Mari Meninjau Kembali Miss World - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

6 September 2013

Mari Meninjau Kembali Miss World





Pembicaraan tentang Miss World yang ingin diadakan di Indonesia kian menuai berbagai macam kontroversi dari berbagai macam kalangan. Banyak orang yang membicarakan agenda Miss World dari sudut pandang keagamaan maupun etika, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri. Meski pun begitu, sudah sejatinyalah kita melihat agenda Miss World dari sudut pandang ekonomi-politik tentang apakah dengan kehadiran Miss World Indonesia, akan menguntungkan pendapatan Indonesia itu sendiri baik dari sektor pariwisata maupun produk lokal?


Pertanyaan itulah yang seharusnya Indonesia hari ini. Menarik untuk membaca pernyataan Dr. Daoed Joesoef, menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1977-1982) tentang kontes kecantikan pada masa itu, ia menyatakan;

”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, di samping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan perempuan, insting primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah. Sebagai ekonom aku tidak a priori anti kegiatan bisnis. Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara,” tulis Daoed Joesoef.

Selanjutnya, Daoed Joesoef menulis, ”Pendek kata kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan pemerintah dan restu  publik, mengirim perempuan pilihan untuk turut ”meramaikan” pesta kecantikan perempuan di forum internasional.”

Lalu, di dalam salah satu pernyataannya Daoed Joesoef bertanya, ”Setelah dibersihkan lalu diukur badan termasuk buah dada (badan)nya dan kemudian diperas susunya untuk dijual, tanpa menyadari bahwa dia sebenarnya sudah dimanfaatkan, dijadikan sapi perah. Untuk kepentingan dan keuntungan siapa?”.

Logika berpikir yang disampaikan oleh Daoed Josoef jauh-jauh hari tersebut memberikan angin segar bagi kita hari ini tentang bagaimana seharusnya pemerintah berpikir strategis terhadap agenda Miss World dalam dua pendekatan, yaitu; (1) Ketika kita membaca potensi industri lokal di bidang kecantikan hari ini, kita masih terlampau sangat jauh baik secara kualitas maupun kuantitas yang akan menyebabkan kalah saing dari produk asing itu sendiri. Artinya, Indonesia hanya akan dijadikan pangsa pasar strategis produk kecantikan luar negeri di tengah budaya konsumerisme masyarakat yang semakin tinggi terhadap glamouritas life style dalam rangka meningkatkan derajat sosialnya sebagai masyarakat ‘modernis’.

(2) Dengan dilaksanakannya Miss World, secara tidak langsung akan kita tengah menciptakan degradasi nilai kebangsaan Indonesia yang sudah sejak lama tertanam bahwa kecantikan seseorang tidak dilihat dari sudut pandang yang bersifat materialistik atau pun fisik seseorang, melainkan dari kecantikan kepribadiannya. Budi pekerti menjadi hal yang utama ketimbang hanya mempertontonkan paras tubuhnya semata.

Di titik inilah, kita akan bertemu pada dua kesimpulan bahwasanya dengan adanya Miss World Indonesia akan dirugikan secara ekonomi-politik dan budaya yang justru akan semakin memberikan ruang Indonesia akan semakin jauh dari kedaulatan ekonomi-politik dan budaya yang sesungguhnya. Oleh karena itulah, sudah saatnya Indonesia bersikap!

 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here