilang yang direncanakan pemerintah akan dibangun hingga 2022. Saat ini, Train III memasuki tahap plan of development (POD) tahap 2. Prijono berharap pengerjaan proyek Train III dananya tidak masuk ke Train I dan II. “Yang kami (pemerintah) jaga adalah pengelolaan manajemen modal, sehingga tidak sampai masuk dananya kembali ke Train I dan II,” ujar dia
Sebelumnya, Jero Wacik mengatakan, produksi gas Blok Tangguh di Papua diperkirakan masih sangat cukup hingga 100 tahun ke depan. Dengan cadangan sebesar itu, BP Indonesia sudah siap dengan kilang liquefied natural gas (LNG) Tangguh hingga Train 8. “BP Indonesia telah menyiapkan train tidak hanya train 3 , tapi sampai train 4, 5 hingga Train 8, karena cadangan gas yang ada di Tangguh masih cukup hingga 100 tahun lagi,” kata Wacik di Nusa Dua Bali, Selasa (9/10).
Menurut Wacik, pemerintah akan memberi peluang bagi siapa pun untuk mengeksplorasi gas di daratan Papua, sehingga hasil pendapatan dari gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di wilayah Indonesia Timur. BP sedang menyelesaikan proses pembangunan Train 3 yang direncanakan tuntas pada 2018. “BP sedang menyelesaikan Train 3 di Tangguh dimana nantinya 40% produksi gas di Train 3 akan digunakan untuk dalam negeri. Sedangkan Train 1 dan 2 yang tadinya 100% untuk ekspor, saat ini sudah ada yang dialoksikan untuk dalam negeri sebesar 230 mmscfd,” kata Jero.
Pemerintah menginginkan formula harga gas alam cair (liqufied natural gas/LNG) dari Kilang Tangguh, Papua ke PT PLN (Persero) berpatokan pada harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Hingga kini, pemerintah masih mengkaji formula harga yang telah disepakati oleh PLN dan BP Indonesia. “Kami belum tuntas membahasnya,” kata Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Legowo, belum lama ini.
Kesepakatan dua perusahaan energi itu mematok harga LNG dengan formula 11% dikalikan JCC (Japan Cocktail Crude), ditambah biaya transportasi sebesar US$ 1 per juta british thermal unit (mmbtu) pada 2013 atau setara dengan US$ 10/mmbtu. Selanjutnya, harga gas akan naik 12 – 14,5% terhadap JCC secara bertahap selama periode 2014 – 2032.
Pemerintah menilai, harga hasil perhitungan formula tersebut terlalu mahal pada tahun-tahun selanjutnya. Harga jual LNG berdasar formulai itu juga jauh lebih tinggi dari harga LNG Kilang Badak, Bontang ke Nusantara Regas. Harga ke FSRU Jawa Barat milik Nusantara Regas dipatok 11% REP (1+BOG) ditambah marjin usaha (alfa). REP adalah representatif export petroleum atau harga minyak mentah ekspor saat pembelian LNG, BOG adalah build of gas atau susut gas, sedang alfa adalah biaya pengangkutan dan regasifikasi.
Evita ingin menyesuaikan harga jual LNG Tangguh dengan daya beli offtaker (pembeli) domestik. Namun, harga yang disetujui tetap mempertimbangkan nilai keekonomian agar tidak merugikan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). “Jadi sekarang sedang kami hitung berapa yang terbaik, soalnya nanti yang memakai negara juga,” jelas dia.
Pemerintah menargetkan keputusan terkait harga LNG Kilang Tangguh bisa disepakati pada November ini. Meski demikian, pasokan ke PLN tetap bisa dilakukan walaupun belum ada persetujuan pemerintah. “Asal keduanya sepakat pasokan bisa jalan tanpa adanya harga ini. Yang penting alokasinya dulu jelas,” tambah dia.
