Makassar-Bulan Sabit Kembar- Alhamdulillah, jika tidak ada aral-melintang, insya Allah “Pesta Demokrasi” Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Makassar akan berlangsung pada bulan 18 September 2013, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Makassar. Pilwalkot Makassar 2013 ini akan dimeriahkan oleh 10 Kandidat.
Siapakah di antara kesepuluh kandidat ini yang akan meraih kursi nomor satu di Ibu Kota Sulawesi Selatan ini ? Mungkinkah salah satu kandidat yang mempunyai jiwa “petarung” mampu meraih gelar juaranya ? Itu semuanya serba mungkin. Untuk saat ini hanya Allah yang lebih tahu, sementara kita sebagai manusia biasa hanya bisa meraba-raba dan menduga-duga berdasarkan kalkulasi-kalkulasi yang kita pegang, sedangkan hasil akhirnya hanya bisa dilihat secara nyata setelah Pesta Demokrasi ini selesai dilaksanakan.
Penulis tertarik memberikan sedikit ide yang berasal dari gelitik hati dalam upaya ikut menyukseskan Pilwalkot Makassar yang damai, dan terhindar dari gesekan-gesekan yang bisa melahirkan percikan api, serta bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas. Untuk itu, ada dua tata nilai tradisional yang perlu diperhatikan, yaitu budaya siri’ dan sipakatau yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita.
Adanya budaya siri’ dan sipakatau dalam masyarakat Sulawesi Selatan membuktikan bahwa nenek moyang kita dulu adalah orang yang memiliki kemampuan intelektualitas yang mumpuni, sehingga mereka mampu melakukan kreasi berpikir atau berijtihad dalam upaya merumuskan tata nilai yang bisa dijadikan sebagai acuan nilai bersama dalam upaya membangun kehidupan yang lebih beradab. Hal itu mereka lakukan, karena peradaban Islam belum datang kepada mereka.
Keadaanlah yang memaksa mereka harus memeras otak untuk merumuskan tata nilai. Budaya siri’ dan sipakatau merupakan buah dari ijtihad yang mereka lakukan, yang masih bertahan hingga saat ini. Siri’ secara sederha artinya adalah rasa malu. Seseorang yang merasa sudah ternoda secara siri’, maka ia akan segera melakukan tindakan-tindakan, sehingga harga dirinya tetap terjaga. Setelah Islam datang, budaya siri’ tetap bertahan, karena budaya siri’ pada hakekatnya sejalan dengan tata nilai yang dianut dalam ajaran Islam.
Budaya siri’ itu adalah sebagian dari pada iman. Islam tidak hanya memperkokoh budaya siri’ tetapi juga menempatkan siri’ itu secara tepat, sehingga siri’ itu betul-betul bisa berfungsi dalam rangka menciptakan manusia yang berbudi luhur atau berakhlak mulia, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallhu’alaihi Wasallam beserta para sahabat Beliau yang mulia.
Inilah yang dinamakan dengan siri’ ilahiyah, yaitu siri’ yang didasari dengan kalimat “laa ilaha illallah” yang merupakan ideologi para nabi, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam.Dengan siri’ ilahiyah, maka mereka mampu meraih kemulian hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah siri’ yang sebenar-benarnya siri’ yang membuat pelakunya menjadi manusia yang mulia di sisi Allah dan di sisi manusia. Namun dalam realitasnya, budaya siri’ ini mudah sekali terjebak dengan bisikan hawa nafsu, sehingga membuat para pelakunya melakukan tindakan-tindakan destruktif (merusak) yang bisa berujung pada pertumpahan darah.
Apalagi kalau budaya siri’ seperti ini dibawa ke dalam arena politik, tentu akan sangat berbahaya. Inilah bentuk siri’ yang tidak ilahiyah, karena siri’ seperti ini tidak akan membawa pelakunya pada kemuliaan, tapi membawa pelakunya menjadi sangat egois, karena hanya masalah sepele, siri’nya mulai berbicara dan ujung-ujungnya adalah pertumpahan darah. Nauzubillah……..
Pilwalkot Makassar yang akan berlangsung pada 18 September 2013 nanti adalah sebuah “Pesta Demokrasi” yang melibatkan 10 kandidat, yang dapat dianggap sebagai putra-putri terbaik Makassar.
Pesta Demokrasi sebagai arena pertarungan politik dalam rangka berjuang meraih posisi orang nomor satu di Kota Makassar, tentu akan melahirkan gesekan-gesekan tajam. Gesekan-gesekan tajam itu, jika tidak ditata dengan baik, akan berpeluang menjadi percikan api yang tidak hanya berpeluang membakar diri para kandidat, tapi juga akan membakar masyarakat Kota Makassar.
Di sinilah perlunya siri’ ilahiyah itu dipegang dengan seerat-eratnya, sehingga bagaimanapun tajamnya pergesekan yang terjadi, tetapi masing-masing petarung masih mampu mengendalikan diri dengan baik, sehingga Pilwalkot Makassar betul-betul menyuguhkan sebuah pertarungan politik yang sangat profesional dan mengagumkan, serta layak untuk diacungi jempol.
Sebagai penutup, ayo kita berdoa semoga 10 Kandidat ini mampu menjadi para “petarung” sejati yang berpegang teguh pada siri’ ilahiyah, sehingga mereka mampu memperlihatkan sikap arif dan bijak. Jika menang, maka ia tidak sombong dengan kemenagan itu, tapi kemenangan itu dijadikannya sebagai momen untuk membuktikan bahwa dirinya memang layak dipilih menjadi seorang pemimpin, dan jika kalah, maka ia pun tidak merasa terhina dan menerima kekalahan itu secara lapang dada.
Inilah bentuk nyata dari pengamalan budaya siri’ ilahiyah, sehingga mampu menjaga budaya sipakatau, karena budaya sipakatau ini sangat penting artinya dalam upaya membangun Makassar yang sama-sama kita cintai ini, menjadi daerah yang lebih aman, lebih sejahtera dan lebih maju, karena itulah harapan kita semua. Amin Amin Yarabbul’alamin ***
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar