HARI Akhir atau Hari Kiamat merupakan sunnatullah yang digariskan oleh Sang Maha Kuasa yang wajib kita Imani. Kita percaya bahwa disana terdapat hukum sebab-akibat dalam setiap peristiwa dan kejadian yang diskenariokan untuk seluruh ciptaan-Nya. Begitu juga dengan tanda-tanda dan petunjuk yang telah diperlihatkan-Nya, sebelum menyingkap kebenaran Nubuwat-nubuwat Ilahi, agar manusia mempelajari dan menangkap sinyal Nubuwat yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya perubahan ekstrim cuaca yang sedang dialami Planet kita merupakan permasalahan global serius dan gawat, bahkan lingkungan, tumbuhan dan hewan-hewan ikut menerima efek negatif yang dihasilkan perubahan drastis ini. Tetapi tidakkah kita menganggap bahwa fenomena ini bukan sekedar ancaman klimatologi yang mencemaskan banyak Ilmuwan ahli ilmu cuaca dan oseanologi (kelautan)? Hingga sempat didokumentasikan dalam salah satu film Hollywood. Atau adakah sesekali merenungkan bahwa perubahan alam ini merupakan salah satu sinyal yang sangat relevan dengan informasi yang diabadikan selama lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu, petunjuk zaman dari Allah SWT yang disampaikan lewat lisan Rasulullah SAW:
عَÙ†ْ Ø£َبِÙ‰ Ù‡ُرَÙŠْرَØ©َ Ø£َÙ†َّ رَسُولَ اللَّÙ‡ِ -صلى الله عليه وسلم- Ù‚َالَ ” لاَ تَÙ‚ُومُ السَّاعَØ©ُ …ØَتَّÙ‰ تَعُودَ Ø£َرْضُ الْعَرَبِ Ù…ُرُوجًا ÙˆَØ£َÙ†ْÙ‡َارًا “
“Kiamat tidak akan terjadi….sampai dataran Arab kembali menjadi dataran berpadang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai.” (HR. Muslim)
Beranjak dari teori-teori para ilmuwan, berbagai bukti ilmiah dan isu-isu politik dunia yang akan diulas dalam pembahasan sangat singkat ini, penulis berusaha meramu kesimpulan dari setiap aspek masing-masing hingga mengkaitkan peristiwa-peristiwa akhir zaman yang kelak akan dilalui ummat manusia.
Benua Atlantik Utara dan The Great Ocean Conveyor Belt
Dalam dekade terakhir ini, isu pemanasan global telah banyak menguras perhatian para Ilmuwan klimatologi yang dari waktu ke waktu semakin memprihatinkan. Pemicu timbulnya pemanasan global dikarenakan adanya karbondioksida dengan jumlah yang sangat besar di atmosfer serta adanya gas-gas lain bereaksi yang menyebabkan lubang di lapisan ozon. Fenomena ini sudah mulai dua dekade yang lalu di mana berdampak pada daerah es yang terletak di Arktik wilayah benua Atlantik Utara, hal tersebut telah terdokumentasikan secara ilmiah.
Pencairan es tersebut berdampak negatif pada iklim wilayah Atlantik Utara karena berakibat meningkatkan proporsi air tawar dan mengurangi jumlah kadar air asin pada Samudera Atlantik, seperti yang terjadi di Selat Denmark dan Laut Labrador.
Penurunan jumlah es menyebabkan perluasan wilayah laut, dan hal itu akan mengundang terjadinya proses penguapan secara besar-besaran, yang akan diikuti dengan curah hujan setelahnya. Dengan kata lain jumlah air tawar akan terus bertambah dan kadar keasinan air laut terus berkurang di wilayah ini. Sebagaimana yang diketahui bahwa sebagian dari samudera laut di bumi kita ini dalam kondis membeku, dan ketika air laut (air asin) membeku menjadi es maka es itu telah menjadi air tawar. Fenomena ini sering dimanfaatkan di beberapa daerah dingin dalam proses desalinisasi (proses pembuatan air laut menjadi tawar), dengan mencairkan es dari air laut.
Ketika mencairnya es tersebut maka akan meningkatkan proporsi air tawar. Semua faktor ini akan mengurangi salinitas air permukaan di wilayah Atlantik Utara.
Dan yang menjadi poin penting dari fenomena ini adalah seperti yang diketahui secara ilmiah bahwa air tawar lebih ringan dari air garam sehingga mengapung di permukaan.
Para ilmuwan memperkirakan tingkat penurunan es 9-14 % setiap sepuluh tahun. Di sisi lain kita akan melihat jumlah air lautan dan samudera akan terus-menerus bertambah hingga menutupi beberapa bagian daratan rendah. Hingga kini tidak sedikit penduduk di sejumlah pulau menghadapi masalah dari fenomena ini. Bahkan jika hal ini tidak berakibat menenggelamkan bagian daratan di suatu wilayah, kenaikan permukaan laut akan merusak tanah pertanian disebabkan karena kadar garam pada air laut. Dengan meningkatnya permukaan lautan akan mendukung terjadinya peningkatan penguapan pula, dan penguapan air ini menjadi salah satu faktor utama terjadinya pemanasan pada lapisan atmosfer.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Sesungguhnya perubahan ekstrim cuaca yang sedang dialami Planet kita merupakan permasalahan global serius dan gawat, bahkan lingkungan, tumbuhan dan hewan-hewan ikut menerima efek negatif yang dihasilkan perubahan drastis ini. Tetapi tidakkah kita menganggap bahwa fenomena ini bukan sekedar ancaman klimatologi yang mencemaskan banyak Ilmuwan ahli ilmu cuaca dan oseanologi (kelautan)? Hingga sempat didokumentasikan dalam salah satu film Hollywood. Atau adakah sesekali merenungkan bahwa perubahan alam ini merupakan salah satu sinyal yang sangat relevan dengan informasi yang diabadikan selama lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu, petunjuk zaman dari Allah SWT yang disampaikan lewat lisan Rasulullah SAW:
عَÙ†ْ Ø£َبِÙ‰ Ù‡ُرَÙŠْرَØ©َ Ø£َÙ†َّ رَسُولَ اللَّÙ‡ِ -صلى الله عليه وسلم- Ù‚َالَ ” لاَ تَÙ‚ُومُ السَّاعَØ©ُ …ØَتَّÙ‰ تَعُودَ Ø£َرْضُ الْعَرَبِ Ù…ُرُوجًا ÙˆَØ£َÙ†ْÙ‡َارًا “
“Kiamat tidak akan terjadi….sampai dataran Arab kembali menjadi dataran berpadang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai.” (HR. Muslim)
Beranjak dari teori-teori para ilmuwan, berbagai bukti ilmiah dan isu-isu politik dunia yang akan diulas dalam pembahasan sangat singkat ini, penulis berusaha meramu kesimpulan dari setiap aspek masing-masing hingga mengkaitkan peristiwa-peristiwa akhir zaman yang kelak akan dilalui ummat manusia.
Benua Atlantik Utara dan The Great Ocean Conveyor Belt
Dalam dekade terakhir ini, isu pemanasan global telah banyak menguras perhatian para Ilmuwan klimatologi yang dari waktu ke waktu semakin memprihatinkan. Pemicu timbulnya pemanasan global dikarenakan adanya karbondioksida dengan jumlah yang sangat besar di atmosfer serta adanya gas-gas lain bereaksi yang menyebabkan lubang di lapisan ozon. Fenomena ini sudah mulai dua dekade yang lalu di mana berdampak pada daerah es yang terletak di Arktik wilayah benua Atlantik Utara, hal tersebut telah terdokumentasikan secara ilmiah.
Pencairan es tersebut berdampak negatif pada iklim wilayah Atlantik Utara karena berakibat meningkatkan proporsi air tawar dan mengurangi jumlah kadar air asin pada Samudera Atlantik, seperti yang terjadi di Selat Denmark dan Laut Labrador.
Penurunan jumlah es menyebabkan perluasan wilayah laut, dan hal itu akan mengundang terjadinya proses penguapan secara besar-besaran, yang akan diikuti dengan curah hujan setelahnya. Dengan kata lain jumlah air tawar akan terus bertambah dan kadar keasinan air laut terus berkurang di wilayah ini. Sebagaimana yang diketahui bahwa sebagian dari samudera laut di bumi kita ini dalam kondis membeku, dan ketika air laut (air asin) membeku menjadi es maka es itu telah menjadi air tawar. Fenomena ini sering dimanfaatkan di beberapa daerah dingin dalam proses desalinisasi (proses pembuatan air laut menjadi tawar), dengan mencairkan es dari air laut.
Ketika mencairnya es tersebut maka akan meningkatkan proporsi air tawar. Semua faktor ini akan mengurangi salinitas air permukaan di wilayah Atlantik Utara.
Dan yang menjadi poin penting dari fenomena ini adalah seperti yang diketahui secara ilmiah bahwa air tawar lebih ringan dari air garam sehingga mengapung di permukaan.
Para ilmuwan memperkirakan tingkat penurunan es 9-14 % setiap sepuluh tahun. Di sisi lain kita akan melihat jumlah air lautan dan samudera akan terus-menerus bertambah hingga menutupi beberapa bagian daratan rendah. Hingga kini tidak sedikit penduduk di sejumlah pulau menghadapi masalah dari fenomena ini. Bahkan jika hal ini tidak berakibat menenggelamkan bagian daratan di suatu wilayah, kenaikan permukaan laut akan merusak tanah pertanian disebabkan karena kadar garam pada air laut. Dengan meningkatnya permukaan lautan akan mendukung terjadinya peningkatan penguapan pula, dan penguapan air ini menjadi salah satu faktor utama terjadinya pemanasan pada lapisan atmosfer.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar