Kaum Muslimin Suriah dibantai dan dibunuh oleh rezim brutal Syiah Nushairiyah. Saat mengungsi, mereka dihina dan dipermalukan oleh saudara-saudara Arab mereka di negara-negara arab.
Di kamp-kamp pengungsi di Yordania dan Turki, anak-anak Suriah mati kedinginan dan saudara-saudara mereka di Jalur Gaza tenggelam akibat banjir yang menerjang, sementara negara-negara Arab, terutama yang kaya, menutup mata terhadap penderitaan mereka.
Jalur Gaza menderita tanpa listrik selama beberapa bulan dan kini kehidupan benar-benar lumpuh karena blokade menyesakkan oleh penjajah “Israel” yang telah diberlakukan terhadap hampir dua juta orang tak bersalah, sementara badai musim dingin tahun ini serta banjir telah menambah penderitaan mereka.
Hamas yang menjadi penguasa di sana tidak memiliki keahlian dan dana yang diperlukan atau kemampuan untuk menangani krisis ini. Mereka harus mengevakuasi warga Gaza tunawisma yang menaiki atap rumah yang dilanda banjir menggunakan kapal nelayan tua. Mereka menangis untuk minta pertolongan.
Terdapat hampir 150 anggota negara di dalam kelompok “Syrian People Group”, sebagian besar negara-negara kaya Eropa dan Arab, namun lebih dari empat juta pengungsi Suriah menderita kelaparan, diserang penyakit, ketakutan di dalam dan luar Suriah dan tidak ada solusi meyakinkan dalam waktu dekat.
Miliaran dolar diinvestasikan dalam “industri kematian” di Suriah, untuk membiayai faksi oposisi (pro-Barat, red) yang akan menggulingkan rezim diktator Suriah dan miliaran dihabiskan untuk membeli peralatan militer terbaru untuk mempersenjatai mereka. Tapi ketika anak-anak berteriak di kamp-kamp pengungsi karena membeku, orang kaya dan pemerintah tidak terlihat.
Dana tersebut dialokasikan hanya untuk pembunuhan, bukan untuk kehidupan. Logikanya, mereka yang memberikan senjata kepada pihak oposisi tidak boleh gagal memberikan bantuan medis, makanan, selimut untuk anak-anak di Aleppo, Homs, Rastan, Ruqqa, Idlib dan seluruh kota Suriah.
Dengan asumsi misi kemanusiaan ini tidak mungkin diselesaikan oleh mereka, mereka bisa setidaknya mengirimkan bahan bantuan yang diperlukan dan peralatan pemanas ke Suriah di kamp-kamp pengungsi di Yordania dan Turki, dimana tidak ada konfrontasi militer atau ledakan.
Beberapa waktu lalu, aktivis Suriah telah merilis foto secara online yang memperlihatkan seorang anak dengan tangan terhenti di udara (membeku), namun tidak ada tanggapan dari komunitas internasional untuk hal itu.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jum’at (13/12), Amnesti Internasional mengritik kegagalan Uni Eropa untuk memainkan peran konkret sebagai tuan rumah bagi pengungsi Suriah. Amnesti juga mengritik langkah-langkah yang diambil di perbatasan untuk mengurangi jumlah pengungsi Suriah yang mencoba menyusup ke wilayah mereka.
Sikap Amnesti Internasional adalah terhormat untuk mengritik negara-negara tersebut, tapi bagaimana dengan negara Arab? Berapa banyak pengungsi Suriah yang telah diterima oleh mereka dan bagaimana mereka memperlakukan penjagaan di perbatasan untuk warga suriah yang berusaha melarikan diri dari kehidupan mereka?
Negara-negara Teluk menyumbangkan miliaran dolar dalam bentuk hibah minyak ke Mesir untuk menyelesaikan krisis bahan bakar di sana. Namun kenapa serikat ini tidak menuntut pihak berwenang Mesir, dari sudut pandang kemanusiaan, memberikan beberapa jumlah gas untuk mengoperasikan pembangkit listrik satu-satunya di Gaza untuk menerangi rumah dari dua juta Muslim di sana?
Jalur Gaza telah tenggelam dan dalam kegelapan, sementara anak-anak dan lansia Suriah mati kedinginan, menandai noda yang paling memalukan dalam sejarah. Mereka yang tidak menjawab seruan, padahal mereka mampu, tidak akan pernah mau untuk membebaskan tanah air atau untuk menghormati hak asasi manusia di negara mereka atau negara lainnya.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar