Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dugaan korupsi alat kesehatan.
Kasus ini berawal dari Dinas kesehatan Provinsi Banten pada 2012 yang mengalokasi untuk Anggaran belanja modal dalam program Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan dengan Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana RS Rujukan Provinsi Banten, serta Peningkatan Pelayanan Kesehatan RS dan Laboratorium Daerah dengan nilai sebesar Rp 149.318.199.360,00. Sampai Desember 2012 telah direalisasikan sebesar Rp147.893.502.000,00 atau 99,05 persen.
Berikut dirilis Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Ucok Sky Khadafi terkait modus Korupsi Alat Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, dan kerugian negara yang diduga mencapai Rp46,3 milyar :
Dalam penyusunan harga perkiraan sementara (HPS) selalu memperhitungkan adanya tambahan keuntungan 15 persen dari harga jual. Padahal padahal harga jual yang tercantum dalam rincian barang adalah harga jual kepada konsumen/pembeli. Harga jual tersebut seharusnya telah termasuk keuntungan. Tetapi demi diduga untuk mencari keuntungan, mereka selalu menambahkan 15 persen. Sehingga pengadaan ini tidak akan mendapat harga terbaik, tetapi harga mahal dan kualitas barang bisa-bisa dibawah kualitas.
Diantaranya, (1) dalam pengadaam alat radiologi. Seharusnya anggarannya Rp5,8miliar tetapi HPS-nya disusun Rp6,7 miliar; (2) Pengadaan Alat Kedokteran Poli Klinik Penunjang. Harga HPSnya dibuat Rp11,99 miliar, padahal seharusnya Rp10,4 miliar.
(3) Pengadaan alat bedah sentral, HPS dibuat Rp 15,02 miliar, padahal seharusnya Rp13 miliar (4) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang ICU, dibuat Rp 3,6 miliar, seharusnya Rp3,19 miliar
(5) Pengadaan Alat Kedokteran Poli Klinik Dasar dibuat Rp12,73 miliar, padahal seharusnya Rp 11,07 miliar. (6)Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap Kebidanan dibuat Rp 14 miliar, seharusnya 12,17 miliar.
(7) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap dibuat Rp9,4 miliar seharusnya Rp8,2 miliar. ((8) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang UGD dibuat Rp14,7 miliar, seharusnya Rp12,8 miliar (9) Pengadaan Alat Kedokteran Gas Medis dibuat Rp6,98 miliar dari yang seharusnya Rp6 miliar.
(10) Pengadaan Alat Kedokteran Sterilisasi, Ruang Operasi, Bedah Sentral, IGD, ICU, Kesehatan Jiw a, Radiologi, Penyakit Paru HPSnya dibuat Rp10,39 miliar dari seharusnya Rp9 miliar (11) Pengadaan Alat Kedokteran Gigi dan Mulut, THT, Mata dibuat Rp4,45 miliar dari seharusnya Rp3,87 miliar.
(12) Pengadaan Alat Kedokteran Kandungan dan Kebidanan, Penyakit Jantung, Poli Syaraf, Ortopedi dibuat Rp6,4miliar dari seharusnya Rp5,59 miliar (13) Bedah Syaraf, Umum, Urologi, NICU dianggarkan Rp6,4 miliar dari yang seharusnya cuma Rp5,59 miliar.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Kasus ini berawal dari Dinas kesehatan Provinsi Banten pada 2012 yang mengalokasi untuk Anggaran belanja modal dalam program Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan dengan Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana RS Rujukan Provinsi Banten, serta Peningkatan Pelayanan Kesehatan RS dan Laboratorium Daerah dengan nilai sebesar Rp 149.318.199.360,00. Sampai Desember 2012 telah direalisasikan sebesar Rp147.893.502.000,00 atau 99,05 persen.
Berikut dirilis Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Ucok Sky Khadafi terkait modus Korupsi Alat Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, dan kerugian negara yang diduga mencapai Rp46,3 milyar :
Dalam penyusunan harga perkiraan sementara (HPS) selalu memperhitungkan adanya tambahan keuntungan 15 persen dari harga jual. Padahal padahal harga jual yang tercantum dalam rincian barang adalah harga jual kepada konsumen/pembeli. Harga jual tersebut seharusnya telah termasuk keuntungan. Tetapi demi diduga untuk mencari keuntungan, mereka selalu menambahkan 15 persen. Sehingga pengadaan ini tidak akan mendapat harga terbaik, tetapi harga mahal dan kualitas barang bisa-bisa dibawah kualitas.
Diantaranya, (1) dalam pengadaam alat radiologi. Seharusnya anggarannya Rp5,8miliar tetapi HPS-nya disusun Rp6,7 miliar; (2) Pengadaan Alat Kedokteran Poli Klinik Penunjang. Harga HPSnya dibuat Rp11,99 miliar, padahal seharusnya Rp10,4 miliar.
(3) Pengadaan alat bedah sentral, HPS dibuat Rp 15,02 miliar, padahal seharusnya Rp13 miliar (4) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang ICU, dibuat Rp 3,6 miliar, seharusnya Rp3,19 miliar
(5) Pengadaan Alat Kedokteran Poli Klinik Dasar dibuat Rp12,73 miliar, padahal seharusnya Rp 11,07 miliar. (6)Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap Kebidanan dibuat Rp 14 miliar, seharusnya 12,17 miliar.
(7) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap dibuat Rp9,4 miliar seharusnya Rp8,2 miliar. ((8) Pengadaan Alat Kedokteran Ruang UGD dibuat Rp14,7 miliar, seharusnya Rp12,8 miliar (9) Pengadaan Alat Kedokteran Gas Medis dibuat Rp6,98 miliar dari yang seharusnya Rp6 miliar.
(10) Pengadaan Alat Kedokteran Sterilisasi, Ruang Operasi, Bedah Sentral, IGD, ICU, Kesehatan Jiw a, Radiologi, Penyakit Paru HPSnya dibuat Rp10,39 miliar dari seharusnya Rp9 miliar (11) Pengadaan Alat Kedokteran Gigi dan Mulut, THT, Mata dibuat Rp4,45 miliar dari seharusnya Rp3,87 miliar.
(12) Pengadaan Alat Kedokteran Kandungan dan Kebidanan, Penyakit Jantung, Poli Syaraf, Ortopedi dibuat Rp6,4miliar dari seharusnya Rp5,59 miliar (13) Bedah Syaraf, Umum, Urologi, NICU dianggarkan Rp6,4 miliar dari yang seharusnya cuma Rp5,59 miliar.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar