Sebanyak lima kota dan satu kabupaten di DKI Jakarta tidak satu pun yang berhasil meraih Piala Adipura 2014. Kebersihan wilayah Ibukota Negara ini kalah dibandingkan empat kota metropolitan seperti Surabaya, Tangerang, Palembang, dan Malang, yang merebut Adipura Kencana dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Sejumlah kepala daerah/kota/kabupaten yang memenangkan prestasi kota terbersih tersebut telah menerima piala dan penghargaan dari Wapres Budiono di Istana Wapres, Kamis (5/6). Jebloknya prestasi DKI Jakarta tahun ini bagaikan ‘kado buruk’ untuk warga ibukota yang tengah merayakan HUT ke-487 Kota Jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni.
Merosotnya kebersihan kota Jakarta mendapat sorotan banyak pihak, termasuk anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi maupun pengamat perkotaan Amir Hamzah. Mereka lebih banyak menyalahkan Joko Widodo saat masih aktif menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kurang peduli terhadap penataan kota dan ketertiban umun, namun malah sibuk membangun pencitraan diri saja.
Amir berpendapat sedikitnya ada dua faktor penyebab DKI gagal mempertahankan Piala Adipura. “Pertama, kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan tata ruang yang amburadul, tidak pernah dipikirkan secara serius oleh Jokowi. “Dia malah membangun pencitraan melalui program blusukan yang ternyata menelan anggaran besar tiap bulannya mencapai Rp 6 miliar dan itu dilakukannya selama 20 bulan,” kata Amir, pimpinan LSM Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Minggu (8/6).
Faktor kedua adalah lemahnya manajerial Jokowi dalam pengelolahan sampah. “Dia mengeluarkan kebijakan swakelola sampah dengan cara memutus perusahaan rekanan swasta profesional, akhirnya berdampak pada penanganan sampah tak terkendali,” ujar Amir menambahkan sejumlah titik kawasan penilaian Piala Adipura banyak sampah, mengakibatkan tim penilai memberikan nilai rendah. Contohnya, di sekitar Balaikota DKI dan kantor Wapres di Jalan Kebon Sirih terlihat sampah yang menggunung dan menyebarkan bau busuk,” tandas Amir.
Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI, Sanusi menilai, Jokowi tidak mampu mengoptimalkan kinerja anak buah karena selalu diancam dicopot kalau tidak becus kerja atau dipenjarakan kalau korupsi, sehingga mereka tidak berani melangkah. “Akibatnya laju pemerintahan Jakarta Baru lelet dan tidak fokus. Seharusnya dengan APBD tertinggi di Indonesia yakni sekitar Rp 72 triliun, memudahkan Jakarta meraih Adipura,” tegas Sanusi.
Kelemahan lain Jokowi adalah egosentris dan sulit percaya orang lain, seperti terlihat selama 14 bulan membiarkan kursi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) kosong. Saking lamanya tanpa figur Sekda selaku ‘top manager PNS’ mengakibatkan roda pemerintahan seret dan berdampak gagalnya meraih Adipura.
http://m.poskotanews.com/2014/06/08/hl-gagal-raih-adipura-kado-buruk-hut-jakarta/?
Sejumlah kepala daerah/kota/kabupaten yang memenangkan prestasi kota terbersih tersebut telah menerima piala dan penghargaan dari Wapres Budiono di Istana Wapres, Kamis (5/6). Jebloknya prestasi DKI Jakarta tahun ini bagaikan ‘kado buruk’ untuk warga ibukota yang tengah merayakan HUT ke-487 Kota Jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni.
Merosotnya kebersihan kota Jakarta mendapat sorotan banyak pihak, termasuk anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi maupun pengamat perkotaan Amir Hamzah. Mereka lebih banyak menyalahkan Joko Widodo saat masih aktif menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kurang peduli terhadap penataan kota dan ketertiban umun, namun malah sibuk membangun pencitraan diri saja.
Amir berpendapat sedikitnya ada dua faktor penyebab DKI gagal mempertahankan Piala Adipura. “Pertama, kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan tata ruang yang amburadul, tidak pernah dipikirkan secara serius oleh Jokowi. “Dia malah membangun pencitraan melalui program blusukan yang ternyata menelan anggaran besar tiap bulannya mencapai Rp 6 miliar dan itu dilakukannya selama 20 bulan,” kata Amir, pimpinan LSM Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Minggu (8/6).
Faktor kedua adalah lemahnya manajerial Jokowi dalam pengelolahan sampah. “Dia mengeluarkan kebijakan swakelola sampah dengan cara memutus perusahaan rekanan swasta profesional, akhirnya berdampak pada penanganan sampah tak terkendali,” ujar Amir menambahkan sejumlah titik kawasan penilaian Piala Adipura banyak sampah, mengakibatkan tim penilai memberikan nilai rendah. Contohnya, di sekitar Balaikota DKI dan kantor Wapres di Jalan Kebon Sirih terlihat sampah yang menggunung dan menyebarkan bau busuk,” tandas Amir.
Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI, Sanusi menilai, Jokowi tidak mampu mengoptimalkan kinerja anak buah karena selalu diancam dicopot kalau tidak becus kerja atau dipenjarakan kalau korupsi, sehingga mereka tidak berani melangkah. “Akibatnya laju pemerintahan Jakarta Baru lelet dan tidak fokus. Seharusnya dengan APBD tertinggi di Indonesia yakni sekitar Rp 72 triliun, memudahkan Jakarta meraih Adipura,” tegas Sanusi.
Kelemahan lain Jokowi adalah egosentris dan sulit percaya orang lain, seperti terlihat selama 14 bulan membiarkan kursi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) kosong. Saking lamanya tanpa figur Sekda selaku ‘top manager PNS’ mengakibatkan roda pemerintahan seret dan berdampak gagalnya meraih Adipura.
http://m.poskotanews.com/2014/06/08/hl-gagal-raih-adipura-kado-buruk-hut-jakarta/?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar