Walaupun Indonesia telah merdeka sejak 68 tahun silam, namun pada kenyataannya bangsa Indonesia yang sesungguhnya kaya raya dengan sumber daya alam masih bermental sebagai bangsa terjajah dan dijajah oleh negara asing.
Bagaimana tidak? hingga saat ini saja menurut Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Pratikno, sekitar 70-80 persen aset negara telah dikuasi bangsa asing. “Kondisi bangsa kita saat ini sudah mengkhawatirkan sehingga tanpa dukungan dan kebijakan oleh semua elemen bangsa maka lambat laun seluruh aset akan jatuh ke tangan orang asing,” katanya.
Ia mencontohkan, aset di bidang perbankan misalnya, bangsa asing telah menguasai lebih dari 50 persen. Begitu pula di sektor lain seperti migas dan batu bara antara 70-75 persen, telekomunikasi antara 70 persen dan lebih parah lagi adalah pertambambangan hasil emas dan tembaga yang dikuasi mencapai 80-85 persen.
“Kecuali sektor perkebunan dan pertanian dalam arti luas, asing baru menguasai 40 persen. Namun demikian kita harus waspada agar tidak semua aset negara itu harus dikuasi asing,” katanya.
Oleh karena itu, kata Rektor UGM itu, untuk mempertahankan aset-aset yang belum dikuasai asing tersebut, perlu kebijakan dan terobosan yang lebih hati-hati dalam melahirkan keputusan sehingga aset yang belum dikuasi itu tetap milik bangsa Indonesia. “Memang sebuah ironi, rakyat Indoneia masih belum merasakan wujud kemakmuran merata dan berkeadilan sementara negaranya sebetulnya kaya raya,” ujarnya.
Senada dengan Rektor UGM, kalangan pengamat ekonomi juga menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin didominasi asing. Sekretaris Indonesian Islamic Business Forum, Aswandi As’an, mencontohkan beberapa potensi ekonomi dalam negeri yang saat ini sudah dikuasai asing.
80 persen pasar tekstil sudah dikuasai asing, 80 persen pasar farmasi juga sudah dikuasai asing. 92 persen produk teknologi adalah impor dan di Pasar Induk Cipinang sudah tidak ada lagi beras lokal.
Ekonomi Indonesia dinilai sudah tidak mempunyai daya saing terbukti pada 2005 saja ada 429 perusahaan tekstil yang kolaps, 200 industri gulung tikar dan di 2010 defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai Rp53 triliun.
Untuk produk minuman, di Indonesia ada sekitar 400.00 outlet minuman dan asing mampu menguasai 40 persen pasar minuman ringan di Indonesia. Asing juga dinilai menguasai 93 persen pasar air minum dalam kemasan (AMDK).
Di sektor susu, asing juga telah mengatur 80 persen petani susu lokal dan menguasai 50 persen pasar susu di Indonesia. Padahal transaksi susu di Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun per tahun.
Sementara Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Sri Edi Swasono, juga menyampaikan bahwa pembangunan saat ini telah diartikan hanya dengan hadirnya mal, ritel modern atau restoran cepat saji yang jelas-jelas bukan milik orang Indonesia. Pembangunan semacam itu nyata-nyata menggusur orang miskin.
Dia menjelaskan globalisasi telah diidentikkan dengan bertumbuhnya hidup konsumtif. Kesan yang sangat kuat dirasakan, banyak penguasa daerah mereduksi makna pembangunan menjadi sekadar hadirnya mal, supermarket lengkap dengan papan nama berbahasa asing. Edi juga menyampaikan keprihatinannya terhadap aksi borong tanah milik warga oleh investasi asing.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Bagaimana tidak? hingga saat ini saja menurut Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Pratikno, sekitar 70-80 persen aset negara telah dikuasi bangsa asing. “Kondisi bangsa kita saat ini sudah mengkhawatirkan sehingga tanpa dukungan dan kebijakan oleh semua elemen bangsa maka lambat laun seluruh aset akan jatuh ke tangan orang asing,” katanya.
Ia mencontohkan, aset di bidang perbankan misalnya, bangsa asing telah menguasai lebih dari 50 persen. Begitu pula di sektor lain seperti migas dan batu bara antara 70-75 persen, telekomunikasi antara 70 persen dan lebih parah lagi adalah pertambambangan hasil emas dan tembaga yang dikuasi mencapai 80-85 persen.
“Kecuali sektor perkebunan dan pertanian dalam arti luas, asing baru menguasai 40 persen. Namun demikian kita harus waspada agar tidak semua aset negara itu harus dikuasi asing,” katanya.
Oleh karena itu, kata Rektor UGM itu, untuk mempertahankan aset-aset yang belum dikuasai asing tersebut, perlu kebijakan dan terobosan yang lebih hati-hati dalam melahirkan keputusan sehingga aset yang belum dikuasi itu tetap milik bangsa Indonesia. “Memang sebuah ironi, rakyat Indoneia masih belum merasakan wujud kemakmuran merata dan berkeadilan sementara negaranya sebetulnya kaya raya,” ujarnya.
Senada dengan Rektor UGM, kalangan pengamat ekonomi juga menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin didominasi asing. Sekretaris Indonesian Islamic Business Forum, Aswandi As’an, mencontohkan beberapa potensi ekonomi dalam negeri yang saat ini sudah dikuasai asing.
80 persen pasar tekstil sudah dikuasai asing, 80 persen pasar farmasi juga sudah dikuasai asing. 92 persen produk teknologi adalah impor dan di Pasar Induk Cipinang sudah tidak ada lagi beras lokal.
Ekonomi Indonesia dinilai sudah tidak mempunyai daya saing terbukti pada 2005 saja ada 429 perusahaan tekstil yang kolaps, 200 industri gulung tikar dan di 2010 defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai Rp53 triliun.
Untuk produk minuman, di Indonesia ada sekitar 400.00 outlet minuman dan asing mampu menguasai 40 persen pasar minuman ringan di Indonesia. Asing juga dinilai menguasai 93 persen pasar air minum dalam kemasan (AMDK).
Di sektor susu, asing juga telah mengatur 80 persen petani susu lokal dan menguasai 50 persen pasar susu di Indonesia. Padahal transaksi susu di Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun per tahun.
Sementara Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Sri Edi Swasono, juga menyampaikan bahwa pembangunan saat ini telah diartikan hanya dengan hadirnya mal, ritel modern atau restoran cepat saji yang jelas-jelas bukan milik orang Indonesia. Pembangunan semacam itu nyata-nyata menggusur orang miskin.
Dia menjelaskan globalisasi telah diidentikkan dengan bertumbuhnya hidup konsumtif. Kesan yang sangat kuat dirasakan, banyak penguasa daerah mereduksi makna pembangunan menjadi sekadar hadirnya mal, supermarket lengkap dengan papan nama berbahasa asing. Edi juga menyampaikan keprihatinannya terhadap aksi borong tanah milik warga oleh investasi asing.
Sumber : Facebook Artati Sansumardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar