Pensiunan Pertamina yang berhimpun dalam Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe), meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa Sutan Bhatoegana, Ketua Komisi VII DPR, yang di duga ada keterlibatannya dalam kasus mantan Kepala non-aktif Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Sekalipun sebelumnya informasi dari bocoran Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini yang sempat beredar di kalangan wartawan menyebutkan, pada awal bulan Puasa 2013, Sutan pernah meminta Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Komisi VII kepada Rudi selaku Kepala SKK Migas.
Bahkan dalam BAP itu juga menyebutkan lokasi-lokasi tempat Kepala SKK Migas nonaktif itu bertemu Sutan, seperti di Pacific Place Bellagio dan Plaza Senayan. Bahkan dikatakan, Sutan pernah mengenalkan kepada Rudi seorang pengusaha yang mengklaim pernah ikut tender di SKK Migas.
Adanya bantahan Sutan, Politisi Partai Demokrat, atas kabar yang menyebutkan pada awal bulan Puasa 2013, dirinya pernah meminta THR untuk Komisi VII kepada Rudi Rubiandini yang saat itu menjabat Kepala SKK Migas.
Namun Ketua Komisi VII DPR ini mengakui sering bertemu Kepala nonaktif SKK Migas itu, hanya dalam kapasitas sebagai mitra kerja. Pertemuan dengan Rudi, menurutnya, tidak pernah berurusan mengenai hal-hal negatif. Apalagi meminta THR. Karena kalau ketemu dengan Rudi tentu diakui sering ketemu, sebagai mitranya.
Menurut Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar Effendi Hutabarat, dengan tetap menghormati asas praduga tak bersalah, “Indikasi bocoran BAP Rudi Rubiandini mengenai Sutan Bhatoegana meminta THR untuk Komisi VII yang diketuainya kepada Kepala non-aktif SKK Migas tersebut, kami dari pensiunan Pertamina dan berhimpun di eSPeKaPe menyatakan tidak tertutup kemungkinan akan kebenarannya”, ujarnya lewat rilis yang dikirimkan kepada pers (1/11/2013).
Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966 kiranya belum melupakan saat Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR Sutan Bathoegana membantah meminta fee kepada Muhammad Nazaruddin dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada paruh Januari 2012.
“Padahal tudingan Sutan menerima fee atau imbalan terungkap dari pengakuan Manager Pemasaran PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan. Disidang itu, Idris jelas mengatakan Sutan mendapatkan imbalan sebesar Rp. 80 miliar dari proyek PLTS di Kementerian ESDM.
Tapi Sutan mengatakan ucapan itu tidak benar. Sama halnya saat Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang menyebutkan Sutan juga hadir juga dalam rapat pembahasan proyek Wisma Atlet SEA Games, Sutan juga membantahnya”, tutur Binsar Effendi.
Berikutnya, ungkap Binsar Effendi, Sutan Bhatoegana diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Solar Home System (SHS) di Kementerian ESDM. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan terdakwa Ridwan Sanjaya melalui kuasa hukumnya, Sofyan Kasim yang menyebutkan Sutan Bhatoegana terlibat atau
bermain dalam proyek yang merugikan negara sekitar Rp. 131,2 miliar tersebut.
Akan tetapi pemeriksaan Sutan oleh KPK urung dilakukan karena berkas perkara milik dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan SHS, yaitu Jacobus Purwono dan Kosasih dianggap sudah lengkap dan langsung dinaikkan ke penuntutan.
Seperti diketahui, KPK pernah memanggil Sutan Bhatoegana untuk diperiksa terkait kasus pengadaan SHS di Kementerian ESDM pada 31 Agustus 2012. Tetapi, yang bersangkutan tidak hadir. Sehingga, pemanggilan dijadwalkan ulang. Namun, belum sempat didengarkan keterangannya, berkas perkara dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut dinyatakan lengkap. Sehingga, keterangan Sutan tidak diperlukan lagi dalam penyidikan.
“Padahal dugaan keterlibatan Sutan berdasarkan apa yang dikatakan terdakwa dalam BAP, sebab orang DPR pesan sesuatu ‘kan ada imbalannya. Maka orang DPR ini minta perusahaan ini dimenangkan. Ini kata kuasa hukum Sofyan Kasim usai sidang Ridwan Sanjaya di Pengadilan Tipikor, pada 24 November 2011. Tapi tetap saja Sutan itu melakukan bantahannya”, imbuh Binsar Effendi.
Permintaan eSPeKaPe ke KPK agar memeriksa Sutan yang akan ditindaklanjuti dengan melayangkan surat resmi kepada Pimpinan KPK, bukan tidak punya alasan. Binsar Effendi mengakui sangat jengkel dengan Sutan, dan kejengkelannya itu pernah eSPeKaPe laporkan ke Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri soal pencemaran nama baik Pertamina oleh Sutan pada akhir Agustus silam.
Namun karena Bareskrim minta agar ada bukti dari Pertamina yang tidak bangkrut, dan eSPeKaPe sudah memintanya ke Biro Hukum PT Pertamina (Persero), namun dengan alasan etika tidak bisa dipenuhi, “Maka laporan itu menjadi belum ditindaklanjuti”, lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris eSPeKaPe, Yasri Pasha, sudah menyiapkan surat untuk dikirimkan kepada KPK, Senin depan. “Sutan selaku anggota dewan ternyata antara kata dan perbuatannya tidak sesuai, suka membohong” kata Yasri.
Dalam catatan eSPeKaPe yang menjadi materi laporan ke Bareskrim, dalam peliputan tunda acara ProBis MetroTV pada 11 April 2013 malam, yang mengangkat tema ‘Lifting Migas Semakin Merosot’, Sutan menuding Pertamina itu rusak.
Selanjutnya pada hari 20 Agustus 2013 malam, di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, yang bertema ‘Siapa Dibalik Mafia Migas’, Sutan Bhatoegana sebagai narasumber dalam memberi bantahannya terhadap narasumber sebelumnya, yaitu DR. Kurtubi, Ketua Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), mengucapkan bahwa Pertamina membangkrutkan bangsa. Dan jika Pertamina yang pegang, akan bangkrut.
“Ini jelas sangat melukai kami, pensiunan Pertamina. Nah, sekarang dari BAP Rudi Rubiandini tercatat Sutan pernah minta THR untuk Komisi VII DPR. Untuk THR, saja jika benar, Sutan minta minta, bikin malu DPR. Sangatlah wajar jika kami, eSPeKaPe, meminta KPK untuk memeriksanya. Kami menjadi puas, karena Sutan yang omong besar itu ternyata juga ‘memalak’ SKK Migas.
Saya dengar, Pertamina juga pernah oleh adiknya Sutan ‘memalaknya’, entah untuk alasan apa. Maka sangat diharapkan KPK mengusutnya sampai terungkap dugaan korupsi Sutan di SKK Migas, termasuk di Kementerian ESDM”, pungkas Yasri.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Sekalipun sebelumnya informasi dari bocoran Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini yang sempat beredar di kalangan wartawan menyebutkan, pada awal bulan Puasa 2013, Sutan pernah meminta Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Komisi VII kepada Rudi selaku Kepala SKK Migas.
Bahkan dalam BAP itu juga menyebutkan lokasi-lokasi tempat Kepala SKK Migas nonaktif itu bertemu Sutan, seperti di Pacific Place Bellagio dan Plaza Senayan. Bahkan dikatakan, Sutan pernah mengenalkan kepada Rudi seorang pengusaha yang mengklaim pernah ikut tender di SKK Migas.
Adanya bantahan Sutan, Politisi Partai Demokrat, atas kabar yang menyebutkan pada awal bulan Puasa 2013, dirinya pernah meminta THR untuk Komisi VII kepada Rudi Rubiandini yang saat itu menjabat Kepala SKK Migas.
Namun Ketua Komisi VII DPR ini mengakui sering bertemu Kepala nonaktif SKK Migas itu, hanya dalam kapasitas sebagai mitra kerja. Pertemuan dengan Rudi, menurutnya, tidak pernah berurusan mengenai hal-hal negatif. Apalagi meminta THR. Karena kalau ketemu dengan Rudi tentu diakui sering ketemu, sebagai mitranya.
Menurut Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar Effendi Hutabarat, dengan tetap menghormati asas praduga tak bersalah, “Indikasi bocoran BAP Rudi Rubiandini mengenai Sutan Bhatoegana meminta THR untuk Komisi VII yang diketuainya kepada Kepala non-aktif SKK Migas tersebut, kami dari pensiunan Pertamina dan berhimpun di eSPeKaPe menyatakan tidak tertutup kemungkinan akan kebenarannya”, ujarnya lewat rilis yang dikirimkan kepada pers (1/11/2013).
Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966 kiranya belum melupakan saat Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR Sutan Bathoegana membantah meminta fee kepada Muhammad Nazaruddin dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada paruh Januari 2012.
“Padahal tudingan Sutan menerima fee atau imbalan terungkap dari pengakuan Manager Pemasaran PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan. Disidang itu, Idris jelas mengatakan Sutan mendapatkan imbalan sebesar Rp. 80 miliar dari proyek PLTS di Kementerian ESDM.
Tapi Sutan mengatakan ucapan itu tidak benar. Sama halnya saat Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang menyebutkan Sutan juga hadir juga dalam rapat pembahasan proyek Wisma Atlet SEA Games, Sutan juga membantahnya”, tutur Binsar Effendi.
Berikutnya, ungkap Binsar Effendi, Sutan Bhatoegana diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Solar Home System (SHS) di Kementerian ESDM. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan terdakwa Ridwan Sanjaya melalui kuasa hukumnya, Sofyan Kasim yang menyebutkan Sutan Bhatoegana terlibat atau
bermain dalam proyek yang merugikan negara sekitar Rp. 131,2 miliar tersebut.
Akan tetapi pemeriksaan Sutan oleh KPK urung dilakukan karena berkas perkara milik dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan SHS, yaitu Jacobus Purwono dan Kosasih dianggap sudah lengkap dan langsung dinaikkan ke penuntutan.
Seperti diketahui, KPK pernah memanggil Sutan Bhatoegana untuk diperiksa terkait kasus pengadaan SHS di Kementerian ESDM pada 31 Agustus 2012. Tetapi, yang bersangkutan tidak hadir. Sehingga, pemanggilan dijadwalkan ulang. Namun, belum sempat didengarkan keterangannya, berkas perkara dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut dinyatakan lengkap. Sehingga, keterangan Sutan tidak diperlukan lagi dalam penyidikan.
“Padahal dugaan keterlibatan Sutan berdasarkan apa yang dikatakan terdakwa dalam BAP, sebab orang DPR pesan sesuatu ‘kan ada imbalannya. Maka orang DPR ini minta perusahaan ini dimenangkan. Ini kata kuasa hukum Sofyan Kasim usai sidang Ridwan Sanjaya di Pengadilan Tipikor, pada 24 November 2011. Tapi tetap saja Sutan itu melakukan bantahannya”, imbuh Binsar Effendi.
Permintaan eSPeKaPe ke KPK agar memeriksa Sutan yang akan ditindaklanjuti dengan melayangkan surat resmi kepada Pimpinan KPK, bukan tidak punya alasan. Binsar Effendi mengakui sangat jengkel dengan Sutan, dan kejengkelannya itu pernah eSPeKaPe laporkan ke Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri soal pencemaran nama baik Pertamina oleh Sutan pada akhir Agustus silam.
Namun karena Bareskrim minta agar ada bukti dari Pertamina yang tidak bangkrut, dan eSPeKaPe sudah memintanya ke Biro Hukum PT Pertamina (Persero), namun dengan alasan etika tidak bisa dipenuhi, “Maka laporan itu menjadi belum ditindaklanjuti”, lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris eSPeKaPe, Yasri Pasha, sudah menyiapkan surat untuk dikirimkan kepada KPK, Senin depan. “Sutan selaku anggota dewan ternyata antara kata dan perbuatannya tidak sesuai, suka membohong” kata Yasri.
Dalam catatan eSPeKaPe yang menjadi materi laporan ke Bareskrim, dalam peliputan tunda acara ProBis MetroTV pada 11 April 2013 malam, yang mengangkat tema ‘Lifting Migas Semakin Merosot’, Sutan menuding Pertamina itu rusak.
Selanjutnya pada hari 20 Agustus 2013 malam, di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, yang bertema ‘Siapa Dibalik Mafia Migas’, Sutan Bhatoegana sebagai narasumber dalam memberi bantahannya terhadap narasumber sebelumnya, yaitu DR. Kurtubi, Ketua Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), mengucapkan bahwa Pertamina membangkrutkan bangsa. Dan jika Pertamina yang pegang, akan bangkrut.
“Ini jelas sangat melukai kami, pensiunan Pertamina. Nah, sekarang dari BAP Rudi Rubiandini tercatat Sutan pernah minta THR untuk Komisi VII DPR. Untuk THR, saja jika benar, Sutan minta minta, bikin malu DPR. Sangatlah wajar jika kami, eSPeKaPe, meminta KPK untuk memeriksanya. Kami menjadi puas, karena Sutan yang omong besar itu ternyata juga ‘memalak’ SKK Migas.
Saya dengar, Pertamina juga pernah oleh adiknya Sutan ‘memalaknya’, entah untuk alasan apa. Maka sangat diharapkan KPK mengusutnya sampai terungkap dugaan korupsi Sutan di SKK Migas, termasuk di Kementerian ESDM”, pungkas Yasri.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar