Junta Militer Mesir Telah Memasukkan Mesir Kedalam Jurang Kehancuran - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

28 Maret 2014

Junta Militer Mesir Telah Memasukkan Mesir Kedalam Jurang Kehancuran


Rezim militer Mesir telah menjerumuskan negara itu ke dalam kubangan kotoran sejarah yang memalukan. Pengadilan macam apa yang memvonis mati 529 orang hanya dalam dua hari sidang?

Pengadilan semu itu bahkan sampai membuat malu Amerika Serikat, patron militer Mesir yang selama ini selalu menutup mata dan memalingkan muka dari fakta. Bagaimana mungkin AS masih bisa mengenakan topeng sebagai negara penjaga hak-hak asasi manusia, bila fakta pelecehan hak asasi manusia yang dengan telanjang ditamparkan Mesir ke muka dia itu tak dicelanya?

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Marie Harf, mengaku terkejut atas keputusan itu. “Mustahil ratusan orang (bisa) diadili sesuai dengan standar-standar internasional hanya dalam dua hari,” kata Harf, sebagaimana dikutip Voice of America. Ia menyatakan, hal itu tak masuk akal. Ujung-ujungnya, ia mengancam persoalan itu akan memengaruhi bantuan AS kepada Mesir.

Sementara Juru Bicara Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pilay, kontan mengecam pengadilan tersebut sebagai pengadilan ‘kejar setoran’. Sementara sejawatnya, Rupert Colville, menunjuk keganjilan pengadilan tersebut. “Tidak pernah terjadi dalam sejarah, begitu banyak orang dijatuhi hukuman dalam satu waktu. Putusan massal untuk hukuman mati, setelah pengadilan yang dipenuhi penyimpangan prosedur, jelas melanggar hukum internasional tentang hak-hak asasi manusia,” kata Colville.

Colville yakin, tak mungkin pengadilan yang memproses hokum 529 dalam dua hari mampu berbuat adil. Hukuman massal sendiri dinilainya aneh terjadi di alam modern ini. Hukum yang diakui akal sehat selalu memerinci kesalahan orang per orang,

Yang paling membuat Mesir seharusnya malu adalah tuduhan berkaitan dengan keberadaan para tertuduh sebagai anggota Ikhwanul Muslimin. “Keanggotaan dalam kelompok politik, atau partisipasi dalam demonstrasi tentu saja tidak memenuhi ambang kejahatan yang dianggap sangat serius,” kata Colville.

Apa yang dilakukan Mesir nyaris setali tiga uang dengan yang pernah terjadi di Indonesia untuk urusan PKI. Bedanya, pengadilan anggota PKI terjadi pada milennium lalu, di zaman ketika jejak ban mobil masih diendus para bocah yang jengah terkagum. Itu pun harus diakui masih saja menjadi noda memalukan dalam sejarah bangsa.

Warga Mesir--bahkan yang paling anti-Ikhwanul Muslimin pun, sudah seharusnya was-was. Pelan namun pasti, negara itu kian menjadi anomali. Lihat saja, betapa negeri itu kian busuk, ganjil dan kian tak konsisten dengan akal sehat gara-gara segelintir orang yang loba akan kuasa.

Pada 30 Juni 2013, oposisi mendemo presiden terpilih lewat demokrasi, Abdullah Mursi. Tiga hari kemudian, tepatnya 3 Juli, militer di bawah Jenderal Abdul Fattah Sisi mengudeta Mursi, membekukan Konstitusi Negara, dan membubarkan Majelis Syuro.

Lalu, karena masih malu-malu militer menunjuk presiden boneka, memaksa presiden dan semua mengikuti peta jalan (khiritoh attoriq) yang mereka bikin ada. Selanjutnya, pada 22 Agustus Rezim mengeluarkan mantan tuannya, diktator dan pencoleng Husni Mubarak dari penjara.

Sebelumnya, selama dua bulan Mesir menjadi tanah yang memerah darah. Berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia paling mengerikan dalam sejarah terjadi di sana. Seolah ingin melampaui tiga mentor sebelumnya, Gamal Abdel-Naser, Anwar el-Sadat dan Mubarak sendiri, Jendral Sisi--yang namanya terdengar genit laiknya ABG itu, membantai para pendukung Mursi yang tengah berdemonstrasi. Hanya berdemonstrasi. Lebih dari 3.000 jiwa melayang. Amerika saat itu masih diam menutup mata dan telinga.

Negara itu diam karena secara prosedural Ikhwanul Muslimin dan Mursi menang dalam prosesi demokrasi. Sebagaimana Indonesia, rejim militer korup pimpinan Mubarak terguling karena desakan rakyat dalam revolusi. Lalu setelah terpilih, Mursi melakukan hal yang pantas, mengembalikan militer ke barak, dengan tugas-tugas sebatas pertahanan Negara, tak lagi terlibat urusan politik. Keputusan politik yang tak hanya sah, namun digariskan demokrasi. Mesir juga membungkam pers dengan mengadili 20 wartawan Al-Jazeera yang mereka tuding membantu Ikhwan.

Maka, sungguh ganjil bila AS tetap diam ketika terjadi kudeta militer yang menggulingkan Mursi, pembubaran Majelis Syuro, pembekuan konstitusi, penunjukan presiden boneka, hingga pembebasan Mubarak. Sang Penjaga Demokrasi itu impoten dan munafik bila menyangkut kepentingan sendiri.

Tetapi sikap malu-malu gaya ABG itu sudah ditepis Sisi. Kamis lalu, Jendral Sisi mengundurkan diri dan siap menjadi calon presiden. “ Hari ini, saya berdiri untuk terakhir kali dengan mengenakan seragam militer,” kata Sisi, tulis Al-Jazeera, Kamis (27/3/2014). “Dengan rendah hati saya mencalonkan diri saya sebagai presiden Mesir.”

Pencalonan itu dipastikan akan memecah belah kelompok massa pendukungnya. Bahkan sebelum sang jendral jujur merindukan tahta presiden, perpecahan telah meruyak dalam tubuh kelompok Tamarud (Pemberontak), yang sejak awal mendukung militer menggulingkan Mursi.

“Kami ingin tentara menggulingkan Mursi, tidak mengambil alih kekuasaan itu sendiri", kata Mohamed Fauzi, pemimpin faksi sempalan yang menamakan dirinya Tamarud 2. "Militer itu untuk melindungi dan menjaga negara, bukan untuk memerintah,” kata dia, tegas.

Tampaknya masa depan Mesir di bawah Sisi pun belum akan cerah. Darah yang telah tumpah akan menumbuhkan dendam dan amarah. Sementara Sisi masih akan melakukan kekerasan itu, sesuai janjinya untuk membersihkan Mesir dari apa yang disebutnya ‘teroris’. Mesir ke depan, hanya tergambar sebagai negara tempat keperyaaan tua ‘darah dibayar darah, gigi dibayar gigi’ hidup sentosa. Otomatis proses ekonomi perlahan mati, dan rakyat pun menderita lagi.

Seorang teman berkata,”Kadang-kadang, untuk menunjukkan betapa jahatnya seorang manusia, si manusia dibuat terperosok sendiri dengan keputusan yang dibuatnya.” Saya menyepakati dia. Hukuman mati massal yang dijatuhkan kepada 529 aktivis Ikhwanul Muslimin jelas kekejaman yang belum tertandingi dalam sejarah. Justru karena ia membuatnya dalam pengadilan yang seolah-olah.






Sumber : Facebook Artati Sansumardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here