Soal Perlindungan Anak, Semua Pihak Harus Proaktif - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

19 April 2014

Soal Perlindungan Anak, Semua Pihak Harus Proaktif


Maraknya kasus kekerasan terhadap anak membuat prihatin Wakil Ketua Komisi VIII yang membidangi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ledia Hanifa Amaliah. Apalagi dalam tiga tahun terakhir diketahui kasus kekerasan yang menimpa anak justru mengalami peningkatan.

"Ironisnya, kekerasan pada anak kini berlangsung dimana-mana. Di area publik seperti jalanan, mall, sekolah, hingga di rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak. Begitu pula pelakunya tidak hanya orang asing tetapi seringkali justru dilakukan oleh orang yang dikenal, yang dekat, hingga kerabat dan keluarga sendiri," urai Ledia pada Kamis (17/4).

Ledia menilai salah satu sebab mengapa angka kekerasan pada anak meningkat karena masih minimnya kesigapan setiap elemen masyarakat baik orangtua, guru, tokoh masyarakat, aparat pemerintah hingga aparat hukum dalam mengimplementasikan upaya memenuhi hak-hak anak dan memberi perlindungan terhadap anak.

“Secara bersama-sama kita sebagai orang-orang dewasa di tengah masyarakat sesungguhnya memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam memenuhi hak anak dan melindungi anak. Baik itu anak kita sendiri maupun anak orang lain,” ujar Ledia.

Aleg FPKS ini mengingatkan betapa Indonesia sudah memiliki Undang-undang perlindungan anak sejak 2002, undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sejak 2004, serta berbagai peraturan perundangan yang mengamanahkan negara, masyarakat, dan individu untuk terlibat aktif memenuhi hak dan melindungi anak.

"Di dalam pasal 21 sd 23, 25 dan 72 dari Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak misalnya disebutkan kewajiban dan tanggungjawab negara serta peran serta masyarakat dalam melindungi anak. Sementara pasal 15 dari Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat; dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan," paparnya.

Menurut Ledia,  semua peraturan perundangan ini tidak berarti bila implementasinya tidak maksimal. Karena itu Ledia mengingatkan pemerintah untuk segera memaksimalkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung perlindungan anak.

“Selama ini unit PPA belum tersedia di setiap polres, penyidik, jaksa dan hakim khusus PPA masih sangat sedikit, shelter penampungan, relawan pendamping saksi atau saksi korban sangat terbatas, akibatnya proses penegakan hukum bila ada kasus hukum yang melibatkan anak atau upaya perlindungan pada anak menjadi terhambat,” ucap Ledia.

Selain itu, Ledia juga menghimbau setiap orang dewasa baik orangtua, guru, tokoh masyarakat atau aktivis organisasi untuk sigap memberikan perlindungan bagi anak.

“Dalam urusan perlindungan anak, sifat yang dibutuhkan adalah proaktif dan sensitif terhadap hak-hak tumbuh kembang anak. Ada perubahan kondisi fisik, mental dan sikap anak perlu waspada. Ada mendengar, melihat, mengetahui anak-anak yang terancam, teraniaya, terlantar harus segera dicegah. Kalau tak mampu, ya lapor ke pengurus RT, RW atau bahkan ke polisi. Sebab semua itu adalah kewajiban kita yang diamanahkan undang-undang,” urai Ledia.(DPPPKS)





Sumber : Facebook Artati Sansumardi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here