TUJUAN dari strategi ini dalam seluruh konflik adalah untuk mengubah rezim, apa yang disebut Oren Suriah sebagai “keystone dari busur itu,” yang didukung oleh pemerintah pro – Iran di Irak maupun oleh gerakan pembebasan Palestina yang menolak, wilayah Palestina lebih dari enam dekade dalam pendudukan militer Israel.
Atau menguras sumber daya Suriah, infrastruktur dan kekuasaan hingga ia tidak memiliki pilihan lain, kecuali memilih untuk menurut tanpa syarat, namun dengan syarat- syarat Israel dan kondisi apa yang disebut oleh Peres sebagai “kompromi” dengan Israel sebagai prasyarat untuk dikembalikannya wilayah Suriah yang diduduki Israel, yaitu Dataran Tinggi Golan.
Syria, the Odd Number
Tujuan strategis ini adalah smoke-screened (Suatu tindakan atau pernyataan yang digunakan untuk menyembunyikan rencana aktual atau niat sebenarnya) dengan menggambarkan konflik pertama-tama sebagai salah satu pemberontakan rakyat, kemudian berubah menjadi pemberontakan bersenjata melawan kediktatoran sebagai sektarian “perang sipil,” ketiga sebagai perang tanding proxy Arab-Iran, Sunni-Syiah yang dipisahkan sejarah, keempat sebagai wilayah pertempuran dari pertentangan regional dan geopolitik internasional, namun faktor Israel merupakan inti dari seluruh konflik.
Kalau tidak kenapa “Friends of Suriah and Israel” yang dipimpin Amerika Serikat peduli terhadap rezim yang berkuasa di negara yang tidak melimpah hasil minyak dan gasnya, yang berulang kali diucapkan sebagai “free” flow kepentingan “vital” Amerika Serikat, atau apa yang Obama sampaikan dalam pidatonya di PBB disebutnya sebagai negara “kepentingan inti,” keamanan Israel merupakan sesuatu yang “vital” lainnya atau “inti”, yang dalam kata-katanya, “Amerika Serikat siap untuk menggunakan semua elemen kekuatan, termasuk kekuatan militer untuk mengamankan.”
Berakhirnya Perang Dingin membuka “jendela kesempatan” untuk membuat perjanjian perdamaian Mesir-Israel, menurut sebuah studi oleh Universitas Oslo pada tahun 1997. Sebuah perjanjian damai telah ditandatangani antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan negara Yahudi pada tahun 1993, diikuti oleh perjanjian perdamaian Israel-Yordania pada tahun yang sama. Selama invasi ke Lebanon pada tahun 1982, Israel gagal mencoba untuk memaksakan kepada Libanon perjanjian serupa, tapi sejak saat itu tidak ada “pengaruh” Suriah, karena digagalkan dan tercegah setiap ada perkembangan seperti itu.
Suriah tetap terasing dalam perdamaian Arab – membuat lajur sekitar Israel, tidak ada perdamaian komprehensif yang dimungkinkan tanpa Suriah, Damaskus memegang kuncinya, bahkan untuk kelangsungan hidup Palestina, Yordania dan Mesir melakukan perjanjian damai dengan Israel. Suriah tidak akan menyerahkan kunci ini tanpa penarikan mundur Pasukan Pendudukan Israel (IOF-Israeli Occupation Forces) dari wilayah Suriah dan Arab lainnya dan penyelesaian maslah Palestina dengan “adil.”
Ini telah menjadi strategi nasional Suriah jauh sebelum partai Baath Pan – Arab dan dinasti al-Assad berkuasa.
Oleh karena itu, “Rencana A” Amerika Serikat dan Israel akan tetap dengan agendanya: menanti suasana geopolitik yang lebih terbuka. Sambil terus menanti, siapa yang tumbang lebih dahulu: Assad ataukah kaum mujahidin?
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Atau menguras sumber daya Suriah, infrastruktur dan kekuasaan hingga ia tidak memiliki pilihan lain, kecuali memilih untuk menurut tanpa syarat, namun dengan syarat- syarat Israel dan kondisi apa yang disebut oleh Peres sebagai “kompromi” dengan Israel sebagai prasyarat untuk dikembalikannya wilayah Suriah yang diduduki Israel, yaitu Dataran Tinggi Golan.
Syria, the Odd Number
Tujuan strategis ini adalah smoke-screened (Suatu tindakan atau pernyataan yang digunakan untuk menyembunyikan rencana aktual atau niat sebenarnya) dengan menggambarkan konflik pertama-tama sebagai salah satu pemberontakan rakyat, kemudian berubah menjadi pemberontakan bersenjata melawan kediktatoran sebagai sektarian “perang sipil,” ketiga sebagai perang tanding proxy Arab-Iran, Sunni-Syiah yang dipisahkan sejarah, keempat sebagai wilayah pertempuran dari pertentangan regional dan geopolitik internasional, namun faktor Israel merupakan inti dari seluruh konflik.
Kalau tidak kenapa “Friends of Suriah and Israel” yang dipimpin Amerika Serikat peduli terhadap rezim yang berkuasa di negara yang tidak melimpah hasil minyak dan gasnya, yang berulang kali diucapkan sebagai “free” flow kepentingan “vital” Amerika Serikat, atau apa yang Obama sampaikan dalam pidatonya di PBB disebutnya sebagai negara “kepentingan inti,” keamanan Israel merupakan sesuatu yang “vital” lainnya atau “inti”, yang dalam kata-katanya, “Amerika Serikat siap untuk menggunakan semua elemen kekuatan, termasuk kekuatan militer untuk mengamankan.”
Berakhirnya Perang Dingin membuka “jendela kesempatan” untuk membuat perjanjian perdamaian Mesir-Israel, menurut sebuah studi oleh Universitas Oslo pada tahun 1997. Sebuah perjanjian damai telah ditandatangani antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan negara Yahudi pada tahun 1993, diikuti oleh perjanjian perdamaian Israel-Yordania pada tahun yang sama. Selama invasi ke Lebanon pada tahun 1982, Israel gagal mencoba untuk memaksakan kepada Libanon perjanjian serupa, tapi sejak saat itu tidak ada “pengaruh” Suriah, karena digagalkan dan tercegah setiap ada perkembangan seperti itu.
Suriah tetap terasing dalam perdamaian Arab – membuat lajur sekitar Israel, tidak ada perdamaian komprehensif yang dimungkinkan tanpa Suriah, Damaskus memegang kuncinya, bahkan untuk kelangsungan hidup Palestina, Yordania dan Mesir melakukan perjanjian damai dengan Israel. Suriah tidak akan menyerahkan kunci ini tanpa penarikan mundur Pasukan Pendudukan Israel (IOF-Israeli Occupation Forces) dari wilayah Suriah dan Arab lainnya dan penyelesaian maslah Palestina dengan “adil.”
Ini telah menjadi strategi nasional Suriah jauh sebelum partai Baath Pan – Arab dan dinasti al-Assad berkuasa.
Oleh karena itu, “Rencana A” Amerika Serikat dan Israel akan tetap dengan agendanya: menanti suasana geopolitik yang lebih terbuka. Sambil terus menanti, siapa yang tumbang lebih dahulu: Assad ataukah kaum mujahidin?
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar