Buku-buku yang membahas tentang Jokowi sangat banyak. Sementara, buku tentang Prabowo sangat sedikit. Beruntung, saya menemukan sebuah buku yang menarik tentang Prabowo di perpustakaan Freedom Institute Jakarta. Judulnya”Prabowo: Dari Cijantung ke Istana” karya Femi Adi Soepeno. Dari buku tersebut, saya mendapatkan beberapa informasi yang menarik tentang Prabowo.
Pertama. Prabowo sangat mencintai buku. Dalam keluarganya dikenal sebagai anak yang paling doyan membaca buku. Dari koleksi perpustakaan milik pribadi di kantor maupun di rumahnya, Prabowo paling menyukai buku sejarah dan militer. Saat ke luar negeri, dia selalu banyak membeli buku. Buku dalam bahasa asing pun ia lumat.
Kedua. Prabowo, selain menguasai bahasa Inggris, dia juga menguasai bahasa Prancis, Jerman dan Belanda. Penguasaan bahasa ini wajar karena Prabowo, pada masa kecilnya dihabiskan di luar negeri. Singapura, Inggris, Hongkong, Swis dan lain-lain.
Ketiga. Punya otak yang cemerlang. Saat berusia 16 tahun (SMA) di American School di London, UK, dia terkenal rewel di kelasnya. Untuk itu dia “dihukum” dengan dinaikkan kelasnya ke satu level lebih tinggi. Hasilnya, dia lulus lebih muda ketimbang teman-temannya. Kemudian, selepas SMA diterima sebagai mahasiswa di 3 universitas di Amerika Serikat, salah satunya Universitas Colorado.
Keempat. Dilantik jadi Komandan Kopasus pada usia 44 tahun. Pesan ayahnya waktu itu “Sing eling dan jangan lupa daratan, sekarang kamu pengabdi rakyat dan jangan sekali-kali rakyat menjadi pengabdi kamu”
Kelima. Profesional saat menjabat Danjen Kopassus, dia berhasil membereskan pasukannya dari kegiatan-kegiatan yang tidak efisien. Misalnya mengefisienkan latihan-latihan dan melarang perwira-perwiranya main golf. Padahal, permainan ini digemari oleh para Jenderal. Nyatanya, semua tunduk pada Prabowo. Dia juga sangat memperhatikan kesejahteraan anggotanya. Saat menjadi Danjen Kopassus, fakta menunjukkan bahwa kesejahteraan anggota Kopassus lebih baik ketimbang tentara lainnya.
Keenam. Tentang tuduhan pengkhianatan keluarga Cendana. Ayahnya Soemitro bercerita. Empat hari sebelum Soeharto mundur, ketika mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Prabowo ditanya oleh salah seorang anak Soeharto. Pertanyaannya: Mau diapakan mahasiswa bila mereka berdemonstrasi. Jawabnya, mereka tak bisa ditembak. Lalu, apa solusinya? Prabowo mengatakan, Presiden mesti mengundurkan diri. Kemungkinan kedua, Presiden harus melakukan kompromi sedikit dan harus ada perubahan kearah reformasi. “Itu yang dianggap sebagai pengkhianatan oleh Keluarga Cendana” Tegas Soemitro mengomentari tuduhan pengkhianatan puteranya.
Ketujuh. Saat Prabowo Kehilangan jabatan. Tak ada yang peduli terhadapnya. Kecuali (salah satunya) Pangeran Abdullah (sekarang Raja Yordania). Saat kehilangan jabatan itu dan setelah tabokan datang bertubi-tubi kepada Prabowo, Soemitro menasehatinya “Pada hari-hari gelap, jangan pernah berharap kepada orang yang pernah kamu tolong. Tapi akan selalu datang bantuan dari siapa saja. Benar saja, ada telepon dari Amman. Pangeran Abdullah bilang “What can I do? You’re my Friend.” Gayung bersambut, telepon dari Pangeran Abdullah ini kemudian menjadi tiket emas bagi Prabowo untuk terbang ke Yordania. Selama di Yordania, Prabowo ditawari untuk bermalam di salah satu istana kerajaan. Tetapi Prabowo menolak. Ia lebih memilih tinggal di apartemen yang berdinding batu gurun warna abu-abu ketimbang berada di istana. Pangeran Abdullah sendiri memandang Prabowo sebagai seniornya. Dia punya cerita bagaimana prajurit Kopassus berhasil mencapai puncak tertinggi di Dunia, Mount Everest, Pangeran Abdullah mengikutinya dengan antusias. Dia terharu ketika mendengar cerita bahwa suara takbir diteriakkan pertama kalinya disitu.(Yons Achmad/Wasathon.com)
Sumber : ngopo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar