Politisi Buddha, para biksu dan pemimpin masyarakat di negara bagian Rakhine Myanmar menyelenggarakan konferensi yang menyerukan pembentukan “Tentara Pertahanan Nasional Arakan” yang diharap bisa melindungi warga Budha dari ‘ancaman’ komunitas Muslim Rohingya yang paling teraniaya.
Usulan pembentukan tentara diusulkan oleh perwakilan Kota Buthidaung, Tun Aung Thein dimana mendesak pemerintah mengizinkan pembentukan “Tentara Pertahanan Nasional Arakan”.
Konferensi yang berlangsung di Kota Kyaukphyu dimulai sejak hari Kamis pekan lalu yang merupakan pertemuan terbesar perwakilan etnis Arakan dalam beberapa dekade terakhir ini dan diadakan di tengah konflik berdarah yang terus berlangsung sejak 2012 antara kelompok Buddha Arakan yang merupakan mayoritas dengan jumlah sekitar 2,3 juta orang dan satu juta komunitas Muslim Rohingya di Arakan utara.
Konferensi ini dihadiri oleh juru bicara Persatuan Parlemen Shwe Mann dan Menteri Kantor Presiden Aung Min.
Dikutip Rohingya News Agency (RNA), Juru bicara Konferensi Arakan Nasional Nyi Nyi Maung mengatakan, mayoritas peserta mendukung proposal yang diajukan oleh perwakilan Kota Buthidaung, Tun Aung Thein.
“Keputusan ini mewakili semua orang di Arakan dan pemerintah harus serius mempertimbangkannya,” ujarnya dikutip RNA, Senin (05/04/2014).
Sementara itu, anggota Uni Parlemen Shwe Mann dan Aung Min yang biasanya bertugas menjadi negosiator dalam pembicaraan damai dengan kelompok etnis bersenjata, menghadiri konferensi dalam beberapa hari terakhir.
Nyi Nyi Maung mengatakan peserta Arakan tidak puas atas langkah-langkah keamanan saat ini, khususnya di kota-kota Arakan utara Buthidaung dan Maungdaw, di mana mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Daerah, serta kota-kota yang terkena dampak konflik lainnya di sekitar ibukota negara Sittwe, polisi bersenjata dan unit militer mengendalikan setiap aspek kehidupan Rohingya dan jikapun menegakkan aturan mereka memisahkan komunitas Buddha dan Muslim.
Kelompok nasionalis dan otoritas negara Arakan disinyalir kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional melaksanakan kampanye kekerasan terorganisir terhadap Rohingya untuk membersihkan etnis komunitas Muslim dari negara itu. Pasukan keamanan telah melakukan berbagai pelanggaran hak asasi terhadap komunitas Muslim dengan impunitas.
Tun Aung Thein, wakil Buthidaung bahkan mengatakan Arakan ingin memiliki unit bersenjata mereka sendiri dalam rangka untuk ‘melindungi’ masyarakat Buddha dari kaum Muslim yang tertindas.
“Di Buthidaung dan Maungdaw, kita memiliki sangat sedikit orang Arakan. Oleh karena itu, kita tidak memiliki keamanan. Orang-orang kami menghadapi ancaman hampir setiap hari meskipun ada polisi dan tentara, “katanya. “Semua perwakilan mendukung usulan saya untuk Tentara Arakan,” tambahnya.
Arakan di Myanmar barat, seperti banyak kelompok etnis lain, menghadapi represi oleh militer Myanmar selama berada di bawah pemerintahan junta dan membentuk kelompok-kelompok oposisi bersenjata mereka sendiri yang terdiri dari keompok-kelompok hanya berkekuatan ratusan pejuang yang bermarkas di daerah Kachin Laiza dan kelompok oposisi Karen yang menguasai wilayah sekitar Mae Sot, Thailand.
Konferensi Nasional Arakan juga membahas bagaimana negara miskin bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar dari cadangan minyak dan gas yang melimpah di lepas pantai Teluk Benggala yang diekspor dan digunakan untuk membiayai kas pemerintah pusat. “Kami mengadakan diskusi tentang sumber daya alam kami dan kami menuntut 50 persen saham untuk orang-orang Buddha,” kata Nyi Nyi Maung.
Di sisi lain, banyak orang Arakan menentang bantuan internasional untuk Rohingya dan menuduh bahwa PBB dan LSM internasional tidak adil dalam memberikan bantuan karena mendahulukan komunitas Muslim dibanding kaum Buddha. Karenanya saat ini mereka sangat sulit dan kekurangan akses makanan, kesehatan dan pendidikan.
Akhir Maret lalu, massa menyerang kantor Arakan PBB dan LSM di Sittwe dan mengobrak-abrik sekitar dua puluh bangunan yang akhirnya operasi bantuan dihentikan sementara.
Presiden Thein Sein dalam pidato radio bulanan pada Kamis memperingatkan bahwa kerusuhan di Sittwe adalah “universal tidak dapat diterima dan seharusnya tidak pernah terjadi. Kami tidak akan menerima perilaku semacam ini, dan tindakan tegas terhadap pelanggar akan dilakukan.”
Presiden Thein Sein dalam pidato radio bulanan pada Kamis memperingatkan bahwa kerusuhan di Sittwe adalah “universal tidak dapat diterima dan seharusnya tidak pernah terjadi. Kami tidak akan menerima perilaku semacam ini, dan tindakan tegas terhadap pelanggar akan dilakukan.”
Dia mengatakan ECC dibentuk untuk meningkatkan kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, dan perwakilan dari kelompok-kelompok sipil. Masyarakat akan berkonsultasi dan perhatian lebih diberikan ketika melakukan perdamaian, stabilitas dan pengembangan di negara bagian Rakhine.
Etnis Muslim Rohingya di Burma telah mengalami peristiwa kekejaman oleh kelompok Budha selama dua tahun terakhir. Serangan terbaru, sebagaimana dilaporkan lembaga kemanusiaan dan organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB tentang pembantaian sedikitnya 48 Muslim Rohingya, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, di bagian barat negara bagian Rakine, Myanmar.
Media resmi pemerintah dan Departemen Penerangan membantah keras laporan tersebut. Namun, sebuah LSM yang berpusat di Thailand, Arakan Project, mengatakan telah menerima banyak laporan bahwa puluhan Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan orang-orang Budha Arakan.
Peristiwa ini hanyalah satu insiden dari serangkaian serangan yang menewaskan sedikitnya 240 lebih kaum Muslim Rohingya dan 140.000 orang lainnya kehilangan tempat tinggalnya dan kini harus mengungsi dan menghadapi serangkaian hal berbahaya di perjalanan, bahkan berkali-kali dideportasi.(ddn/Hidayatullah.com)
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar