Bergaul dengan Kebesaran Jiwa - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

29 September 2013

Bergaul dengan Kebesaran Jiwa

Mari kita bayangkan betapa propaganda yang menyudutkan Rasulullah begitu massif dan tersebar luas. Tuduhan demi tuduhan nyaris tiada henti saban hari. Tak ada secuil pun sudut-sudut kota yang tak tersentuh oleh tuduhan bahwa Muhammad itu edan, gendheng, gila, dan tukang sihir. 
Saking gencarnya propaganda penyudutan itu dilakukan, Al-Qur’an mengisahkan ulang tuduhan-tuduhan itu. “Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang gila.” (Q.s. Al-Hijr: 6-7). 
Di ayat yang lain Allah kisahkan tuduhan kepada Sang Rasul, “Dia adalah seorang yang menerima ajaran lagi pula seorang yang gila,” (Q.s. Ad-Dukhan:13-14). Lelaki yang diakui jamak orang akan keluhuran akhlaknya, kesantunan tutur katanya, kesopanan sikapnya, dan ketulusan cintanya itu dianggap tidak waras.
Bukan hanya satu tuduhan, tapi banyak tuduhan yang disebarluaskan. Muhammad dengan seluruh nama baik dan pesona kepribadiannya dihancurkan. Mereka ingin kepercayaan publik kepada Sang Rasul yang mulia lagi jujur itu koyak-koyak. “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya,” (Q.s. Ath-Thur:30). 
Para penentang itu pun tidak kikuk melempar tuduhan, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta,” (Q.s. Shad:4). 
Dan mereka tidak berdiam diri, mesin-mesin propaganda mereka bekerja massif; mempengaruhi banyak orang dan merasukkan tiap tuduhan tentang Rasulullah pada setiap orang. 
Mari kita bayangkan negeri tempat Rasulullah menyemai dakwah itu hampir tak tersisa dari propaganda untuk menyudutkan beliau. Bahkan mereka yang simpati dan peroleh hidayah pun hendak dibengkokkan kembali. Keraguan ditanamkan, benih kebimbangan ditaburkan. “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir,” (Q.s. Al-Isra’:47-48).
Setiap tuduhan yang ditelunjukkan ke arah para dai, di sepanjang masa, sama saja. Barangkali hanya bentuk redaksionalnya saja yang berbeda. Tak akan sepi dakwah ini dari bermacam propaganda. Tak akan sunyi dakwah ini dari segala tuduhan yang menghina-hina. Jangankan kita yang jelas masih banyak cela, Rasulullah yang begitu jelita akhlaknya pun dianggap pendusta. 
Mari kita bayangkan betapa tuduhan-tuduhan itu, secara manusiawi, melahirkan duka. “Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,….” (Q.s. Al-An’am:33). 
Ada duka, tapi bukan itu yang dipelihara. Allah menghendaki Rasulullah dan para sahabat berbesar jiwa. Boleh jadi propaganda yang dilancarkan para penentang banyak mempengaruhi orang, tapi dakwah sepenuh cinta mesti tetap ditunaikan. “Maka, tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenun dan bukan pula seorang gila.” (Q.s. Ath-Thuur:30).
Bukan sikap kerdil yang membelenggu persepsi yang layak dipelihara dai acapkali bertemu dengan tuduhan-tuduhan. Seringkali ‘merasa’ bahwa semua jari telunjuk sedang diarahkan ke wajah kita menghambat diri untuk bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat. Padahal, kadangkala tidak seluruhnya demikian. Berinteraksi seringkali menjadi celah bagi tersambungkannya hidayah. 
Inilah yang dapat kita pelajari setiap kali membayangkan betapa massifnya tuduhan yang dilancarkan mesin propaganda Walid bin Mughirah terhadap Rasulullah dan barisan dakwah, serta bagaimana para sahabat memperoleh hidayah dan menerima kebenaran. Kita menemukan dua frasa kunci: kuasa Allah dan interaksi sosial yang tertunaikan. Alih-alih menarik diri dari peraulan, Rasulullah dan para sahabat terus memperluas pergaulan.
Dhimad Al-Azidi, lelelaki yang terpengaruh propaganda orang-orang musyrik Quraisy bahwa Rasulullah gila itu datang ke Makkah. Ia dikenal sebagai orang yang biasa menyembuhkan orang gila. Kedatangannya hendak mengobati Muhammad. “Jika aku bertemu lelaki itu,” katanya tentang Rasulullah, “semoga dapat kusembuhkan lewat tanganku.” Maka tatkala ia bertemu Rasulullah keinginannya itu un ia samaikan.
“Wahai Muhammad,” demikian lelaki dari Azdi Syanwah itu memulai pembicaraan, “sesungguhnya aku dapat menyembuhkan dari angin (pembawa penyakit gila) ini. Dan sesungguhnya Allah menyembuhkan dari tanganku orang-orang yang dikehendaki-Nya. Bagaimana dengan engkau?”
“Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji dan memohon pertolongan-Nya. Siapa yang diberi petunjuk, tak ada seorang pun dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkannya, tidak seorang pun dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dia Mahaesa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,” demikian jawab Rasulullah.
Rupa-rupanya Dhimad Al-Azdi tertarik. “Ulangilah untukku kata-katamu itu, Muhammad.” Rasulullah pun mengulangi hingga tiga kali. “Aku telah mendengar perkataan tukang ramal, ahli sihir, para penyair.” Kata Dhimad menjelaskan ketertarikannya, “Tapi aku tidak pernah mendengar perkataan seperti yang engkau katakan. Kata-katamu telah mencapai puncak tinggi.”
“Ulurkan tanganmu,” katanya, “Aku berbaiat kepadamu untuk masuk Islam.” Maka Rasulullah pun membaiatnya. “Dan juga untuk kaummu,” sabda Rasulullah. Dhimad pun mengiyakan. “Juga untuk kaumku,” katanya.
Kita akan menemukan kisah-kisah serupa dari para sahabat Rasulullah. Ada banyak orang yang semula waspada terhadap dakwah, dan bahkan antipati, bersebab interaksi -alhamdulillah- tersentuhlah hati. Ada pula yang ragu, bermula dari obrolan, ia pun terteguhkan. Di tengah derasnya propaganda, selalu ada celah bagi terbukanya hidayah. Dan itu menunjukkan bahwa Allah teramat berkuasa. Tak akan mengerdil mereka yang dibesarkan Allah; tak akan juga membesar, siapa yang dikerdilkan Allah ta’ala. Sekali lagi, boleh jadi propaganda untuk melemahkan dakwah teramat luas jangkauannya, tapi itu sama sekali tak menyurutkan semangat kita untuk berdakwah sepenuh cinta.
Hari ini kita merenungi kembali sabda Rasulullah saw. “Orang mukmin yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar dari perbuatan buruk mereka, itu lebih baik daripada orang mukmin yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak bersabar dari perbuatan mereka.” (H.r. Ibnu Majah). Bergaul dengan kebesaran jiwa, sebab harapan selalu bersemi dalam keyakinan: Allah teramat kuasa membolak-balikkan hati manusia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here