Tertunduk membisu, malu. Seperti inikah amalan muslimah yang mengakui mencintai Allah, Rasul dan Nabi-Nya? Katanya ingin menjadi wanita shalihah, masuk barisan yang diselamatkan oleh Rasullah, katanya hamba yang selalu bertasbih pada-Nya tetapi kenapa amalan tersebut tidak mencerminkan seorang wanita shalihah? Wanita shalihah bukan saja terlihat dari kerudung yang panjang, selalu memakai kaus kaki, selalu memakai gamis, selalu menundukkan pandangan, selalu menjag hati dan selalu memperbahui intelektualitas. Melainkan wanita shalihah juga harus dikokoh dengan pondasi agama yang spektakuler. Yaitu dengan memperbanyak amalan yaumiyah. Baik bersifat wajib maupun sunnah.
Bukan saja terdiam seribu bahasa ketika murabbi melihat amalan kami yang tercatat dalam buku amalan yaumiyah dan setiap minggu selalu mutaba’ah segala hal baik dari sisi pendidikan, dakwah, amalam maupun amanah bersifat umum oleh murabbi. Entah kenapa kami begitu kompak mengisi catat yaumiyah dengan isian kosong terutama qiyamulai, shaum sunnah, mengaji dan shalat Dhuha.
Baru kali ini, murabbi memberi taujih yang menyentil. Padahal sebelumnya tidak pernah seperti itu. Mungkin melihat sikap kami semakin menurun. Padahal seharusnya semakin semangat, mantap dan bergairah untuk berdakwah. Sejak mendengar tausiah murabbi di masjid kampus, terasa tertampar begitu dahsyat sehingga membekas di hati maupun logika.
Selama dalam perjalan menuju rumah, teringat-ingat kata murabbi. Bagaimana kalian ingin menjadi bagian dari dakwah? Bagaimana kalian bisa mengajak orang dalam kebaikan? Bagaimana bisa menginspirasi orang lain? Dan, bagaimana kalian bisa bertahan menghadapi cobaan saat berdakwah sedangkan amalan yaumiah saja sangat menyedihkan bahkan memalukan?
Bukankah untuk menuju kejayaan Islam itu diawali dari diri sendiri (individu), keluarga, masyarakat dan Negara. Aku dan teman-teman tertunduk sangat bersalah. Amalan yaumiah tidak seharusnya diingatkan lagi karena kami sudah bertahun-tahun dalam lingkaran ukhuwah. Tapi reatilasnya, kami masih seperti orang yang baru bergabung dalam lingkaran ukhuwah sehingga harus didorong dan dimotivasi untuk menjalankan tuntunan-Nya.
Bertahun-tahun dalam lingkaran ukhuwah tidak lagi berkutat dengan amalan yaumiah. Karena hal itu sudah menjadi habbit. Maka selanutnya, harus ekspansi keluar agar semakin banyak orang menyadari bahwa Islam adalah Rahmatan lil ’Alamin. Jangan-jangan, hidup kami lebih didominasi tujuan dunia dari pada akhirat? Jangan-jangan hati kami penuh dengan bintik-bintik hitam sehingga begitu berat untuk menjalankan amalan yaumiyah? Jangan-jangan, waktu ke waktu dihabiskan dengan kegalauan yang tidak jelas? Astaghfirullah.
Padahal, kami mengetahui bahwa untuk mendapat kunci surga tidak begitu mudah. Padahal kami faham bahwa surga penuh kenikmatan tidak sebanding dengan nikmat dunia saat ini. Padahal kami faham bahwa siapa yang dekat dengan-Nya maka Allah akan mengabulkan segala keinginan, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 25)
Padahal kami faham bahwa shalat Dhuha adalah cara Allah membuka pintu rezeki. Padahal kami faham setiap ayat dibaca memiliki pahala yang luar biasa seperti sabda Nabi, “Perumpamaan orang beriman yang membaca al-Qur’an adalah bagaikan buah melon, oromanya harum dan rasanya nikmat.” Sabda Nabi, “Tidak ada satu kaum yang mereka sedang berzikir kepada Allah, kecuali para malaikat akan mengitarinya, dan rahmat Allah akan tercurah kepadanya, dan sakinah (kedamaian) akan turun di atasnya, dan Allah akan sebutkan mereka pada malaikat yang ada di sisi-Nya.” (Hr. at-Tirmidziy dan Ibn Majah dari Abu Hurairah dan Abu Said).
Padahal kami faham bahwa siapa melaksanakan shalat Tahajud maka Allah mengangkat derajat orang tersebut. Padahal kami faham siapa shalat tepat waktu adalah orang yang menang melawan nafsu. “Shalat pada awal waktu adalah keridhaan Allah dan shalat pada akhir waktu adalah pengampunan Allah.” (Hr. Tirmidzi). Padahal kami faham bahwa melaksan shaum sunnah akan dijauhkan dari api neraka. Dari Abu Said Al Khudri ra, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh ribu musim.” (HR. Al-Bukhari no. 2628 dan Muslim no. 1153)
Tetapi kefahaman hanya sebatas tahu, enggan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Sejak mendapat teguran tersebut, mulai lagi memperbaiki amalan yang sempat anjlok, terjun payung, error dan tidak layak bagi wanita yang bercita-cita menjadi wanita shalihah.
Murabbi, terimakasih atas evaluasi amalam kami, sungguh kata-katamu sangat menghentak jiwa. Seakan-akan urat nadi terputus dari leher dan ada sesak di dada menahan malu atas teguranmu. Ya Allah, tumbuhkan kenikmatan dalam jiwa kami untuk selalu mencintai-Mu.
Ia sadar beberapa minggu membuat jarak dengan-Mu. Tak ingin jauh dari-Mu karena Engkau adalah tempat ia mengeluh segala hal terjadi. Engkau tempat ia menangis. Benar adanya, hampir dua minggu air mata tidak pernah menangis dihadapan-Mu, baik di kala sujud, berdoa dan mengaji.
Jangan-jangan hati sudah mengeras, penuh noda yang mengotori jiwa, dan terlalu sibuk menikmati dunia fatamorgana sehingga amalan yaumiyah tidak pantas bagi ia yang bercita-cita ingin menjadi bidadari.
Berjanji untuk kesian kali pada-MU untuk mengutamakan diri-Mu. Padahal apa dilakukan bukan buat orang lain melainkan untuk kebaikan diri agar menjadi pribadi shalihah, tenang, sabar dan selalu mengembali hikmah dari segala hal terjadi.(dakwatuna)
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar