“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At-Taubah: 122)
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan diberikan pemahaman mendalam pada masalah agama. Sesungguhnya ilmu diraih dengan cara belajar” (HR Bukhari dan Muslim).
Tafaqquh Fid Diin dalam jamaah dakwah adalah suatu keniscayaan. Ayat 122 dari surat At-Taubah ini membicarakan kasus khusus dari pembahasan umum yang disebutkan dalam surat At-Taubah. Salah satu pembahasan umum dalam surat At-Taubah adalah tentang perang, namun walaupun secara umum kondisi umat Islam sedang diarahkan untuk berperang, tetapi ada satu kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali oleh jamaah Islam, yaitu Tafaqquh Fid Diin.
Ayat tersebut mengisyaratkan betapa urgennya tafaqquh fid diin. Walaupun jamaah dakwah sudah memasuki fase pengelolaan negara dan salah satu aktivitasnya adalah memerangi musuh, tetapi harus ada sekelompok orang-orang beriman yang tetap mendalami agama untuk mengajar umat Islam lainnya. Sedangkan hadits di atas mengisyaratkan keutamaan orang-orang yang belajar dan bertafaqquh fid diin. Mereka adalah golongan orang-orang yang mendapat kebaikan dari Allah.
Dalam gerakan Islam modern, Imam Hasan Al Banna telah meletakkan dakwahnya pada 20 prinsip pemahaman yang kokoh dan harus diperhatikan oleh setiap anggotanya. 20 Prinsip ini merupakan rambu-rambu pemahaman yang sangat penting dikuasai oleh kader dakwah, jika mereka ingin tetap berada di jalan yang benar. Jika kita melihat pada prinsip pertama yang membicarakan tentang syumuliyatul Islam. Maka kita mendapatkan kesimpulan bahwa setiap gerakan dakwah, ormas Islam, lembaga keislaman dan umat Islam secara keseluruhan harus mengacu pada syumuliyatul Islam ini.
Imam Hasan Al Banna sangat indah mengurai tentang syumuliyatul Islam, beliau berkata, ‘Islam adalah sistem hidup yang sempurna mencakup semua aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat. Akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Pemikiran dan undang-undang atau ilmu dan peradilan. Materi dan kekayaan atau usaha dan penghasilan. Jihad dan dakwah atau tentara dan ideologi, sebagaimana Islam adalah aqidah yang bersih dan ibadah yang benar.
Sekarang kita mendapatkan masalah yang besar di tengah umat Islam, yaitu masalah pemahaman tentang keislaman. Kita mendapatkan bahwa sebagian besar umat dan ormas Islam masih memiliki pemahaman yang parsial tentang Islam. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan serbuan pemikiran (Al-Gazwu Al-Fikri) bangsa-bangsa barat, sehingga dari pemahaman yang parsial tersebut, sebagiannya terkena virus
pemahaman yang sekuler. Mereka memisahkan antara agama dan kehidupan, agama hanya dimasukkan dalam kegiatan ritual, seremonial dan sosial sedangkan kehidupan secara umum jauh dari nilai-nilai agama. Dan sebagian umat Islam dan lembaga Islam lainnya ada yang memiliki pemahaman yang lebih parah dari itu, yaitu sesat dan menyimpang. Realitas ini harus menjadi tantangan bagi kader dakwah untuk terus berdakwah dengan membawa pemahaman keislaman yang benar dan menyeluruh.
Secara umum tingkat kesalahan pemahaman, penyimpangan dan kesesatan pada ajaran Islam bertingkat-tingkat. Bahkan, ada yang sudah keluar dari ajaran Islam, seperti Ahmadiyah. Ada juga yang sesat dan jauh dari ajaran Islam, seperti Syiah.
Terdapat kelompok yang sangat mudah melakukan teror dan pembunuhan, bahkan terhadap kaum muslimin sekalipun. Sedangkan yang lain ada yang merasa dirinya mendapat wahyu dari malaikat Jibril kemudian mengajak banyak pengikut.
Sebagian yang lain menganggap bahwa umat Islam yang bukan kelompoknya adalah najis, sehingga ketika masuk masjid, harus dicuci. Gerakan Islam lain ada yang hanya sibuk berwacana tentang penegakan khilafah Islam namun tidak peduli dengan realita politik kontemporer. Jamaah Islam tertentu menganggap jamaahnya paling benar, dan menuduh yang lain ahlu bid’ah dan sesat dan banyak lagi. Oleh karena itu, di sinilah letak pentingnya tafaqquh fid diin, karena sebagaimana diungkapkan dalam pepatah, orang yang tidak memiliki sesuatu, maka tidak akan dapat memberikan sesuatu.
Sementara di kalangan internal gerakan dakwah, kader semakin bertambah, tanggung jawab semakin banyak dan peran semakin luas, maka kegiatan tafaqquh diin harus sejalan dengan perkembangan dakwah. Jika tidak, maka akan membahayakan dakwah itu sendiri, karena jamaah dakwah ini hanya dihuni oleh sejumlah anggota yang tidak matang dalam tarbiyah, penguasaan tsaqafah Islam yang minim dan tidak dapat melaksanakan tugas-tugas dakwah.
Ketika para pemuda, para aktivis Islam dan para dai tidak mau melakukan tafaqquh fid diin, sedangkan para ulama secara bertahap meninggal, maka hilanglah pewarisan ilmu-ilmu Islam dan yang terjadi munculnya pemimpin yang bodoh yang menyesatkan umat. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
"Pemimpin yang bodoh, berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan” (HR Muslim)
Sedangkan di luar sana, suasananya semakin tidak kondusif, para tokoh-tokoh yang menyimpang, sesat dan anti Islam sudah bergerak maju menguasai panggung-panggung media, pendidikan, ekonomi, politik dan kekuasaan. Gerakan pemurtadan dan sekulerisasi begitu sangat membahayakan harus segera dibendung oleh gerakan dakwah dan gerakan penyelamatan umat.
Sehingga tafaqquh fid diin sudah merupakan keniscayaan yang mendesak dan segera untuk diwujudkan secara terencana dan baik. Pada tataran praktis, proses tafaqquh fid diin di era modern sekarang, ditempuh melalui pendidikan formal. Dan dapat dilakukan dengan dua cara; pertama, yaitu melakukan tarbiyah dan dakwah secara masif dan terus-menerus di lembaga-lembaga pendidikan yang ada, baik pada tingkat dasar, menengah maupun tinggi. Kedua, jamaah dakwah harus memiliki lembaga pendidikan formal baik sekolah maupun pesantren, baik pendidikan formal tingkat dasar dan menengah maupun tingkat tinggi. Dan semua lembaga pendidikan formal tersebut harus memadai dan mencukupi sesuai dengan kebutuhan dakwah dan umat.
Pada tingkat dasar, kompetensinya adalah dasar-dasar Ilmu Islam, seperti Al-Quran baik tahsin, tahfizh maupun tafsir, bahasa Arab dan dasar-dasar ilmu Syariah.
Sedangkan pada tingkat menengah masih melanjutkan penguasaan Al-Quran, bahasa Arab dan ilmu-ilmu Syariah. Sedangkan pada tinggi yaitu di perguruan tinggi, maka tafaqquh fid diin, dilanjutkan pada penguasaan spesialisasi ilmu-ilmu Islam, seperti Al-Quran dan ulumnya, Hadits dan ulumnya, Syariah Islam, Pendidikan Islam, Ekonomi Islam, Manajemen Islam, Bahasa Arab dan Bahasa Internasional, Komunikasi dan Dakwah, Politik Islam, Sosial Islam, Sains dan Teknologi yang berbasis Islam, kedokteran Islam dll.
Di samping proyek tafaqquh fid diin, maka proyek tarbiyah, dakwah dan nasyrul fikrah kepada umat secara umum juga harus dilakukan secara terus-menerus dan masif, sehingga opini Islam, tadayyun sya’bi (semangat masa melaksanakan agama) dan shibghah Islamiyah (pewarnaan nilai Islam) semakin
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنْ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِي فِي النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالًا يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ
Dari Urwan bih Zubair berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dari manusia secara mendadak, tetapi dengan mewafatkan ulama, maka ilmu terangkat bersama wafatnya ulama. Dan tersisa di kalangan manusia pe
menguat dalam tubuh umat Islam.
Pada akhirnya tafaqquh fid diin merupakan sarana yang sangat mendasar dan penting bagi proses pembangunan peradaban Islam menuju kemuliaan Islam dan umat Islam di muka bumi.
Sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Mujadalah: 11).
Wallahu a’lam.
Sumber : dakwatuna
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan diberikan pemahaman mendalam pada masalah agama. Sesungguhnya ilmu diraih dengan cara belajar” (HR Bukhari dan Muslim).
Tafaqquh Fid Diin dalam jamaah dakwah adalah suatu keniscayaan. Ayat 122 dari surat At-Taubah ini membicarakan kasus khusus dari pembahasan umum yang disebutkan dalam surat At-Taubah. Salah satu pembahasan umum dalam surat At-Taubah adalah tentang perang, namun walaupun secara umum kondisi umat Islam sedang diarahkan untuk berperang, tetapi ada satu kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali oleh jamaah Islam, yaitu Tafaqquh Fid Diin.
Ayat tersebut mengisyaratkan betapa urgennya tafaqquh fid diin. Walaupun jamaah dakwah sudah memasuki fase pengelolaan negara dan salah satu aktivitasnya adalah memerangi musuh, tetapi harus ada sekelompok orang-orang beriman yang tetap mendalami agama untuk mengajar umat Islam lainnya. Sedangkan hadits di atas mengisyaratkan keutamaan orang-orang yang belajar dan bertafaqquh fid diin. Mereka adalah golongan orang-orang yang mendapat kebaikan dari Allah.
Dalam gerakan Islam modern, Imam Hasan Al Banna telah meletakkan dakwahnya pada 20 prinsip pemahaman yang kokoh dan harus diperhatikan oleh setiap anggotanya. 20 Prinsip ini merupakan rambu-rambu pemahaman yang sangat penting dikuasai oleh kader dakwah, jika mereka ingin tetap berada di jalan yang benar. Jika kita melihat pada prinsip pertama yang membicarakan tentang syumuliyatul Islam. Maka kita mendapatkan kesimpulan bahwa setiap gerakan dakwah, ormas Islam, lembaga keislaman dan umat Islam secara keseluruhan harus mengacu pada syumuliyatul Islam ini.
Imam Hasan Al Banna sangat indah mengurai tentang syumuliyatul Islam, beliau berkata, ‘Islam adalah sistem hidup yang sempurna mencakup semua aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat. Akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Pemikiran dan undang-undang atau ilmu dan peradilan. Materi dan kekayaan atau usaha dan penghasilan. Jihad dan dakwah atau tentara dan ideologi, sebagaimana Islam adalah aqidah yang bersih dan ibadah yang benar.
Sekarang kita mendapatkan masalah yang besar di tengah umat Islam, yaitu masalah pemahaman tentang keislaman. Kita mendapatkan bahwa sebagian besar umat dan ormas Islam masih memiliki pemahaman yang parsial tentang Islam. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan serbuan pemikiran (Al-Gazwu Al-Fikri) bangsa-bangsa barat, sehingga dari pemahaman yang parsial tersebut, sebagiannya terkena virus
pemahaman yang sekuler. Mereka memisahkan antara agama dan kehidupan, agama hanya dimasukkan dalam kegiatan ritual, seremonial dan sosial sedangkan kehidupan secara umum jauh dari nilai-nilai agama. Dan sebagian umat Islam dan lembaga Islam lainnya ada yang memiliki pemahaman yang lebih parah dari itu, yaitu sesat dan menyimpang. Realitas ini harus menjadi tantangan bagi kader dakwah untuk terus berdakwah dengan membawa pemahaman keislaman yang benar dan menyeluruh.
Secara umum tingkat kesalahan pemahaman, penyimpangan dan kesesatan pada ajaran Islam bertingkat-tingkat. Bahkan, ada yang sudah keluar dari ajaran Islam, seperti Ahmadiyah. Ada juga yang sesat dan jauh dari ajaran Islam, seperti Syiah.
Terdapat kelompok yang sangat mudah melakukan teror dan pembunuhan, bahkan terhadap kaum muslimin sekalipun. Sedangkan yang lain ada yang merasa dirinya mendapat wahyu dari malaikat Jibril kemudian mengajak banyak pengikut.
Sebagian yang lain menganggap bahwa umat Islam yang bukan kelompoknya adalah najis, sehingga ketika masuk masjid, harus dicuci. Gerakan Islam lain ada yang hanya sibuk berwacana tentang penegakan khilafah Islam namun tidak peduli dengan realita politik kontemporer. Jamaah Islam tertentu menganggap jamaahnya paling benar, dan menuduh yang lain ahlu bid’ah dan sesat dan banyak lagi. Oleh karena itu, di sinilah letak pentingnya tafaqquh fid diin, karena sebagaimana diungkapkan dalam pepatah, orang yang tidak memiliki sesuatu, maka tidak akan dapat memberikan sesuatu.
Sementara di kalangan internal gerakan dakwah, kader semakin bertambah, tanggung jawab semakin banyak dan peran semakin luas, maka kegiatan tafaqquh diin harus sejalan dengan perkembangan dakwah. Jika tidak, maka akan membahayakan dakwah itu sendiri, karena jamaah dakwah ini hanya dihuni oleh sejumlah anggota yang tidak matang dalam tarbiyah, penguasaan tsaqafah Islam yang minim dan tidak dapat melaksanakan tugas-tugas dakwah.
Ketika para pemuda, para aktivis Islam dan para dai tidak mau melakukan tafaqquh fid diin, sedangkan para ulama secara bertahap meninggal, maka hilanglah pewarisan ilmu-ilmu Islam dan yang terjadi munculnya pemimpin yang bodoh yang menyesatkan umat. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
"Pemimpin yang bodoh, berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan” (HR Muslim)
Sedangkan di luar sana, suasananya semakin tidak kondusif, para tokoh-tokoh yang menyimpang, sesat dan anti Islam sudah bergerak maju menguasai panggung-panggung media, pendidikan, ekonomi, politik dan kekuasaan. Gerakan pemurtadan dan sekulerisasi begitu sangat membahayakan harus segera dibendung oleh gerakan dakwah dan gerakan penyelamatan umat.
Sehingga tafaqquh fid diin sudah merupakan keniscayaan yang mendesak dan segera untuk diwujudkan secara terencana dan baik. Pada tataran praktis, proses tafaqquh fid diin di era modern sekarang, ditempuh melalui pendidikan formal. Dan dapat dilakukan dengan dua cara; pertama, yaitu melakukan tarbiyah dan dakwah secara masif dan terus-menerus di lembaga-lembaga pendidikan yang ada, baik pada tingkat dasar, menengah maupun tinggi. Kedua, jamaah dakwah harus memiliki lembaga pendidikan formal baik sekolah maupun pesantren, baik pendidikan formal tingkat dasar dan menengah maupun tingkat tinggi. Dan semua lembaga pendidikan formal tersebut harus memadai dan mencukupi sesuai dengan kebutuhan dakwah dan umat.
Pada tingkat dasar, kompetensinya adalah dasar-dasar Ilmu Islam, seperti Al-Quran baik tahsin, tahfizh maupun tafsir, bahasa Arab dan dasar-dasar ilmu Syariah.
Sedangkan pada tingkat menengah masih melanjutkan penguasaan Al-Quran, bahasa Arab dan ilmu-ilmu Syariah. Sedangkan pada tinggi yaitu di perguruan tinggi, maka tafaqquh fid diin, dilanjutkan pada penguasaan spesialisasi ilmu-ilmu Islam, seperti Al-Quran dan ulumnya, Hadits dan ulumnya, Syariah Islam, Pendidikan Islam, Ekonomi Islam, Manajemen Islam, Bahasa Arab dan Bahasa Internasional, Komunikasi dan Dakwah, Politik Islam, Sosial Islam, Sains dan Teknologi yang berbasis Islam, kedokteran Islam dll.
Di samping proyek tafaqquh fid diin, maka proyek tarbiyah, dakwah dan nasyrul fikrah kepada umat secara umum juga harus dilakukan secara terus-menerus dan masif, sehingga opini Islam, tadayyun sya’bi (semangat masa melaksanakan agama) dan shibghah Islamiyah (pewarnaan nilai Islam) semakin
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنْ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِي فِي النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالًا يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ
Dari Urwan bih Zubair berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dari manusia secara mendadak, tetapi dengan mewafatkan ulama, maka ilmu terangkat bersama wafatnya ulama. Dan tersisa di kalangan manusia pe
menguat dalam tubuh umat Islam.
Pada akhirnya tafaqquh fid diin merupakan sarana yang sangat mendasar dan penting bagi proses pembangunan peradaban Islam menuju kemuliaan Islam dan umat Islam di muka bumi.
Sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Mujadalah: 11).
Wallahu a’lam.
Sumber : dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar