Al-Imaam Ibnul-Jauziy rahimahullah pernah berkata:
“Dan termasuk talbis iblis terhadap para ahli hadits adalah (dorongan) sebagian mereka mencela sebagian yang lainnya, karena keinginan saling membalas. Mereka mengeluarkan celaan-celaan mereka itu dalam kemasan al-jarh wat-ta’diii yang digunakan ulama terdahulu umat ini untuk membela syari’at. Dan Allah lebih mengetahui tujuan-tujuan mereka (yang ada di dalam hati).
Di antara bukti yang menunjukkan jeleknya tujuan adalah diamnya mereka terhadap orang yang mengambil riwayat dari dirinya. Hal tersebut tidak dilakukan oleh para ulama terdahulu. ‘Aliy bin Al-Madiiniy pernah meriwayatkan hadits dari ayahnya – dan ia seorang yang dla’iif - , lalu ia (‘Aliy) berkata : “Dalam hadits syaikh ini ada sesuatu”.
Yuusuf bin Al-Husain berkata : Aku pernah bertanya kepada (Haarits) Al-Muhaasibiy tentang ghiibah. Ia (Haarits) berkata : “Berhati-hatilah kalian darinya, karena ghiibah itu sejelek-jelek perbuatan. Bagaimana pendapatmu tentang sesuatu yang dapat merampas kebaikan-kebaikanmu, lalu musuh-musuhmu ridlaa dengannya? Dan orang yang engkau benci di dunia; bagaimana engkau membuat musuhmu ridlaa dengannya pada hari kiamat, dengan cara ia mengambil kebaikan-kebaikanmu atau engkau mengambil kejelekan-kejelekannya ? Karena waktu itu tidak ada lagi dirham, tidak pula dinar. Berhati-hatilah dengannya dan kenalilah sumbernya. Sesungguhnya sumber ghiibah orang-orang hina dan bodoh adalah pelampiasan kemarahan, rasa memandang rendah (underestimate), hasad, dan su’udhdhan. Hal itu telah tersingkap dan tidaklah samar. Adapun ghiibah yang dilakukan para ulama, maka (diantara) sumbernya adalah tipu daya jiwa dengan dalih memberikan nasihat……………. [Al-Muntaqan-Nafiis min Talbiis Ibliis lil-Imaam Ibnil-Jauziyoleh ‘Aliy bin Hasan Al-Halabiy, hal. 123-124].
“Dan termasuk talbis ibliis terhadap fuqahaa’ adalah mereka lebih mengandalkan hasil dalam ilmu perdebatan untuk mendapatkan – dengan sangkaan mereka – penshahihan dalil atas satu hukum, istinbaath (penyimpulan hukum) detail-detail permasalahan syari’at, dan alasan-alasan berbagai madzhab. Seandainya dakwaan mereka ini benar, niscaya mereka tersibukkan dalam semua permasalahan……. Tujuan salah seorang di antara mereka dengan menyusun kerangka perdebatan dan menyelidiki hal-hal kontradiktif adalah untuk mencari pujian dan ketenaran. Padahal, kadangkala orang tersebut tidak mengetahui hukum dalam permasalahan kecil sama sekali, sehingga berakibat muncul musibah di mana-mana [idem, hal. 128-129].
ومن ذلك إقدامهم على الفتوى وما بلغوا مرتبتها وربما أفتوا بواقعاتهم المخالفة للنصوص ولو توقفوا في المشكلات كان أولى.
“Dan termasuk talbiis ibliis adalah terlalu beraninya mereka dalam berfatwa, padahal belum mencapai tingkatannya (boleh berfatwa). Kadangkala mereka berfatwa berdasarkan kondisi (waaqi’) mereka yang bertentangan dengan nash-nash. Seandainya mereka menahan diri untuk menjawab permasalahan-permasahan tersebut, niscaya lebih baik” [idem, hal. 132].
“Kadangkala Iblis memasukkan syubhat pada diri mereka secara cerdik. Iblis berkata : ‘Yang engkau cari adalah ketinggian kedudukan, bukan kesombongan (takabbur), karena engkau adalah pembela syari’at. Sesungguhnya engkau hanya mencari kemuliaan agama dan membantah ahlul-bid’ah. Pembicaraan kalian terhadap orang-orang yang hasad menimbulkan kemarahan bagi syari’at, karena orang-orang hasad senang mencela orang-orang yang melawannya. Apa yang engkau sangka sebagai riyaa’, sebenarnya bukanlah riyaa’. Hal itu dikarenakan siapapun yang diantara kalian (meskipun) pura-pura khusyu’ dan pura-pura menangis, niscaya akan diikuti oleh manusia sebagaimana orang sakit mengikuti saran seorang dokter”.
Talbiis ini akan tersingkap ketika ada seseorang yang melakukan kesombongan terhadap orang lain, atau ada seorang yang hasad berkata sesuatu tentang orang lain tersebut; maka ulama itu tidak marah karenanya seperti kemarahannya jika yang menjadi objek adalah dirinya…………” [idem, hal. 149-150].
ومنهم من يفرح بكثرة الاتباع ويلبس عليه إبليس بأن هذا الفرح لكثرة طلاب العلم وإنما مراده كثرة الأصحاب واستطارة الذكر ومن ذلك العجب بكلماتهم وعلمهم وينكشف هذا التلبيس بأنه لو انقطع بعضهم إلى غيره ممن هو أعلم منه ثقل ذلك عليه وما هذه صفة المخلص في التعليم لأن مثل المخلص مثل الأطباء الذين يداوون المرضى لله سبحانه وتعالى فاذا شفي بعض المرضى على يد طبيب منهم فرح الآخر
“Dan di antara mereka ada pula yang senang dengan banyaknya pengikut. Iblis membuattalbis terhadapnya bahwa kesenangan tersebut adalah karena banyaknya orang yang menuntut ilmu. Padahal yang sebenarnya (ia senang) karena banyaknya murid dan banyaknya orang yang menyebut dirinya. Ia merasa ‘ujub dengan perkataan dan ilmu mereka yang ditimba darinya. Talbis ini akan tersingkap ketika ada sebagian di antara mereka yang memisahkan diri kepada orang lain yang lebih ‘alim daripadanya, ia merasa berat. Hal tersebut bukan sifat orang yang ikhlash dalam mengajarkan ilmu. Orang yang ikhlash mengajarkan ilmu seperti seorang dokter yang mengobati orang sakit karena Allahsubhaanahu wa ta’ala. Apabila sebagian orang sakit itu sembuh melalui perantaraan tangan dokter, maka yang lainpun merasa senang” [idem, hal. 151].
Semoga kita semua terhindar dari talbiis ibliis.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
“Dan termasuk talbis iblis terhadap para ahli hadits adalah (dorongan) sebagian mereka mencela sebagian yang lainnya, karena keinginan saling membalas. Mereka mengeluarkan celaan-celaan mereka itu dalam kemasan al-jarh wat-ta’diii yang digunakan ulama terdahulu umat ini untuk membela syari’at. Dan Allah lebih mengetahui tujuan-tujuan mereka (yang ada di dalam hati).
Di antara bukti yang menunjukkan jeleknya tujuan adalah diamnya mereka terhadap orang yang mengambil riwayat dari dirinya. Hal tersebut tidak dilakukan oleh para ulama terdahulu. ‘Aliy bin Al-Madiiniy pernah meriwayatkan hadits dari ayahnya – dan ia seorang yang dla’iif - , lalu ia (‘Aliy) berkata : “Dalam hadits syaikh ini ada sesuatu”.
Yuusuf bin Al-Husain berkata : Aku pernah bertanya kepada (Haarits) Al-Muhaasibiy tentang ghiibah. Ia (Haarits) berkata : “Berhati-hatilah kalian darinya, karena ghiibah itu sejelek-jelek perbuatan. Bagaimana pendapatmu tentang sesuatu yang dapat merampas kebaikan-kebaikanmu, lalu musuh-musuhmu ridlaa dengannya? Dan orang yang engkau benci di dunia; bagaimana engkau membuat musuhmu ridlaa dengannya pada hari kiamat, dengan cara ia mengambil kebaikan-kebaikanmu atau engkau mengambil kejelekan-kejelekannya ? Karena waktu itu tidak ada lagi dirham, tidak pula dinar. Berhati-hatilah dengannya dan kenalilah sumbernya. Sesungguhnya sumber ghiibah orang-orang hina dan bodoh adalah pelampiasan kemarahan, rasa memandang rendah (underestimate), hasad, dan su’udhdhan. Hal itu telah tersingkap dan tidaklah samar. Adapun ghiibah yang dilakukan para ulama, maka (diantara) sumbernya adalah tipu daya jiwa dengan dalih memberikan nasihat……………. [Al-Muntaqan-Nafiis min Talbiis Ibliis lil-Imaam Ibnil-Jauziyoleh ‘Aliy bin Hasan Al-Halabiy, hal. 123-124].
“Dan termasuk talbis ibliis terhadap fuqahaa’ adalah mereka lebih mengandalkan hasil dalam ilmu perdebatan untuk mendapatkan – dengan sangkaan mereka – penshahihan dalil atas satu hukum, istinbaath (penyimpulan hukum) detail-detail permasalahan syari’at, dan alasan-alasan berbagai madzhab. Seandainya dakwaan mereka ini benar, niscaya mereka tersibukkan dalam semua permasalahan……. Tujuan salah seorang di antara mereka dengan menyusun kerangka perdebatan dan menyelidiki hal-hal kontradiktif adalah untuk mencari pujian dan ketenaran. Padahal, kadangkala orang tersebut tidak mengetahui hukum dalam permasalahan kecil sama sekali, sehingga berakibat muncul musibah di mana-mana [idem, hal. 128-129].
ومن ذلك إقدامهم على الفتوى وما بلغوا مرتبتها وربما أفتوا بواقعاتهم المخالفة للنصوص ولو توقفوا في المشكلات كان أولى.
“Dan termasuk talbiis ibliis adalah terlalu beraninya mereka dalam berfatwa, padahal belum mencapai tingkatannya (boleh berfatwa). Kadangkala mereka berfatwa berdasarkan kondisi (waaqi’) mereka yang bertentangan dengan nash-nash. Seandainya mereka menahan diri untuk menjawab permasalahan-permasahan tersebut, niscaya lebih baik” [idem, hal. 132].
“Kadangkala Iblis memasukkan syubhat pada diri mereka secara cerdik. Iblis berkata : ‘Yang engkau cari adalah ketinggian kedudukan, bukan kesombongan (takabbur), karena engkau adalah pembela syari’at. Sesungguhnya engkau hanya mencari kemuliaan agama dan membantah ahlul-bid’ah. Pembicaraan kalian terhadap orang-orang yang hasad menimbulkan kemarahan bagi syari’at, karena orang-orang hasad senang mencela orang-orang yang melawannya. Apa yang engkau sangka sebagai riyaa’, sebenarnya bukanlah riyaa’. Hal itu dikarenakan siapapun yang diantara kalian (meskipun) pura-pura khusyu’ dan pura-pura menangis, niscaya akan diikuti oleh manusia sebagaimana orang sakit mengikuti saran seorang dokter”.
Talbiis ini akan tersingkap ketika ada seseorang yang melakukan kesombongan terhadap orang lain, atau ada seorang yang hasad berkata sesuatu tentang orang lain tersebut; maka ulama itu tidak marah karenanya seperti kemarahannya jika yang menjadi objek adalah dirinya…………” [idem, hal. 149-150].
ومنهم من يفرح بكثرة الاتباع ويلبس عليه إبليس بأن هذا الفرح لكثرة طلاب العلم وإنما مراده كثرة الأصحاب واستطارة الذكر ومن ذلك العجب بكلماتهم وعلمهم وينكشف هذا التلبيس بأنه لو انقطع بعضهم إلى غيره ممن هو أعلم منه ثقل ذلك عليه وما هذه صفة المخلص في التعليم لأن مثل المخلص مثل الأطباء الذين يداوون المرضى لله سبحانه وتعالى فاذا شفي بعض المرضى على يد طبيب منهم فرح الآخر
“Dan di antara mereka ada pula yang senang dengan banyaknya pengikut. Iblis membuattalbis terhadapnya bahwa kesenangan tersebut adalah karena banyaknya orang yang menuntut ilmu. Padahal yang sebenarnya (ia senang) karena banyaknya murid dan banyaknya orang yang menyebut dirinya. Ia merasa ‘ujub dengan perkataan dan ilmu mereka yang ditimba darinya. Talbis ini akan tersingkap ketika ada sebagian di antara mereka yang memisahkan diri kepada orang lain yang lebih ‘alim daripadanya, ia merasa berat. Hal tersebut bukan sifat orang yang ikhlash dalam mengajarkan ilmu. Orang yang ikhlash mengajarkan ilmu seperti seorang dokter yang mengobati orang sakit karena Allahsubhaanahu wa ta’ala. Apabila sebagian orang sakit itu sembuh melalui perantaraan tangan dokter, maka yang lainpun merasa senang” [idem, hal. 151].
Semoga kita semua terhindar dari talbiis ibliis.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar