Panglima Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas, ini selalu selamat dari upaya pembunuhan atas dirinya. Sudah lebih dari tiga pekan Israel melakukan serangan udara, laut dan darat, namun belum juga berhasil membunuhnya. Muhammad Adh-Dhaif inilah yang saat ini menjadi musuh nomor satu bagi Israel.
Sudah lebih dari 20 tahun Muhammad Adh-Dhaif merencanakan dan menyiapkan sebuah operasi besar melawan Israel. Operasi itu meliputi penculikan tentara, peledakan bom, peluncuran roket, penggalian terowongan, dan lain sebagainya.
Adh-Dhaif diangkat menjadi panglima Izzuddin Al-Qassam pada tahun 2002 setelah Shalah Syahhadah, panglima sebelumnya, meninggal dalam sebuah serangan udara Israel.
Adh-Dhaif adalah seorang sarjana biologi dari Universitas Islam Gaza. Dia menjadi anggota Hamas pada tahun 80 an. Pernah ditangkap Otoritas Palestina pada tahun 2000, tapi berhasil melarikan diri saat berkobarnya Intifadhah Palestina II.
Sudah 5 kali Ad-Dhaif mengalami upaya pembunuhan, dan setiap kali dia selamat. Walaupun selamat, dirinya sempat terluka di bagian mata dan kaki. Pada tahun 2002, mobil yang dikendarainya diserang dengan roket di wilayah Syaikh Ridhwan, namun dia pun selamat. Beberapa media menyebutkan, serangan itu telah membuatnya lumpuh, namun belum ada bukti yang menguatkan berita tersebut.
Tidak ada gambar foto dirinya selain sebuah foto yang diambil 20 tahun yang silam. Terlihat dirinya kurus, bermuka masam, dan tidak berjenggot.
Adh-Dhaif sama sekali tidak menggunakan teknologi alat komunikasi. Menurut sebuah sumber informasi dalam Hamas, “Adh-Dhaif adalah sosok yang sangat merahasiakan dirinya. Dia tidak menggunakan alat komunikasi modern. Selalu berhati-hati, sangat cepat bertindak, dan sangat cerdas.”
Orang yang bernama asli Muhammad Diyab Al-Mishri ini dilahirkan pada tahun 1965 di kamp Khan Yunus, bagian selatan Gaza. Dikenal dengan nama Adh-Dhaif (tamu), karena tidak menetap di satu tempat. Dia selalu berpindah-pindah.
“Adh-Dhaif sangat pandai berperan dalam seni drama, giat dalam kerja sosial membantu para mahasiswa miskin,” demikian disebutkan sumber informasi Hamas. Namun orang yang menurut Israel sangat berbahaya, adalah seorang “Pemuda yang pemalu, sopan, dan berakhlak mulia. Kalau bicara, dia tidak pernah mengangkat suaranya. Sikapnya selalu tenang, senang membaca dan kerja sosial. Namun juga sangat bersemangat dalam operasi-operasi militer sejak masih remaja.”
Adh-Dhaif ditangkap bersama ratusan pimpinan Hamas pada tahun 1989. Berada dalam tahanan selama 16 bulan tanpa proses pengadilan.
Tokoh terkenal, Ahmad Al-Ja’bari, adalah wakilnya dalam memimpin Al-Qassam. Al-Ja’bari banyak mendapat tugas memimpin operasi-operasi militer yang dilancarkan. Namun beliau meninggal dunia pada 14 November 2012 dalam serangan udara Israel yang berlangsung 8 hari. Beliau meninggal dunia bersama seluruh keluarganya. Al-Ja’bari saat ini menjadi nama sebuah roket yang berhasil mencapai Tel Aviv, J-80.
Adh-Dhaif sangat jarang muncul di media. Dirinya pernah muncul tahun 2012 hanya untuk mengancam Israel, “Israel akan membayar sangat mahal jika melakukan serangan darat.”
Pada agresi Israel atas Gaza yang berlangsung saat ini, Adh-Dhaif juga sudah mengeluarkan sebuah pernyataan, “Tidak ada penghentian serangan dengan Israel tanpa dua hal; Israel menghentikan kejahatannya, dan perbatasan dibuka.”(dakwatuna)
Sudah lebih dari 20 tahun Muhammad Adh-Dhaif merencanakan dan menyiapkan sebuah operasi besar melawan Israel. Operasi itu meliputi penculikan tentara, peledakan bom, peluncuran roket, penggalian terowongan, dan lain sebagainya.
Adh-Dhaif diangkat menjadi panglima Izzuddin Al-Qassam pada tahun 2002 setelah Shalah Syahhadah, panglima sebelumnya, meninggal dalam sebuah serangan udara Israel.
Adh-Dhaif adalah seorang sarjana biologi dari Universitas Islam Gaza. Dia menjadi anggota Hamas pada tahun 80 an. Pernah ditangkap Otoritas Palestina pada tahun 2000, tapi berhasil melarikan diri saat berkobarnya Intifadhah Palestina II.
Sudah 5 kali Ad-Dhaif mengalami upaya pembunuhan, dan setiap kali dia selamat. Walaupun selamat, dirinya sempat terluka di bagian mata dan kaki. Pada tahun 2002, mobil yang dikendarainya diserang dengan roket di wilayah Syaikh Ridhwan, namun dia pun selamat. Beberapa media menyebutkan, serangan itu telah membuatnya lumpuh, namun belum ada bukti yang menguatkan berita tersebut.
Tidak ada gambar foto dirinya selain sebuah foto yang diambil 20 tahun yang silam. Terlihat dirinya kurus, bermuka masam, dan tidak berjenggot.
Adh-Dhaif sama sekali tidak menggunakan teknologi alat komunikasi. Menurut sebuah sumber informasi dalam Hamas, “Adh-Dhaif adalah sosok yang sangat merahasiakan dirinya. Dia tidak menggunakan alat komunikasi modern. Selalu berhati-hati, sangat cepat bertindak, dan sangat cerdas.”
Orang yang bernama asli Muhammad Diyab Al-Mishri ini dilahirkan pada tahun 1965 di kamp Khan Yunus, bagian selatan Gaza. Dikenal dengan nama Adh-Dhaif (tamu), karena tidak menetap di satu tempat. Dia selalu berpindah-pindah.
“Adh-Dhaif sangat pandai berperan dalam seni drama, giat dalam kerja sosial membantu para mahasiswa miskin,” demikian disebutkan sumber informasi Hamas. Namun orang yang menurut Israel sangat berbahaya, adalah seorang “Pemuda yang pemalu, sopan, dan berakhlak mulia. Kalau bicara, dia tidak pernah mengangkat suaranya. Sikapnya selalu tenang, senang membaca dan kerja sosial. Namun juga sangat bersemangat dalam operasi-operasi militer sejak masih remaja.”
Adh-Dhaif ditangkap bersama ratusan pimpinan Hamas pada tahun 1989. Berada dalam tahanan selama 16 bulan tanpa proses pengadilan.
Tokoh terkenal, Ahmad Al-Ja’bari, adalah wakilnya dalam memimpin Al-Qassam. Al-Ja’bari banyak mendapat tugas memimpin operasi-operasi militer yang dilancarkan. Namun beliau meninggal dunia pada 14 November 2012 dalam serangan udara Israel yang berlangsung 8 hari. Beliau meninggal dunia bersama seluruh keluarganya. Al-Ja’bari saat ini menjadi nama sebuah roket yang berhasil mencapai Tel Aviv, J-80.
Adh-Dhaif sangat jarang muncul di media. Dirinya pernah muncul tahun 2012 hanya untuk mengancam Israel, “Israel akan membayar sangat mahal jika melakukan serangan darat.”
Pada agresi Israel atas Gaza yang berlangsung saat ini, Adh-Dhaif juga sudah mengeluarkan sebuah pernyataan, “Tidak ada penghentian serangan dengan Israel tanpa dua hal; Israel menghentikan kejahatannya, dan perbatasan dibuka.”(dakwatuna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar