Pabrik bayi pertama di dunia sedang dibangun di India. Tempat itu
akan menjadi rumah bagi ratusan perempuan miskin yang dibayar untuk
mengandung dan melahirkan anak-anak bagi pasangan kaya, terutama
pasangan dari Eropa dan Amerika, yang tidak bisa hamil.
Para calon orangtua bisa mengirim sperma atau embrio ke sebuah toko di mana seorang perempuan kemudian disewa rahimnya untuk mengandung dan melahirkan anak, sebelum kemudian si orangtua datang untuk menjemput anak mereka yang baru lahir.
Klinik itu akan dilengkapi apartemen bagi pasangan kaya yang datang berkunjung, satu lantai untuk para surogate mother (perempuan yang disewa rahimnya untuk mengandung bayi orang lain dengan iseminasi buatan), kantor, kamar bersalin, sebuah departemen IVF, bahkan restoran serta toko suvenir.
Dokter di balik klinik pengembangan berteknologi tinggi itu adalah Nayna Patel, yang menjalankan sebuah klinik yang menampung sekitar 100 perempuan hamil dalam satu rumah. Patel membayar setiap perempuan yang disewa rahimnya dengan tarif 8.019 dollar atau sekitar Rp 91 juta dan menerima sekitar Rp 319 juta dari orangtua yang mengharapkan anak.
Walau sedang dalam pembangunan pabrik ini telah melahirkan hampir 600 bayi untuk pasangan kaya. Dr Patel menegaskan bahwa ia sedang dalam misi seorang feminis. Ia mengatakan “penyewaan rahim adalah soal cara seorang perempuan membantu yang lain”.
Dia menolak anggapan bahwa dirinya mengeksploitasi para perempuan yang menyewakan rahimnya itu. “Para perempuan itu melakukan pekerjaan,” katanya. “Ini sebuah pekerjaan fisik, mereka dibayar untuk pekerjaan itu. Para perempuan itu tahu tidak ada keuntungan tanpa rasa sakit.”
“Saya menghadapi kecaman dan saya akan mendapat kecaman lagi. Menurut banyak orang, saya kontroversial. Ada dugaan tentang penjualan bayi, pabrik pembuatan bayi,” ujarnya.
Seorang warga Kanada bernama Barbara (54 tahun) telah mencoba selama 30 tahun untuk menjadi seorang ibu, ia berkata, “Kemandulan merupakan masalah medis. Jika orang yang lahir dengan penglihatan yang buruk mendapatkan kacamata, dan penderita diabetes mendapatkan insulin, mengapa kami tidak bisa mendapatkan perawatan medis untuk masalah kami?”
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Para calon orangtua bisa mengirim sperma atau embrio ke sebuah toko di mana seorang perempuan kemudian disewa rahimnya untuk mengandung dan melahirkan anak, sebelum kemudian si orangtua datang untuk menjemput anak mereka yang baru lahir.
Klinik itu akan dilengkapi apartemen bagi pasangan kaya yang datang berkunjung, satu lantai untuk para surogate mother (perempuan yang disewa rahimnya untuk mengandung bayi orang lain dengan iseminasi buatan), kantor, kamar bersalin, sebuah departemen IVF, bahkan restoran serta toko suvenir.
Dokter di balik klinik pengembangan berteknologi tinggi itu adalah Nayna Patel, yang menjalankan sebuah klinik yang menampung sekitar 100 perempuan hamil dalam satu rumah. Patel membayar setiap perempuan yang disewa rahimnya dengan tarif 8.019 dollar atau sekitar Rp 91 juta dan menerima sekitar Rp 319 juta dari orangtua yang mengharapkan anak.
Walau sedang dalam pembangunan pabrik ini telah melahirkan hampir 600 bayi untuk pasangan kaya. Dr Patel menegaskan bahwa ia sedang dalam misi seorang feminis. Ia mengatakan “penyewaan rahim adalah soal cara seorang perempuan membantu yang lain”.
Dia menolak anggapan bahwa dirinya mengeksploitasi para perempuan yang menyewakan rahimnya itu. “Para perempuan itu melakukan pekerjaan,” katanya. “Ini sebuah pekerjaan fisik, mereka dibayar untuk pekerjaan itu. Para perempuan itu tahu tidak ada keuntungan tanpa rasa sakit.”
“Saya menghadapi kecaman dan saya akan mendapat kecaman lagi. Menurut banyak orang, saya kontroversial. Ada dugaan tentang penjualan bayi, pabrik pembuatan bayi,” ujarnya.
Seorang warga Kanada bernama Barbara (54 tahun) telah mencoba selama 30 tahun untuk menjadi seorang ibu, ia berkata, “Kemandulan merupakan masalah medis. Jika orang yang lahir dengan penglihatan yang buruk mendapatkan kacamata, dan penderita diabetes mendapatkan insulin, mengapa kami tidak bisa mendapatkan perawatan medis untuk masalah kami?”
Sumber : Facebook Artati Sansumardi


Tidak ada komentar:
Posting Komentar