Hingga tahun depan, pasokan LNG dari Kilang Tangguh, Papua ke Kilang Arun, Aceh diperkirakan belum bisa optimal. Pasokan dari kilang yang dikelola oleh BP Indonesia untuk PT PLN (Persero) tersebut hanya mengandalkan pasokan yang seharusnya milik Sempra Energy (Sempra Diversion).
“Tahun depan pasokan hanya dari Sempra Diversion. Kalau yang 230 juta kaki kubik per hari (million standard cubic per day/mmscfd) itu 40% jatah PLN dari Kilang Tangguh Train 3,” kata Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pada Mei 2012, PLN dan BP Indonesia memang telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pasokan LNG untuk pembangkit sebesar 230 mmscfd. Namun, dalam kesepakatan tersebut tidak dijelaskan pasokan tersebut akan berasal dari train berapa.
Di sisi lain, pemerintah telah berhasil mengalihkan jatah Sempra Energy ke pembeli lain. Sesuai dengan kontrak pasokan yang disepakati, sebagian jatah LNG milik Sempra Energy sebanyak 60 kargo memang bisa dialihkan sebagian. Tetapi jumlah pasokan yang boleh dialihkan hanya 50% atau sekitar 30 kargo saja. Namun, Sempra akhirnya sepakat memberikan 90% jatah gas alam cair miliknya karena rendahnya harga gas di Amerika Serikat. Dengan demikian, jumlah LNG yang dialihkan bisa sebanyak 54 kargo.
Di atas segalanya, sebuah tanya tersisa: Setelah Pemerintah (SBY-JK) sukses mengonversi minyak tanah ke gas (elpiji), mengapa gas yang muncrat dari bumi Nusantara lebih banyak diimpor?
Yang celaka 13, sebagian besar dengan kontrak berjangka waktu lama dan harga murah.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Meski bak “opera sabun” kenaikan harga elpiji 12 kilogram yang “diinterupsi” Presiden Yudhoyono, layak disyukuri sebagai bentuk dagelan politik.
Dengan cara itu, harga elpiji 12 kilogram tidak melambung. Pertamina dipaksa menurunkan besar kenaikan menjadi Rp 1.000 per kilogram. Orang berpikiran, yang membeli elpiji (nonsubsidi) itu kalangan menengah ke atas. Mereka yang punya daya beli. Tapi satu hal yang tak terbantahkan: Mereka warga negara yang membayar pajak--dan karenanya seperti warga negara yang suka beli elpiji subsidi (3 kilogram)—berhak atas barang ekonomi berupa gas elpiji.
Pertamina adalah BUMN, dimiliki negara. Dikelola sebagai korporasi. Dia punya target untung setiap tahun. Maka yang dikejar tunggal: Bagaimana sedapat mungkin meraup laba yang sebesar-besarnya. Rugi yang bikin tekor perusahaan plat merah itu tak bisa ditoleransi.
Tahun lalu, Pertamina meraih laba hingga Rp 26 triliun. Pencapaian paling berkilau sejak 1957. Cukup untuk mengantar Direktur Utamanya, Galilia Karen Agustiawan, masuk peringkat enam dalam “50 Most Powerfull in Business” yang dirilis Majalah “Fortune Global”.
Dengan bangga hati, pada 9 Desember 2013 lalu, Pertamina membangun “monumen”. Namanya Pertamina Energy Tower. Gedung pencakar langit ini dirancang 99 lantai, dengan tinggi lebih dari setengah kilometer. Berdiri di atas lahan 5,7 hektare di kawasan Kuningan. Nanti kita tak perlu lagi ke Menara Kembar Petronas untuk mengukur ketinggian kita dari bumi manusia ini.
Yup…Pertamina dan Karen, kini adalah dua nama yang tengah merasakan masa emas.
Maka saat BPK menegurnya karena merugi Rp 7 –an triliun, jurus menaikkan harga elpiji non-subsidi ditempuh. Menurut Karen, harga jual epiji (hingga akhir tahun 2013) sekitar Rp 5.750 per kg, sedangkan harga keekonomiannya berkisar Rp 11 ribu per kg. Pertamina tombok. Total Rp 20 triliun selama lima tahun terakhir.
Ya sudah, naikkan harga elpiji 12 kilogram saja!
Mengapa Pertamina menanggung semua itu?
"Bahan baku elpiji itu 56-60% itu diimpor dari luar negeri, sedangkan produksi dari kilang Pertamina hanya sekitar 16%, sisanya dari perusahaan KKKS," kata VP Gas dan Gas Domestik Pertamina Gigih Wahyu Irianto.
Olala…ke mana produk gas alam kita?
Tanyalah kepada Nyonya Megawati Soekarnoputri, presiden ke-5 yang menjabat antara 2001 hingga 2004 itu.
Masih ingat diplomasi dansa Megawati bareng Ziang Jemin?
Itu dia cara ampuh untuk bikin Cina mendanai sejumlah proyek di negeri kita.
Ada Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dan Pula Jawa, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Tapanuli Tengah, dan penandatanganan penyediaan
gas alam untuk Provinsi Fujian dari Terminal Gas Tangguh di Papua. Total investasi Cina di sini tahun 2003-2004 mencapai 289 juta dolar AS.
Gas kita di Donggi Senoro juga dijual ke Tiongkok dengan harga murah 3,5 dolar AS per mmbtu.
Yang dilakukan Presiden Yudhoyono?
Ah…saya tak mampu merincinya. Baca saja...
Suara Pembaharuan tahun 2011 mengabarkan bagaimana kebijakan Pemerintah terkait ihwal Gas Negara
LONDON-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron telah menandatangani serangkaian kesepakatan, investasi di bidang energi, perdagangan, pertahanan, dan pendidikan, Kamis (1/11). Indonesia dan Inggris juga mengumumkan kesepakatan US$ 12,1 miliar untuk proyek pengembangan gas alam cair di Indonesia dengan perusahaan minyak Inggris, BP (British Petroleum). Demikian dilaporkan wartawan SP Primus Dorimulu dari London, Inggris.
Sekitar 40% produksi gas di Blok Tangguh Train III akan dialokasikan untuk pasar domestik. Selebihnya, produksi lahan baru dengan nilai investasi US$ 12 miliar itu akan diekspor ke pasar Asia Pasifik. Demikian dikemukakan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Prijono usai pertemuan dengan Presiden BP Berau Ltd yang juga manajer British Petroleum Wilayah Asia Pasifik di London, Kamis (1/11) pagi.
Pada Kamis (1/11) sore, pertemuan tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dan Menteri Energi dan Perubahan Iklim Inggris Edward Davey. Pemerintah Inggris dan Indonesia telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang energi, termasuk kegiatan hulu hingga hilir.
Jika semua negosiasi detil sudah rampung, kata Prijono, memorandum of agreement segera ditandatangani di Jakarta dan BP Indonesia bisa segera melakukan kegiatan operasional pada 2014. Selanjutnya, pada 2015, produksi gas dari Tangguh Train III sudah bisa dipasarkan. Pihak BP Bera Ltd sudah menyetujui untuk mengalokasikan 40% produksi ke pasar domestik dan 60% ke pasar global.
"Saya kira, ekspor gas dari Tangguh akan lebih banyak ke wilayah Asia Pasifik guna menunjang posisi geopolitik Indonesia," kata Prijono kepada Investor Daily.
Dia menambahkan, pasar gas masih terbuka lebar dan permintaan gas sangat tinggi antara lain dari Korea dan Jepang. Produksi Blok Tangguh Train III sekitar 3,8 juta metrik ton, hampir sama dengan dua blok sebelumnya. Biaya investasi Tangguh I dan II sekitar US$ 2-3 miliar. "Dana investasi US$ 12 miliar yang disiapkan BP adalah untuk kegiatan investasi selanjutnya, bukan hanya untuk Train III," kata Prijono.
Sebelumnya, BP berkomitmen untuk menambah investasinya di Indonesia sebesar US$ 12 miliar (sekitar Rp 114 triliun) untuk pengembangan lapangan gas Tangguh di Papua. Selama 35 tahun beroperasi di Indonesia, perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris itu telah berinvestasi lebih dari US$ 5 miliar dan mempekerjakan lebih dari 1.200 orang di semua lini bisnisnya.
Sebagai pemegang 37% saham di Kilang Tangguh, BP bertindak sebagai operator, sedangkan pemegang saham lainnya adalah MI Berau BV 16,3%, CNOOC Ltd 13,9%, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd 12,23%, KG Berau/KG Wiriagar 10%, LNG Japan Corporation 7,35%, dan Talisman 3,06%.
Menurut Prijono, alokasi gas untuk pasar domestik sebesar 40% dari total produksi cukup menjawab kritik publik selama ini. Pada Blok Tangguh train I dan II, semua produksi dieskpor. Alasannya, pada 2005 saat Tangguh Train I dan II dieksploitasi, harga gas di dalam negeri sangat murah, mengikuti harga minyak mentah yang sedang rendah. “Pilihan 100% ekspor waktu itu, cukup tepat,” jelas dia.
Ekspor LNG Tangguh Train I dan II pertama kali dilakukan pada 2009, sekitar 1,15 juta ton per tahun ke Power and Posco, Korea Selatan. Tangguh juga memasok 2,6 juta ton LNG per tahun ke Fujian, RRT, sedangkan sisanya diekspor sejumlah negara, antara lain ke Meksiko. Blok Tangguh Train I dan II terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat. Masing-masing train memiliki kapasitas produksi 3,8 juta ton per tahun atau total keduanya sebesar 7,6 juta ton per tahun. Pasokan gas untuk kedua train itu berasal dari Blok Berau, Wiriagar, dan Muturi dengan cadangan terbukti 14,4 triliun kaki kubik.
Produksi Kilang Tangguh Train I-II tersebut seluruhnya dialokasikan untuk ekspor dengan rincian ke Sempra (AS) sebanyak 3,6 juta ton per tahun, ke Fujian (Tiongkok) 2,6 juta ton per tahun, dan ke Korea Selatan sekitar 1 juta ton per tahun. Oleh karena itu, pemerintah meminta agar gas yang dihasilkan dari train III 40% di antaranya dialokasikan untuk kebutuhan domestik.
Pembangunan kilang LNG Tangguh Train III merupakan salah satu dari empat kilang yang direncanakan pemerintah akan dibangun hingga 2022. Saat ini, Train III memasuki tahap plan of development (POD) tahap 2. Prijono berharap pengerjaan proyek Train III dananya tidak masuk ke Train I dan II. “Yang kami (pemerintah) jaga adalah pengelolaan manajemen modal, sehingga tidak sampai masuk dananya kembali ke Train I dan II,” ujar dia
Sebelumnya, Jero Wacik mengatakan, produksi gas Blok Tangguh di Papua diperkirakan masih sangat cukup hingga 100 tahun ke depan. Dengan cadangan sebesar itu, BP Indonesia sudah siap dengan kilang liquefied natural gas (LNG) Tangguh hingga Train 8. “BP Indonesia telah menyiapkan train tidak hanya train 3 , tapi sampai train 4, 5 hingga Train 8, karena cadangan gas yang ada di Tangguh masih cukup hingga 100 tahun lagi,” kata Wacik di Nusa Dua Bali, Selasa (9/10).
Menurut Wacik, pemerintah akan memberi peluang bagi siapa pun untuk mengeksplorasi gas di daratan Papua, sehingga hasil pendapatan dari gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di wilayah Indonesia Timur. BP sedang menyelesaikan proses pembangunan Train 3 yang direncanakan tuntas pada 2018. “BP sedang menyelesaikan Train 3 di Tangguh dimana nantinya 40% produksi gas di Train 3 akan digunakan untuk dalam negeri. Sedangkan Train 1 dan 2 yang tadinya 100% untuk ekspor, saat ini sudah ada yang dialoksikan untuk dalam negeri sebesar 230 mmscfd,” kata Jero.
Pemerintah menginginkan formula harga gas alam cair (liqufied natural gas/LNG) dari Kilang Tangguh, Papua ke PT PLN (Persero) berpatokan pada harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Hingga kini, pemerintah masih mengkaji formula harga yang telah disepakati oleh PLN dan BP Indonesia. “Kami belum tuntas membahasnya,” kata Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Legowo, belum lama ini.
Kesepakatan dua perusahaan energi itu mematok harga LNG dengan formula 11% dikalikan JCC (Japan Cocktail Crude), ditambah biaya transportasi sebesar US$ 1 per juta british thermal unit (mmbtu) pada 2013 atau setara dengan US$ 10/mmbtu. Selanjutnya, harga gas akan naik 12 – 14,5% terhadap JCC secara bertahap selama periode 2014 – 2032.
Pemerintah menilai, harga hasil perhitungan formula tersebut terlalu mahal pada tahun-tahun selanjutnya. Harga jual LNG berdasar formulai itu juga jauh lebih tinggi dari harga LNG Kilang Badak, Bontang ke Nusantara Regas. Harga ke FSRU Jawa Barat milik Nusantara Regas dipatok 11% REP (1+BOG) ditambah marjin usaha (alfa). REP adalah representatif export petroleum atau harga minyak mentah ekspor saat pembelian LNG, BOG adalah build of gas atau susut gas, sedang alfa adalah biaya pengangkutan dan regasifikasi.
Evita ingin menyesuaikan harga jual LNG Tangguh dengan daya beli offtaker (pembeli) domestik. Namun, harga yang disetujui tetap mempertimbangkan nilai keekonomian agar tidak merugikan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). “Jadi sekarang sedang kami hitung berapa yang terbaik, soalnya nanti yang memakai negara juga,” jelas dia.
Pemerintah menargetkan keputusan terkait harga LNG Kilang Tangguh bisa disepakati pada November ini. Meski demikian, pasokan ke PLN tetap bisa dilakukan walaupun belum ada persetujuan pemerintah. “Asal keduanya sepakat pasokan bisa jalan tanpa adanya harga ini. Yang penting alokasinya dulu jelas,” tambah dia.
Hingga tahun depan, pasokan LNG dari Kilang Tangguh, Papua ke Kilang Arun, Aceh diperkirakan belum bisa optimal. Pasokan dari kilang yang dikelola oleh BP Indonesia untuk PT PLN (Persero) tersebut hanya mengandalkan pasokan yang seharusnya milik Sempra Energy (Sempra Diversion).
“Tahun depan pasokan hanya dari Sempra Diversion. Kalau yang 230 juta kaki kubik per hari (million standard cubic per day/mmscfd) itu 40% jatah PLN dari Kilang Tangguh Train 3,” kata Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pada Mei 2012, PLN dan BP Indonesia memang telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pasokan LNG untuk pembangkit sebesar 230 mmscfd. Namun, dalam kesepakatan tersebut tidak dijelaskan pasokan tersebut akan berasal dari train berapa.
Di sisi lain, pemerintah telah berhasil mengalihkan jatah Sempra Energy ke pembeli lain. Sesuai dengan kontrak pasokan yang disepakati, sebagian jatah LNG milik Sempra Energy sebanyak 60 kargo memang bisa dialihkan sebagian. Tetapi jumlah pasokan yang boleh dialihkan hanya 50% atau sekitar 30 kargo saja. Namun, Sempra akhirnya sepakat memberikan 90% jatah gas alam cair miliknya karena rendahnya harga gas di Amerika Serikat. Dengan demikian, jumlah LNG yang dialihkan bisa sebanyak 54 kargo.
Di atas segalanya, sebuah tanya tersisa: Setelah Pemerintah (SBY-JK) sukses mengonversi minyak tanah ke gas (elpiji), mengapa gas yang muncrat dari bumi Nusantara lebih banyak diimpor?
Yang celaka 13, sebagian besar dengan kontrak berjangka waktu lama dan harga murah.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar