Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging dan pencucian uang, Ahmad Fathanah. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa selama 17 tahun enam bulan.
Nawawi Pomolangu, Ketua majelis hakim, saat membacakan vonis menyatakan, Fathanah secara sah dan meyakinkan bersalah dalam tindak korupsi yang dilakukan bersama-sama seperti dakwaan kesatu dan kedua.
Fathanah dinyatakan terbukti menerima suap Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait pengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
"Putusan hakim bukan upaya balas dendam negara kepada terdakwa, tapi karena tindakan yang dilakukan terdakwa membuat hak-hak masyarakat terampas akibat adanya tindak pidana korupsi," kata hakim Nawawi.
Majelis hakim juga menetapkan sebagian harta Fathanah dirampas untuk negara karena dia terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Modusnya dilakukan dengan menempatkan, mentransfer, membayar, membelanjakan total uang Rp38,709 miliar. Fathanah dinyatakan melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Barang yang dirampas berupa rumah, mobil, hingga perhiasan. Di antaranya tanah beserta bangunan di Perum Pesona Khayangan, rumah di Perum Permata Depok, satu unit mobil Toyota Alphard, Honda Jazz, Honda Freed, cincin, kalung, dan jam tangan. Selengkapnya harta yang dirampas.
Namun tidak semua pemberian Fathanah kepada wanita-wanita cantik dirampas negara. Hakim menyatakan Fathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang terkait sejumlah uang yang diberikan kepada artis cantik Ayu Azhari. Uang tersebut dinilai tidak ada kaitannya dengan perkara. "Ini hubungan profesional," kata hakim. Sebagai artis, Ayu dianggap wajar menerima uang sebagai bayaran mengisi show.
Begitu pula dengan cincin berlian yang diberikan Fathanah untuk istrinya, Septi Sanustika, saat mereka menikah. Hakim memerintahkan cincin itu dikembalikan kepada Septi.
Ajukan Banding
Akan halnya Fathanah, yang selama pembacaan vonis terlihat tegang, mengaku memahami keputusan majelis hakim Tipikor. Namun bukan berarti ia ikhlas menerima vonis itu. Ia menegaskan keberatan dengan vonis yang mengakomodir hampir separuh tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. "Ini bukan masalah ikhlas, saya keberatan," kata Fathanah.
Karena itu, setelah dalam sidang sempat menyatakan pikir-pikir, kubu Fathanah pun menyatakan akan mengajukan banding atas vonis majelis hakim Tipikor. Menurut Kuasa Hukum Fathanah, Ahmad Rozi, ada beberapa pertimbangan majelis hakim yang kurang tepat.
Baginya, vonis 14 tahun penjara itu bukan semata-mata berat atau ringannya hukuman. Tapi lebih pada terbukti atau tidak fakta yang sebenarnya terjadi, atau sejauh mana kebenaran materil terungkap di persidangan.
"Kalau memang dia salah ya beri hukuman. Kalau dia benar ya katakan benar. Kita sendiri beranggapan ada beberapa hal yang kita tidak paham dengan pertimbangan majelis hakim," kata Rozi.
Yang menggelitik kubu Fathanah adalah ketika majelis menyatakan Fathanah terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua
TPPU yakni Pasal 3 UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam hal ini majelis menganggap Fathanah tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya, sehingga majelis menyimpulkan kekayaan Fathanah bersumber dari tindak pidana. Padahal uang yang diduga berasal dari tindak pidana itu, kata Rozi, berasal dari pengusaha Yudi Setiawan dan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, yang oleh majelis pada dakwaan ketiga TPPU tidak terbukti predicate crime-nya. Karena itu, setelah salinan putusan didapat, ia akan segera merumuskan memori banding Ahmad Fathanah.
Nasib Luthfi Hasan
Rozi berharap vonis kliennya ini tidak berdampak terhadap terdakwa lain kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi, yakni mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq. Majelis hakim harus memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta yang ada di sidang masing-masing terdakwa. "Jangan karena Fathanah salah, lantas Pak Luthfi juga salah. Kita berharap adil,” kata dia.
Lutfhi Hasan sendiri saat ini masih menjalani proses persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi. Meski begitu, yang disesali pengacara Luthfi, M Assegaf, saat ini seolah kliennya sudah divonis bersalah, terutama sejak hakim menjatuhkan hukuman terhadap dua Direktur PT Indoguna, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi. Dalam vonis hakim, keduanya terbukti memberikan suap kepada Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.
“Ini sistem yang tidak fair, tidak menjadikan presumption of innocence (azas praduga tak bersalah) sebagai azas fundamental hukum,” kata Assegaf kepada VIVAnews, Selasa, 5 November 2013.
Assegaf makin terkejut dan was-was begitu mendengar Fathanah divonis 14 tahun penjara. Padahal, Fathanah merupakan pihak swasta yang hanya menjadi perantara dalam mengurus penambahan kuota impor daging di Kementan. Oleh karena itu ia menganggap vonis 14 tahun penjara bagi Fathanah menjadi peringatan bagi kliennya. “Kalau Fathanah divonis 14 tahun, lalu bagaimana dengan Pak Luthfi nanti?” ujarnya.
Di kasus suap impor daging ini, kata Assegaf, Luthfi diibaratkan sebagai lokomotif karena hanya dia seorang yang merupakan penyelenggara negara. Sisanya, Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth Liman, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi adalah pihak swasta. “Mereka ini semua dituntut tidak pidana korupsi karena ada pejabat negara yang namanya Luthfi Hasan Ishaaq. Dengan adanya putusan Fathanah ini, wajar kalau kita was-was,” tegasnya.
Sementara pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana menilai, kasus suap yang menjerat Ahmad Fathanah dan Luthfi merupakan satu paket. Karena Fathanah selama ini dikenal sebagai perpanjangan tangan mantan anggota DPR RI itu.
“Kalau tangannya saja divonis 14 tahun, apalagi pelaku utamanya,” kata Ganjar. Menurutnya, vonis ini hampir mendekati tuntutan jaksa KPK yang menuntut Fathanah 17,5 tahun penjara atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang ancaman maksimalnya mencapai 20 tahun penjara.
“Kalau dilihat DS (Djoko Susilo) yang hartanya begitu banyak saja, (divonis) 10 tahun. Nah, Fathanah 14 tahun, ini sudah cukup berat,” ucapnya.
Namun kata Ganjar, semua itu tergantung pertimbangan majelis hakim. Karena majelis memiliki pertimbangan subyektif dan obyektif dalam menjatuhi putusan.
Sumber : Facebook artati Sansumardi
Nawawi Pomolangu, Ketua majelis hakim, saat membacakan vonis menyatakan, Fathanah secara sah dan meyakinkan bersalah dalam tindak korupsi yang dilakukan bersama-sama seperti dakwaan kesatu dan kedua.
Fathanah dinyatakan terbukti menerima suap Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait pengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
"Putusan hakim bukan upaya balas dendam negara kepada terdakwa, tapi karena tindakan yang dilakukan terdakwa membuat hak-hak masyarakat terampas akibat adanya tindak pidana korupsi," kata hakim Nawawi.
Majelis hakim juga menetapkan sebagian harta Fathanah dirampas untuk negara karena dia terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Modusnya dilakukan dengan menempatkan, mentransfer, membayar, membelanjakan total uang Rp38,709 miliar. Fathanah dinyatakan melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Barang yang dirampas berupa rumah, mobil, hingga perhiasan. Di antaranya tanah beserta bangunan di Perum Pesona Khayangan, rumah di Perum Permata Depok, satu unit mobil Toyota Alphard, Honda Jazz, Honda Freed, cincin, kalung, dan jam tangan. Selengkapnya harta yang dirampas.
Namun tidak semua pemberian Fathanah kepada wanita-wanita cantik dirampas negara. Hakim menyatakan Fathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang terkait sejumlah uang yang diberikan kepada artis cantik Ayu Azhari. Uang tersebut dinilai tidak ada kaitannya dengan perkara. "Ini hubungan profesional," kata hakim. Sebagai artis, Ayu dianggap wajar menerima uang sebagai bayaran mengisi show.
Begitu pula dengan cincin berlian yang diberikan Fathanah untuk istrinya, Septi Sanustika, saat mereka menikah. Hakim memerintahkan cincin itu dikembalikan kepada Septi.
Ajukan Banding
Akan halnya Fathanah, yang selama pembacaan vonis terlihat tegang, mengaku memahami keputusan majelis hakim Tipikor. Namun bukan berarti ia ikhlas menerima vonis itu. Ia menegaskan keberatan dengan vonis yang mengakomodir hampir separuh tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. "Ini bukan masalah ikhlas, saya keberatan," kata Fathanah.
Karena itu, setelah dalam sidang sempat menyatakan pikir-pikir, kubu Fathanah pun menyatakan akan mengajukan banding atas vonis majelis hakim Tipikor. Menurut Kuasa Hukum Fathanah, Ahmad Rozi, ada beberapa pertimbangan majelis hakim yang kurang tepat.
Baginya, vonis 14 tahun penjara itu bukan semata-mata berat atau ringannya hukuman. Tapi lebih pada terbukti atau tidak fakta yang sebenarnya terjadi, atau sejauh mana kebenaran materil terungkap di persidangan.
"Kalau memang dia salah ya beri hukuman. Kalau dia benar ya katakan benar. Kita sendiri beranggapan ada beberapa hal yang kita tidak paham dengan pertimbangan majelis hakim," kata Rozi.
Yang menggelitik kubu Fathanah adalah ketika majelis menyatakan Fathanah terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua
TPPU yakni Pasal 3 UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam hal ini majelis menganggap Fathanah tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya, sehingga majelis menyimpulkan kekayaan Fathanah bersumber dari tindak pidana. Padahal uang yang diduga berasal dari tindak pidana itu, kata Rozi, berasal dari pengusaha Yudi Setiawan dan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, yang oleh majelis pada dakwaan ketiga TPPU tidak terbukti predicate crime-nya. Karena itu, setelah salinan putusan didapat, ia akan segera merumuskan memori banding Ahmad Fathanah.
Nasib Luthfi Hasan
Rozi berharap vonis kliennya ini tidak berdampak terhadap terdakwa lain kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi, yakni mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq. Majelis hakim harus memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta yang ada di sidang masing-masing terdakwa. "Jangan karena Fathanah salah, lantas Pak Luthfi juga salah. Kita berharap adil,” kata dia.
Lutfhi Hasan sendiri saat ini masih menjalani proses persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi. Meski begitu, yang disesali pengacara Luthfi, M Assegaf, saat ini seolah kliennya sudah divonis bersalah, terutama sejak hakim menjatuhkan hukuman terhadap dua Direktur PT Indoguna, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi. Dalam vonis hakim, keduanya terbukti memberikan suap kepada Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.
“Ini sistem yang tidak fair, tidak menjadikan presumption of innocence (azas praduga tak bersalah) sebagai azas fundamental hukum,” kata Assegaf kepada VIVAnews, Selasa, 5 November 2013.
Assegaf makin terkejut dan was-was begitu mendengar Fathanah divonis 14 tahun penjara. Padahal, Fathanah merupakan pihak swasta yang hanya menjadi perantara dalam mengurus penambahan kuota impor daging di Kementan. Oleh karena itu ia menganggap vonis 14 tahun penjara bagi Fathanah menjadi peringatan bagi kliennya. “Kalau Fathanah divonis 14 tahun, lalu bagaimana dengan Pak Luthfi nanti?” ujarnya.
Di kasus suap impor daging ini, kata Assegaf, Luthfi diibaratkan sebagai lokomotif karena hanya dia seorang yang merupakan penyelenggara negara. Sisanya, Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth Liman, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi adalah pihak swasta. “Mereka ini semua dituntut tidak pidana korupsi karena ada pejabat negara yang namanya Luthfi Hasan Ishaaq. Dengan adanya putusan Fathanah ini, wajar kalau kita was-was,” tegasnya.
Sementara pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana menilai, kasus suap yang menjerat Ahmad Fathanah dan Luthfi merupakan satu paket. Karena Fathanah selama ini dikenal sebagai perpanjangan tangan mantan anggota DPR RI itu.
“Kalau tangannya saja divonis 14 tahun, apalagi pelaku utamanya,” kata Ganjar. Menurutnya, vonis ini hampir mendekati tuntutan jaksa KPK yang menuntut Fathanah 17,5 tahun penjara atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang ancaman maksimalnya mencapai 20 tahun penjara.
“Kalau dilihat DS (Djoko Susilo) yang hartanya begitu banyak saja, (divonis) 10 tahun. Nah, Fathanah 14 tahun, ini sudah cukup berat,” ucapnya.
Namun kata Ganjar, semua itu tergantung pertimbangan majelis hakim. Karena majelis memiliki pertimbangan subyektif dan obyektif dalam menjatuhi putusan.
Sumber : Facebook artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar