Politik non-Konfrontatif
ERDOGAN paham betul bahwa ada tiga aspek dalam sistem sosio-politik di Turki yang menyebabkan constant tension antara kelompok sekularis-Kemalis (dengan motor militer) versus Islamis. Pertama, ideologi modernisasi yang tak terbantahkan di Turki menghindari terjadinya debat terbuka yang dapat menggiring lahirnya kontrak sosial baru dan inklusif yang mengakui diversitas kultural Turki. Kedua, ideologi ini tidak mentolerir artikulasi identitas dan lifestyle yang berbeda di tengah public guna mewujudkan “al-madinah al-fadhilah” versi Kemalis. Ketiga, politik dianggap sebagai sebuah proses guided development and engineering of a new society.
Dengan demikian, para Kemalis memandang perbedaan politis bukan bagian integral dari demokrasi, namun sebagai sumber instabilitas dan ancaman kesatuan nasional (Karem M.Kamel, Turkey’s Turbulent Times, iol 10/12/2002).
Untuk itu Erdogan harus dapat menjauhkan diri dari identitas Islamis yang dianggap anti sekularisme Kemalis. Maka ia kerap menegaskan jatidirinya dalam banyak kesempatan : “I have said that we are not a party based on religion…No one can call us a religious party or a party based on religion.” Dan bahkan Erdogan “bersumpah” untuk tidak mengusik lifestyle-nya orang-orang Turki, sebagaimana ditakutkan banyak pihak. Kondisi ini yang membuat para jenderal baik di markaz besar militer atau yang berada di National Security Council (NSC) ber-husnu al-dhan bahwa Erdogan memang bukan Erbakan yang kena sanksi tidak boleh terlibat politik praktis seumur hidup. Bahkan George W.Bush dan petinggi-petinggi Uni Eropa antri mengundang Erdogan cs, hal yang tidak terjadi terhadap gurunya, Erbakan di tahun 1996.
Pemerintahan PKP
Pada level politik dalam negeri, Erdogan melakukan beberapa langkah kongkret berikut :
Pertama, menegakkan demokrasi, sekularisme dan rule of law yang menjadi dasar-dasar prinsipil negara republik. PKP meyakini bahwa kemajuan dan kemakmuran berdiri di atas realisasi tiga prinsip-prinsip tersebut secara utuh, dan transparansi merupakan prinsip bagi dinamika sebuah pemerintahan. PKP memandang, sector public adalah sector yang dibiayai oleh rakyat, maka rakyat berhak untuk mengetahui mana dan bagaimana dana tersebut dikelolah. Dalam konteks ini, PKP harus melakukan perubahan-perubahan dalam konstitusi dan sistem peradilan untuk memperkuat demokrasi dan mengokohkan transparansi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kedua, setiap warga Turki berhak atas segala kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan berpikir. PKP mendukung memberdayakan rakyat agar mendapatkan kebebasan ini.
Ketiga, PKP berusaha menjamin hak warga untuk berasosiasi agar tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan lokal mereka sebagaimana dikehendaki. Tidak ada diskriminasi atas dasar kelamin, asal, etnis, agama dan bahasa.
Keempat, tidak ada partai politik yang berdiri di atas agama atau nasionalisme, karena keduanya menjadi nilai universal yang dimiliki oleh rakyat. Agama merupakan nilai yang secara kolektif dianut oleh masyarakat. Agama berada di atas semua konsen-konsen politis.
Kelima, menjadikan Turki sebagai negeri bertaraf negeri maju. Untuk mewujudkan ini, harus ada reformasi-reformasi structural yang fundamental pada sector public dan ekonomi. Ini dapat berwujud pada ekonomi pasar, yang bebas, privatisasi, dan peningkatan efektifitas sector umum sebagai tujuan terpenting dari PKP.
Krisis Turki di tahun 2000 yang menyebabkan ambruknya ekonomi, distribusi kekayaan yang timpang, korupsi yang merajalela, keterpaksaan negara menguasai banyak bank-bank swasta karena ulah pemilik bank yang opurtunis, sebabkan kerugian negara mencapai 30 juta dollar Amerika.
Kini pemerintahan Erdogan rubah undang-undang yang menjadikan pemilik bank bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan mereka yang buruk. Pemerintah bekerjasama dengan IMF untuk menekan turunnya inflasi dan suku bunga. PKP meyakini bahwa ekonomi Turki kini stabil. Ekspor dan impor bergerak ke arah yang lebih baik, dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5% per tahun.
BERSAMBUNG
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
ERDOGAN paham betul bahwa ada tiga aspek dalam sistem sosio-politik di Turki yang menyebabkan constant tension antara kelompok sekularis-Kemalis (dengan motor militer) versus Islamis. Pertama, ideologi modernisasi yang tak terbantahkan di Turki menghindari terjadinya debat terbuka yang dapat menggiring lahirnya kontrak sosial baru dan inklusif yang mengakui diversitas kultural Turki. Kedua, ideologi ini tidak mentolerir artikulasi identitas dan lifestyle yang berbeda di tengah public guna mewujudkan “al-madinah al-fadhilah” versi Kemalis. Ketiga, politik dianggap sebagai sebuah proses guided development and engineering of a new society.
Dengan demikian, para Kemalis memandang perbedaan politis bukan bagian integral dari demokrasi, namun sebagai sumber instabilitas dan ancaman kesatuan nasional (Karem M.Kamel, Turkey’s Turbulent Times, iol 10/12/2002).
Untuk itu Erdogan harus dapat menjauhkan diri dari identitas Islamis yang dianggap anti sekularisme Kemalis. Maka ia kerap menegaskan jatidirinya dalam banyak kesempatan : “I have said that we are not a party based on religion…No one can call us a religious party or a party based on religion.” Dan bahkan Erdogan “bersumpah” untuk tidak mengusik lifestyle-nya orang-orang Turki, sebagaimana ditakutkan banyak pihak. Kondisi ini yang membuat para jenderal baik di markaz besar militer atau yang berada di National Security Council (NSC) ber-husnu al-dhan bahwa Erdogan memang bukan Erbakan yang kena sanksi tidak boleh terlibat politik praktis seumur hidup. Bahkan George W.Bush dan petinggi-petinggi Uni Eropa antri mengundang Erdogan cs, hal yang tidak terjadi terhadap gurunya, Erbakan di tahun 1996.
Pemerintahan PKP
Pada level politik dalam negeri, Erdogan melakukan beberapa langkah kongkret berikut :
Pertama, menegakkan demokrasi, sekularisme dan rule of law yang menjadi dasar-dasar prinsipil negara republik. PKP meyakini bahwa kemajuan dan kemakmuran berdiri di atas realisasi tiga prinsip-prinsip tersebut secara utuh, dan transparansi merupakan prinsip bagi dinamika sebuah pemerintahan. PKP memandang, sector public adalah sector yang dibiayai oleh rakyat, maka rakyat berhak untuk mengetahui mana dan bagaimana dana tersebut dikelolah. Dalam konteks ini, PKP harus melakukan perubahan-perubahan dalam konstitusi dan sistem peradilan untuk memperkuat demokrasi dan mengokohkan transparansi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kedua, setiap warga Turki berhak atas segala kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan berpikir. PKP mendukung memberdayakan rakyat agar mendapatkan kebebasan ini.
Ketiga, PKP berusaha menjamin hak warga untuk berasosiasi agar tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan lokal mereka sebagaimana dikehendaki. Tidak ada diskriminasi atas dasar kelamin, asal, etnis, agama dan bahasa.
Keempat, tidak ada partai politik yang berdiri di atas agama atau nasionalisme, karena keduanya menjadi nilai universal yang dimiliki oleh rakyat. Agama merupakan nilai yang secara kolektif dianut oleh masyarakat. Agama berada di atas semua konsen-konsen politis.
Kelima, menjadikan Turki sebagai negeri bertaraf negeri maju. Untuk mewujudkan ini, harus ada reformasi-reformasi structural yang fundamental pada sector public dan ekonomi. Ini dapat berwujud pada ekonomi pasar, yang bebas, privatisasi, dan peningkatan efektifitas sector umum sebagai tujuan terpenting dari PKP.
Krisis Turki di tahun 2000 yang menyebabkan ambruknya ekonomi, distribusi kekayaan yang timpang, korupsi yang merajalela, keterpaksaan negara menguasai banyak bank-bank swasta karena ulah pemilik bank yang opurtunis, sebabkan kerugian negara mencapai 30 juta dollar Amerika.
Kini pemerintahan Erdogan rubah undang-undang yang menjadikan pemilik bank bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan mereka yang buruk. Pemerintah bekerjasama dengan IMF untuk menekan turunnya inflasi dan suku bunga. PKP meyakini bahwa ekonomi Turki kini stabil. Ekspor dan impor bergerak ke arah yang lebih baik, dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5% per tahun.
BERSAMBUNG
Sumber : Facebook Artati Sansumardi


Tidak ada komentar:
Posting Komentar