Mantan Menteri Luar Negeri, Nur Hassan Wirajuda mengatakan, penyelenggaraan sidang dan konferensi internasional di Kementerian Luar Negeri pada tahun 2004-2005, adalah perintah Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat sebagai presiden.
Akibat kasus ini, mantan Sekjen Kemenlu Sudjanan Parnohadiningrat ditetapkan sebagai tersangka. Hasan Wirajuda juga disebut-sebut dalam sejumlah kesaksian, menerima sejumlah uang dalam kasus ini.
Adapun kegitan tersebut, kata Hassan adalah untuk meredam keadaan dalam negeri atas beberapa peristiwa.
Peristiwa itu, papar Hassan, seperti bom Bali dan tsunami Aceh, bersamaan saat dirinya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Atas kejadian itu, sebut Hassan, negara-negara lain melihat Indonesia sudah tidak aman lagi.
Untuk mengembalikan kepercayaan mereka bahwa situasi Indonesia masih aman, pemerintah membuat acara tersebut.
"Dalam kerangka dua tahun kerja, 2004-2005 itu panjang. Sebagai ada instruksi Presiden (Megawati Soekarnoputri) untuk melakukan konfrensi, dalam arahan pimpinan kita berikan arahan untuk konfrensi," jelas Hasan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/5/2014).
Anggaran kegiatan itu, lanjut Hasan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diambil dari Kementerian Keuangan
Namun, dia menampik mengetahui adanya penyimpangan dari penyelenggaraan kegiatan tersebut. Hassan mengaku, Sudjanan selaku Sekjen Kemenlu yang lebih mengetahuinya.
"Saya tidak tahu teknisnya bahwa ada anggaran Deplu (sekarang Kemenlu) yang dibintangi, tapi saya duga itu berada di bawah Kesekjenan," papar Hasan saat bersaksi untuk terdakwa Sudjanan.
Hassan tidak menampik, memberikan arahan pada penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Menurutnya, dirinya hanya memberikan arahan pada fungsi tertentu yang sifatnya misi diplomatik, terkait kesuksesan pengembalian kepercayaan pihak luar negeri kepada Indonesia.
"Saya tidak memberikan arahan secara tertulis. Saya ingat memberikan perintah terhadap fungsi-fungsi tertentu yang bersifat misi diplomatik dilakukan Kemenlu. Tradisinya memang begitu, hal-hal yang menyangkut protokol," ujar Hasan.
Sumber : Suaranews
Akibat kasus ini, mantan Sekjen Kemenlu Sudjanan Parnohadiningrat ditetapkan sebagai tersangka. Hasan Wirajuda juga disebut-sebut dalam sejumlah kesaksian, menerima sejumlah uang dalam kasus ini.
Adapun kegitan tersebut, kata Hassan adalah untuk meredam keadaan dalam negeri atas beberapa peristiwa.
Peristiwa itu, papar Hassan, seperti bom Bali dan tsunami Aceh, bersamaan saat dirinya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Atas kejadian itu, sebut Hassan, negara-negara lain melihat Indonesia sudah tidak aman lagi.
Untuk mengembalikan kepercayaan mereka bahwa situasi Indonesia masih aman, pemerintah membuat acara tersebut.
"Dalam kerangka dua tahun kerja, 2004-2005 itu panjang. Sebagai ada instruksi Presiden (Megawati Soekarnoputri) untuk melakukan konfrensi, dalam arahan pimpinan kita berikan arahan untuk konfrensi," jelas Hasan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/5/2014).
Anggaran kegiatan itu, lanjut Hasan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diambil dari Kementerian Keuangan
Namun, dia menampik mengetahui adanya penyimpangan dari penyelenggaraan kegiatan tersebut. Hassan mengaku, Sudjanan selaku Sekjen Kemenlu yang lebih mengetahuinya.
"Saya tidak tahu teknisnya bahwa ada anggaran Deplu (sekarang Kemenlu) yang dibintangi, tapi saya duga itu berada di bawah Kesekjenan," papar Hasan saat bersaksi untuk terdakwa Sudjanan.
Hassan tidak menampik, memberikan arahan pada penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Menurutnya, dirinya hanya memberikan arahan pada fungsi tertentu yang sifatnya misi diplomatik, terkait kesuksesan pengembalian kepercayaan pihak luar negeri kepada Indonesia.
"Saya tidak memberikan arahan secara tertulis. Saya ingat memberikan perintah terhadap fungsi-fungsi tertentu yang bersifat misi diplomatik dilakukan Kemenlu. Tradisinya memang begitu, hal-hal yang menyangkut protokol," ujar Hasan.
Sumber : Suaranews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar